"Sialan!"Dengan raut kesal Nina melemparkan tasnya ke sembarang arah. Niat mendatangi rumah Hanum dan bersikap seolah-olah menguasai rumah itu untuk membuat mental si wanita jatuh, malah gagal total. Dia tidak memperhitungkan Neysa. Gadis remaja itu ternyata berpihak kepada Hanum. Tak mungkin dia lupa senyum puas di wajah Hamum melihat Alex membentaknya. Ternyata, wanita itu lebih pintar dari yang dia kira. Dia yakin Hanumlah yang menghasut Neysa untuk mengerjainya. Nina benar-benar dibuat seperti orang bodoh di depan lelaki pujaannya oleh kedua orang itu.'Dasar tidak tahu terima kasih! Sudah ditolong malah berniat mencelakakanku. Lihat saja, aku akan membalas perbuatanmu.' Nina mengumpat sambil mengepalkan kedua tangannya.Nina bukan tipe wanita yang tertarik dengan pernikahan. Dia lebih hubungan tanpa ikatan, gaya hidup yang dia jalani sejak remaja. Tinggal di Singapura serba bebas adalah surga baginya. Alex adalah teman lamanya dan mendiang suaminya. Sejak dulu dia menyukai l
"Aku benar-benar kecewa sama Alex. Pasti wanita itu yang menghasutnya." Nina masuk ke ruang kerja papanya sambil mengomel dan wajah kusut.Pak Burhan hanya diam, dia tetap melanjutkan pekerjaannya sambil menunggu putrinya itu melimpahkan amarah."Papa tahu, Alex mengusirku hanya karena wanita itu! Padahal dia tak punya kelebihan apa-apa dibanding aku. Aku bisa menyokong usahanya, aku mengerti bisnis, tapi dia lebih condong ke wanita itu.""Kamu selalu menyebut wanita itu wanita itu. Setidaknya kamu sebut namanya.""Papa tahu siapa yang aku maksud. Siapa lagi kalau bukan Hanum" balas Nina dengan nada keras."Papa rasa tidak ada yang salah dengan Alex. Kamu yang terlalu agresif dan memaksakan kehendakmu padanya. Kau tahu dengan jelas kalau laki-laki itu sangat mencintai Hanum dan kau seakan-akan meminta dia memilih, jelas Alex akan memilih istrinya.""Tapi dia janji mau nikahi aku, Pa!" Nina tak mau kalah. Sifat aslinya keluar. Wajah manis yang selama ini dia tampaknya berubah menjadi r
Petir menggelegar, suaranya seperti raungan raksasa yang tengah marah, sementara mentari bersembunyi di balik mega yang sekelam malam. Ditingkahi kilat yang seolah-olah ingin membakar apa saja yang bisa disentuhnya. Langit pun ikut serta menurunkan titik-titik air menghujam jatuh ke bumi, dia berduka.Ketika orang-orang berlari menghindari derasnya hujan, Hanum seakan menikmati jarum-jarum basah itu menusuk tubuh ringkihnya. Dia sakit, bukan raga melainkan hatinya. Dia menekan dada yang terasa nyeri. Saat ini Hanum memilih matanya buta hingga tidak perlu melihat adegan yang mengiris hati.Harusnya dia mengabaikan firasat buruk yang mendera sejak pagi, hingga tak perlu melihat pengkhianatan di depan mata. Harusnya dia duduk diam di rumah menunggu Adrian-suaminya- pulang. Hingga tak perlu melihat laki-laki itu memeluk seorang batita dan tertawa bahagia bersama Amelia yang sialnya adalah sahabatnya sendiri.Hanum yang malang. Inilah jawaban atas lirih doa-doanya. Tuhan menuntun kaki Han
Jangan ucapkan cinta jika hati tak selaras dengan perbuatanmu. Aku bisa apa ketika hati mulai membeku---------------------"Kamu siap-siap, ya. Sebentar lagi Mas jemput," pesan Adrian membuat senyum melengkung di bibir Hanum. Sejak hari di mana laki-laki itu berjanji akan adil padanya dan Amelia, Adrian kembali menghujaninya dengan perhatian. Mengirimi pesan meski hanya untuk menanyakan keadaannya.Adrian mendatangi tiga hari dalam seminggu, selebihnya waktu untuk Amelia dan putri mereka. Bohong jika Hanum berkata dia baik-baik saja. Jauh di palung hati ada luka yang terus berdarah membayangkan lelakinya memeluk wanita lain bahkan memiliki anak dari wanita tersebut. Teranglah bagi Hanum alasan menghilangnya Amelia empat tahun yang lalu. Dia tidak pernah mengira mereka tega mengkhianati dirinya. Jika memperturutkan ego dan sakit hati, ingin sekali memaki Amelia, mempertanyakan alasan wanita itu menjadi duri dalam rumah tangganya. Ingin rasanya menuntut Adrian dan membiarkan keduany
