“Tubuhmu indah sekali, Velicia.”
Sentuhan lembut pada kulit mulus Velicia membuat wanita itu mengeliat pelan. Akan tetapi, sepasang matanya yang sudah tampak tidak fokus dan penuh hasrat itu seakan meminta lebih. Ia menggigit bibirnya, menahan lenguhan itu agar tidak keluar.
“Jangan menahannya.” Pria itu terkekeh pelan. “Aku merindukan suaramu.”
Velicia merasakan ibu jari pria tersebut menyapu bibir bagian bawahnya dengan hati-hati, lalu menciumnya dengan panas, membuat Velicia meloloskan desahan di sela-sela ciuman intens tersebut. Apalagi tangan maskulin pria terus memanjakan Velicia di bawah sana.
Sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya.
Velicia terbuai dan hanyut dalam perlakuan hangat sang pria. Tanpa menyadari bahwa keesokan paginya, ia terkejut mendapati Arion Brooks, sang mantan kekasih, berbaring di sebelahnya dalam keadaan tanpa busana.
“Arion!?” batin Velicia, panik. “Apa yang–bagaimana dia bisa ada di sini!?”
**
Malam sebelumnya ….
“Apakah kamu berniat mempermalukanku!?”
Velicia menoleh ke arah suaminya saat pria itu menegurnya. Tubuhnya langsung menegang, karena meskipun teguran itu diucapkan dengan nada rendah, nada bicara Raymond terdengar tajam.
“A-ada apa, Sayang?” kata Velicia hati-hati. Ia mengamit lengan Raymond yang langsung ditepis oleh pria itu.
“Bukankah aku sudah katakan kalau aku akan membawamu menemui orang-orang penting? Kenapa riasanmu pucat begitu?” balas Raymond. “Kamu ingin melihat mereka mengejekku karena istriku yang bodoh ini tidak becus dandan?”
Velicia berkedip beberapa kali, berusaha menyamarkan matanya yang mulai berkaca-kaca karena ucapan tajam suaminya. Ia menggenggam clutch di tangannya kuat-kuat untuk menahan diri.
“Akan aku perbaiki sebentar–”
“Tunggu.” Raymond mencengkeram lengan Velicia untuk menahannya pergi. Pria itu kembali menatap wanita di hadapannya dari bawah hingga ujung kepala, seolah sedang mencari kekurangan darinya. Keningnya berkerut saat melakukan hal itu. “Rapikan rambutmu juga. Berantakan sekali. Dan pakai sesuatu di lehermu. Kalung atau apa. Jangan terlalu polos.”
Velicia hanya mengangguk dan berlalu dari hadapan Raymond untuk membenahi dirinya.
Wanita itu memandang pantulan bayangan dirinya di cermin usai membenahi riasannya, menambahkan warna pada wajahnya, tapi tetap menyesuaikan dengan gaun sewarna wine merah yang membentuk lekuk tubuhnya, lalu membetulkan rambut warna ash brown miliknya seperti yang suaminya perintahkan.
Beruntung kali ini Raymond tidak mengomentari pilihan gaunnya atau tinggi sepatu yang ia kenakan. Biasanya, pria itu akan lebih pemilih dan uring-uringan lagi.
Namun, Velicia harus mengerti. Ini berkaitan dengan karier suaminya. Dan sebagai istri yang kedudukannya lebih rendah, tentunya ia harus mendengarkan apa kata suaminya.
Raymond Davis, seorang manajer HR dari perusahaan Global Nova yang selalu mendapatkan penghargaan sebagai karyawan terbaik setiap tahunnya. Pada momen itu pulalah, selama bertahun-tahun, Raymond memamerkan sang istri. Oleh karena itu, selama ini Velicia selalu berusaha menjadi istri yang sempurna di mata suaminya.
Seperti boneka yang harus selalu tampil menawan. Boneka yang wajib memuaskan hasrat hati sang tuan.
“Vel! Kenapa lama sekali?”
Velicia mendengar suara suaminya yang memanggil dari luar. Secepat yang ia bisa, Velicia mengemas kembali riasannya dan berjalan keluar.
“Maaf sudah membuatmu menunggu,” ucapnya ketika berhadapan dengan Raymond. Pria itu langsung mengamati Velicia dari atas sampai bawah, mengulitinya seperti biasa.
Pria itu mengangguk. “Bagus.” Ia tampak berkenan dengan penampilan sang istri kali ini. “Ayo.”
Sesampainya mereka di aula sebuah hotel bintang lima yang ada di pusat kota, alunan suara musik klasik langsung menyapa mereka. Velicia mengedarkan pandangannya ke sekeliling aula sekilas, tapi kemudian langsung kembali fokus ke suaminya saat pria itu menarik Velicia agar mendekat ke arahnya.
“Jangan berbuat macam-macam. Ini acara penting, tidak boleh bersikap sembarangan.”
