Share

Terluka Lagi

Bisakah sekali saja menyelami hatiku? Lihat seberapa parah kau menyakiti.

Bisakah sebentar saja kau menjuntai iba atas perih yang kuelu ...?

---------------------

Tidak ada yang berubah dalam hidup Hanum. Adrian masih sering berkunjung. Kini laki-laki itu tidak perlu berbohong setiap kali bertanya mengapa dia lebih sering tidur di rumah orang tuanya. Dulu Adrian selalu memberi alasan jika jarak kantornya lebih dekat ke sana dari pada ke kontrakan mereka.

Munafik jika wanita itu tidak sakit hati. Amelia bukan orang asing bagi mereka berdua. Wanita blasteran Inggris itu sahabat sejak dia duduk di bangku SMA. Amelialah tempatnya berbagi keluh-kesah tentang orang tua Adrian, tentang hubungan mereka. Hingga detik ini Hanum masih berharap semua hanya mimpi, tetapi takdir tak berpihak padanya. Dia tidak mengerti mengapa keduanya tega menikam dari belakang.

Entah sejak kapan cinta mereka tidak lagi bertahta di hati laki-laki berkulit putih itu. Sekarang Hanum sadar, semua tegur sapa dan kepulangannya hanya formalitas. Wanita itu patah arang, mengingat ada putri kecil diantara keduanya, mungkin pengkhianatan itu terjadi di tahun kedua pernikahan mereka.

Hanum mencoba mengorek ingatan masa lalu. Di mana dulu Adrian begitu gigih memperjuangkannya, meski kedua orang tua Adrian menentang, laki-laki itu tetap kukuh menikahinya. Setelah menikah, dia membawanya tinggal di sebuah kos-an sempit, tetapi Hanum tak mengeluh. Cinta serta pengorbanan laki-laki itu dengan meninggalkan semua kemewahan sudah membuktikan besarnya cinta Adrian.

Hidup mereka begitu sulit. Begitu banyak lamaran pekerjaan yang dikirimnya, tetapi tak satu pun yang diterima. Hanum pun tidak tinggal diam, dia ikut membantu bekerja sebagai kuli gosok di sebuah laundry, hingga suatu hari wanita itu mengalami sebuah kecelakaan yang hampir membuat nyawanya melayang.

Adrian panik, lalu menghilang selama dua hari. Saat kembali laki-laki itu membawa begitu banyak uang dan berkata Hanum tidak perlu bekerja lagi karena dia sudah mendapat pekerjaan dengan gaji besar. Sejak itulah Adrian berubah, jarang pulang dan sering melamun. Bukan tak menyadari perubahan suaminya. Setiap bertanya pria itu hanya tersenyum dan mengatakan semua baik-baik saja.

*

"Mas, apa kabar? Satu bulan ini kamu ngga pulang, semua baik-baik aja, kan?"

Terlihat dua centang biru di pesan yang dikirim Hanum tiga hari yang lalu, tetapi tak satu pun balasan darinya. Wanita itu merasakan ngilu merayap perlahan dari jantung sampai seluruh ruas jarinya. Begitu tidak pentingkah dia, hingga laki-laki itu tak sempat membalas pesannya.

Hanum merasa ironi. Cinta yang tertanam dalam untuk Adrian membuatnya rela mengabaikan prinsipnya. Percaya dengan sikap adil yang akan diberi laki-laki itu. Kenyataannya, Adrian lebih sering berada di sisi Amelia, bahkan hampir satu bulan laki-laki itu tidak menyentuhnya. Apa sekarang Adrian mulai jijik padanya. Perlahan bulir bening jatuh ke pipi tirus Hanum. Tubuhnya yang dulu berisi kini kurus kering. Wajahnya yang dulu bersinar cerah kini redup bak bulan mati.

*

"Kamu itu bebal ya, udah dibilang jangan ke kantorku masih saja ke sana. Bikin malu tau ngga?!" maki Adrian ketika Hanum nekat mendatangi kantor suaminya.

Rindu yang menggununglah yang membuat wanita tersebut mendatangi Adrian. Membawakan bekal kesukaannya seperti ayam kecap, tumis kangkung, dan sambal terasi. Dia percaya Adrian akan sangat senang. Nyatanya, ĺaki-laki itu malah menyeretnya pulang, dan memakinya habis-habisan.

"Salah aku di mana, Mas? Satu bulan ini kamu mengabaikanku. Kamu yang berjanji akan adil, tapi ..." Hanum terisak, hatinya perih mengingat bekal yang dimasaknya dengan cinta dibuang ke tempat sampah.

Adrian menyugar rambutnya. "Kamu harus ngerti posisi aku. Perusahaanku sedang berkembang, lagipula Amelia sedang hamil anak kedua, dia lebih butuh perhatian dibanding kamu," dengkusnya.