Bisakah sekali saja menyelami hatiku? Lihat seberapa parah kau menyakiti.Bisakah sebentar saja kau menjuntai iba atas perih yang kuelu ...?---------------------Tidak ada yang berubah dalam hidup Hanum. Adrian masih sering berkunjung. Kini laki-laki itu tidak perlu berbohong setiap kali bertanya mengapa dia lebih sering tidur di rumah orang tuanya. Dulu Adrian selalu memberi alasan jika jarak kantornya lebih dekat ke sana dari pada ke kontrakan mereka. Munafik jika wanita itu tidak sakit hati. Amelia bukan orang asing bagi mereka berdua. Wanita blasteran Inggris itu sahabat sejak dia duduk di bangku SMA. Amelialah tempatnya berbagi keluh-kesah tentang orang tua Adrian, tentang hubungan mereka. Hingga detik ini Hanum masih berharap semua hanya mimpi, tetapi takdir tak berpihak padanya. Dia tidak mengerti mengapa keduanya tega menikam dari belakang.Entah sejak kapan cinta mereka tidak lagi bertahta di hati laki-laki berkulit putih itu. Sekarang Hanum sadar, semua tegur sapa dan kepu
Bukankah cinta itu membahagiakan?Lalu mengapa hanya perih yang kurasa.--------------------Terik mentari membuat Hanum melindungi wajahnya dengan map yang berisi CV. dan copyan ijazahnya. Satu bulan sudah dia mencoba mencari pekerjaan. Bukan karena kesulitan financial. Adrian rutin mengirimkan sejumlah uang ke rekeningnya setiap bulan. Laki-laki itu tidak pernah bertanya apa yang dilakukannya. Setiap pulang Adrian selalu sibuk dengan laptop dan ponselnya. Hanum seperti pajangan yang hanya diam menunggui laki-laki itu bekerja. Semakin lama mereka semakin jauh. Setiap Hanum mencoba mendekat, Adrian selalu menghindar, seolah-olah membentangkan jarak tak kasat mata di antara mereka. Sakit ... tentu saja, tetapi dia bisa apa. Berkali Hanum mencoba bicara padanya. Namun, Adrian seakan menulikan telinga. Wanita itu ada, tetapi tak terlihat di mata laki-laki tersebut.*"Maaf, Mbak. Di sini yang ada cuma lowongan buat cleaning service.""Cleaning service?" Hanum membeo. Dia mengerutkan da
Kau datang diam-diam. Menyusup dan perlahan bertahta.Tapi sayang hatiku telah mati rasa.-----------------------"Pikirkan lagi. Sekali kau melangkah ke luar jangan harap bisa kembali.""Aku tidak tahu apa yang membuatku dulu jatuh cinta padamu, menyesal mencintaimu begitu dalam, tapi pergi dari hidupmu tidak akan pernah kusesali.".."Mulai bulan ini gajimu saya potong dua per tiga.""Dua per tiga? Memangnya kenapa, Buk?""Kamu ngga amnesia 'kan? Bulan lalu membuat kekacauan di pesta ultah perusahaan? Kamu pikir ganti gaunnya Nyonya Martha pakai duit siapa? Ya punya perusahaan. Jadi gaji kamu dipotong selama satu tahun."..Hanum termenung. Percakapan terakhirnya dengan Adrian menghancurkan semua rasa yang dia punya. Dia mati rasa. Begitu pun ancaman Buk Ratna terngiang di telinga. Dua per tiga dari gajinya sangat besar, apalagi selama setahun. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana caranya bertahan sampai waktu setahun itu selesai. Hanum mendesah membayangkan hidupnya tidak akan m
'Bukan tak mengerti arti tatapanmu. Aku hanya berpura tidak tahu. Aku takut jatuh lagi ke dalam kubangan kecewa dan jurang sakit hati'-------------------------Hanum terus saja menunduk. Lantai granit lebih menarik perhatian daripada sosok gagah dan manis di depannya. Gerak tubuhnya gelisah, meski tak melihat dia bisa merasakan tubuhnya memanas karena tatapan intens keduanya."Mbaknya lucu, cantik juga," celutuk gadis kecil yang tadi dipeluk Hanum. "Pelukannya juga enak, hangat," imbuhnya.Hanum mengangkat kepalanya dan bersitatap dengan gadis itu yang sedang tersenyum manis padanya. Dia membalas senyuman itu dengan wajah merona malu.Alex mengulum senyum di bibirnya, senang dengan reaksi Neysa, putri kecilnya."Ney, suka Mbak Hanum?" tanyanya yang dibalas Neysa dengan anggukan."Baiklah, mulai hari ini Mbak Hanum kerja dan tinggal di sini. Ney, keluar sebentar, ya ... ada yang mau Papa omongin sama Mbaknya," ucap Alex.Neysa mengangguk, memeluk dan mengecup pipi Alex sekilas, lalu m