Velicia tersenyum tipis. “Suamiku, aku selalu mendampingi kamu menghadiri acara ini selama tiga tahun.”
“Ya, dan aku tetap harus mengingatkanmu setiap waktu.” Raymond menghela napas. “Bagaimana jadinya jika tadi aku tidak menegurmu? Apakah kamu akan mengecewakanku?”
“Sayang, aku tadi memakai warna yang lebih netral karena–”
“Jangan mengguruiku, Vel,” tukas Raymond. “Lihat, kan? Padahal baru saja kukatakan agar tidak macam-macam. Kalau mau bereksperimen begitu, jangan datang ke acaraku!”
Velicia menggigit bibirnya untuk menahan diri agar tidak menyahuti ucapan sang suami lagi.
“Sudah, bersikap manislah.” Raymond menandaskan ucapannya. “Dan tersenyumlah. Jangan memasang ekspresi begitu.”
Velicia buru-buru menarik ujung bibirnya ke atas, tersenyum.
“Yang akan kamu temui nanti adalah para atasanku. Orang-orang penting. Kalau kamu tidak mau aku ditendang keluar, jangan berulah. Mengerti? Lakukan semua yang mereka perintahkan.”
Velicia mengangguk, sekalipun merasa janggal.
Raymond mengambil tangan sang istri, lalu melingkarkan pada lengannya. Pria itu membawa sang istri untuk menyapa para atasannya.
"Selamat malam. Maaf atas keterlambatan kami," sapa Raymond pada mereka semua.
"Wah, Raymond kembali membawa istrinya yang cantik.”
“Selamat malam juga, Raymond. Tampaknya kami tahu kenapa kamu terlambat,” balas salah satu pria di sana. “Aku juga rela terlambat kalau membawa wanita seindah ini ke pesta.”
“Benar. Pantas saja Raymond jarang lembur ya. Aku juga tidak mau kerja lembur kalau tahu di rumah ada wanita secantik ini.”
Raymond hanya terkekeh menanggapinya. Sementara Velicia tersenyum sopan di hadapan para atasan sang suami, meskipun ada sesuatu yang mengganjal di hatinya saat mendengar semua pujian itu.
Kenapa ucapan si atasan mengatakan seolah-olah Raymond tidak pernah lembur? Bukankah selama beberapa bulan belakangan ini, Raymond selalu bekerja hingga larut?
"Suatu kebanggaan bagi kami bisa bertemu dengan wanita secantik kamu, Velicia.” Salah seorang pria lain di sana berkata. Velicia menoleh ke arahnya dan mengangguk, karena Raymond menyuruhnya untuk tidak terlalu banyak bicara di acara seperti ini. Pria itu kemudian menyodorkan segelas minuman warna merah padanya.“Minumlah ini,"
Velicia mau tidak mau menerima gelas tersebut. “Terima kasih,” ucapnya, tapi tidak kunjung meminumnya.
“Kenapa tidak diminum?” tanya pria yang sama kemudian.
“Ah.” Velicia menunduk menatap minuman di tangannya dan kembali mendongak sedetik kemudian.
Detik itu jantungnya berdebar lebih cepat saat mendapati semua pasang mata itu sedang melihat ke arahnya dengan sorot mata ganji. Seakan … mereka sangat ingin menelanjanginya.
“Ayo diminum.” Pria yang merupakan atasan suaminya itu kembali berkata. “Biar kamu lebih rileks.”
“Mohon maaf, Tuan,” ucap Velicia memberanikan diri. “Saya kurang bisa minum minuman beralkohol.”
“Manis sekali,” puji pria yang sama. Lalu pada Raymond, pria itu menambahkan, “Apakah kamu melarangnya minum, Raymond?”
“Tidak, Tuan.” Raymond langsung menyangkal. Ia menoleh pada Velicia dan tersenyum. “Sayang, kamu dapat sambutan hangat dari pria-pria terhormat ini,” ucapnya. “Bukankah tidak sopan kalau kamu tidak menanggapinya?”
Pria itu mengangkat gelas di tangan Velicia mendekati bibir wanita itu.
“Ray, tapi aku–”
“Minum,” desis Raymond, hampir tidak menggerakkan bibirnya. Mengancam Velicia dengan sorot matanya, membuat wanita itu langsung tegang. “Jangan menyulitkanku.”