Hanum tersenyum getir. Dengannya Adrian menolak memiliki anak. Dia selalu beralasan belum siap, tetapi dengan Amelia, wanita itu bahkan sedang mengandung.

"Perhatian? Apa kurang waktu yang kubagi padanya. Kamu lebih sering menghabiskan hari dengan Amelia. Lagipula di sana ada orang tuamu, sedangkan aku sebatang kara," lirihnya terbata.

"Aku suaminya, mengertilah Hanum,"

"Kau juga suamiku, Mas!" raung Hanum. "Aku juga istrimu ..." lirihnya lagi nyaris tak terdengar.

Adrian mematung. Hatinya tercubit melihat Hanum menangis. Wanita itu terlihat rapuh dan sangat tertekan. Ingin rasanya memeluk tubuh kurus itu, tetapi tubuhnya seolah terpaku kuat ke bumi.

Hanum adalah dunianya. Dia mampu mengorbankan apa pun untuk wanita itu, tetapi kehadiran Amelia sedikit demi sedikit mampu memalingkan hatinya. Amelia. Wanita yang dipilih orang tuanya sebagai menantu. Adrian tak bisa menolak syarat dari mereka ketika dia meminjam uang untuk biaya operasi Hanum ketika kecelakaan terjadi, meski berat dia menerima. Hidup miskin dan dipandang hina membuat Adrian menggadaikan cintanya.

"Kenapa Mas ...? Jika kau tak menginginkanku lagi mengapa tidak melepasku. Jangan tolak aku dengan sikapmu. Sakit ..." ucap Hanum diantara tangisnya.

"Aku sadar tidak sepadan denganmu, aku tahu Amelia memiliki segalanya. Tapi, kamulah yang meyakinkanku untuk bertahan. Apa yang harus kupertahankan jika kau sendiri tak peduli lagi," ratapnya, lagi.

Adrian perlahan mendekat. Merengkuh tubuh Hanum yang bergetar karena tangis yang hebat. "Maaf, maaf ..." hanya itu yang mampu diucapkannya. Pria itu tahu Hanum terluka. Dialah laki-laki brengsek yang menorehkan luka itu. Namun, dia bisa apa. Adrian semakin mengetatkan pelukannya ketika Hanum meraung menumpahkan kesedihan di dadanya.

*

Hanum membuka perlahan kelopak matanya. Menatap nanar langit-langit kamar. Kemarin dia menangis hingga tertidur di pelukan Adrian. Laki-laki itu berjanji akan menemaninya hingga pagi, tapi saat malam Hanum mendengar ponsel Adrian berdering. Wanita itu tetap memejamkan matanya, memasang telinga ingin tahu siapa yang menelpon.

Samar dia mendengar Adrian berbicara mesra. Hanum tahu pastilah telepon dari Amelia. Tak lama laki-laki itu masuk dan memeriksa keadaannya. Dia bergeming menutup matanya rapat. Mengira Hanum pulas, laki-laki itu mengecup keningnya, lalu bergegas pergi.

Perlahan Hanum bangkit, lalu menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Dia termenung. Sadar bahwa Amelialah prioritas Adrian sekarang. Dia bahkan yakin tak ada lagi cinta untuknya selain rasa iba. Tiba-tiba dia merasa menjadi orang ketiga bagi keduanya. Tangannya menekan dada yang terasa nyeri. Ada yang patah di sana, jatuh berderak menjadi serpihan tak berharga. Menghantarkan perih ke seluruh aliran darah.

Hanum ingin menangis sekadar mengurangi sesak di dada, tetapi air matanya seolah kering. Runtuh sudah benteng yang dibangunnya.

Wanita itu tidak sanggup lagi. Apa lagi yang diharapkan dari sebuah bahtera jika sang Nakhoda saja enggan membawa berlayar. Tertatih wanita itu berdiri, mengambil sehelai kertas dan pena. Dia tidak ingin diam di rumah, menangis, dan meratapi nasib. Dia harus menyibukkan diri jika ingin tetap waras. Hanum akan membuktikan jika dia bukan wanita lemah yang hanya bisa menangis ketika terzalimi. Dia yakin mampu bertahan di atas kakinya sendiri.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Elizabeth Kustantinah
jangan gini thor..ini penghinaan buat istri pertama..ceritakan istri peryama yg kuat thor..pisahkan mrj
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
Hanum kmu hrs tegar .dn kmu hrs bangkut jangan mengandal laki2 yg sdh g sayang k kmu lagi dh kmu tinggalun Adryan kmu cari kerja dn pindah dr kosan itu ..
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei anjing, msh tetap juga kah kau bertahan atas nama cinta. apa yg kau pelajari di bangku sekolahan njing. g simpatik dan respek dg wanita model begini. lebih bodoh dari binatang atas nama cinta. cuiihhhh najis
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status