Raymond terlihat lesu duduk di sofa ruang tamu dengan penampilan berantakan. Kemeja kerjanya kusut dengan satu kancingnya yang terbuka. Dasi dan jasnya masih berada di atas sofa semenjak dilemparnya semalam, ketika akan keluar mencari Velicia. Rambutnya sangat jauh berbeda dari gayanya sehari-hari. Rambut yang biasanya rapi, kini menjadi berantakan, tidak beraturan layaknya orang yang sedang frustasi.Dia menghabiskan malamnya untuk mencari Velicia yang sedang mengandung, dan kini telah berstatus sebagai mantan istrinya. Raymond sangat menentang hasil perceraian tersebut. Baginya hasil persidangan tanpa kehadirannya tidak akan sah meskipun sudah tercatat resmi menurut pengadilan dan negara. "Raymond!""Ray!""Buka pintunya!"Mata Raymond yang sedikit terpejam, seketika terbuka lebar. Dia bergegas berjalan cepat menuju pintu, berharap Velicia lah yang datang dan memanggil namanya.Senyuman sumringahnya seketika musnah, berganti dengan wajah datar yang menyembunyikan rasa kesal pada so
Raymond berjalan dengan lesu. Langkahnya terasa berat masuk ke dalam rumahnya. Dia menghela napas mendapati rumahnya yang terasa hening dan sepi. Bahkan terlalu kosong untuk rumah yang masih berpenghuni.Lagi-lagi dia merasa kesepian. Sepasang matanya menatap ke arah kamar belakang yang pintunya dalam keadaan tertutup."Pasti dia sudah tidur," gumamnya tidak bersemangat.Tidak dipungkiri sejak Velicia dinyatakan sedang mengandung, wanita itu selalu saja mudah mengantuk, sehingga Raymond tidak memprotesnya. Berbeda dengan sebelumnya yang harus ada setiap kali dibutuhkan oleh Raymond. Bahkan sebelum Raymond tertidur pulas, Velicia dilarang untuk tidur mendahuluinya.Pandangan mata Raymond tertuju pada sebuah amplop besar berwarna coklat yang berada di atas meja makan. Merasa sangat penasaran, dia pun bergegas mengambilnya. Seketika matanya terbelalak melihat lembaran isi dari amplop tersebut. "Tidak. Ini tidak mungkin," ucapnya sambil membaca lembaran itu secara teliti.Berkali-kali Ra
Di tengah kesibukan Raymond menyiapkan pernikahannya, Velicia menyiapkan kepergiannya dari rumah mereka. Hanya tinggal menunggu waktu saja untuk menerima surat resmi perceraian mereka yang diurus oleh pengacara Arion.Siang ini, Arion mengajak Velicia untuk bertemu di tempat biasanya. Dengan hati berdebar, Velicia menunggu kedatangan mantan kekasihnya itu, berharap pria tersebut membawa berita baik untuknya."Ini. Bukalah," ucap Arion sambil meletakkan sebuah amplop besar berwarna coklat di atas meja."Apa ini?" tanya Velicia pada mantan kekasihnya yang duduk di hadapannya.Arion tersenyum menggodanya. "Bukalah. Kamu pasti akan senang melihatnya," jawabnya dengan mantap.Velicia menatap serius padanya. "Di dalam amplop itu ada sebuah hadiah yang aku persembahkan untuk ibu anakku," imbuh Arion kemudian."Apa mungkin ...." Perkataan Velicia tidak dapat diselesaikannya. Dia mendapatkan anggukan kepala dari Arion. CEO muda itu membenarkan pikiran mantan kekasihnya.Dengan tangan gemetar V
Berdasarkan perdebatan Raymond dengan kedua orang tuanya dan juga Sandra mengenai pesta pernikahannya, akhirnya mereka memutuskan untuk mengadakan pesta pernikahan itu semewah dan sebesar keluarga kelas atas pada umumnya. Tidak hanya itu saja, mereka menyuruh Raymond agar segera membeli rumah mewah untuk tempat tinggalnya setelah menikah dengan Sandra. "Jangan perhitungan, Ray. Nanti juga kamu akan mendapatkan lebih besar lagi dari yang kamu keluarkan," tutur Alexander dengan gaya bijaknya setelah Raymond mengantarkan Sandra pulang. Anna duduk di sebelah suaminya, dan menyahuti ucapan suaminya, "Benar, Ray. Mereka tidak mungkin membiarkan putri berharganya keluar dari istana dengan tangan kosong. Buktinya mereka masih memikirkan pesta pernikahan putrinya dan tempat tinggal setelah putrinya menikah. Apa kamu tidak berpikir jika ini merupakan salah satu ujian dari mereka untukmu?" Raymond menghela napasnya. Yang menjadi pertanyaannya saat ini adalah ... dari mana uang untuk membay
"Kapan kalian menikah?" tanya Thomas Brooks ketika Sandra memberitahukan keinginan calon mertuanya untuk bertemu dengan mereka."Karena itulah orang tua Raymond ingin menemui kalian untuk membicarakan tentang pernikahan kami," jawab Sandra sambil tersenyum tipis.Pria paruh baya itu menatap sekilas pada wanita muda yang sudah diangkat menjadi anaknya, kemudian perhatiannya kembali pada kertas-kertas yang ada di hadapannya."Katakan pada mereka kami setuju dengan keputusan mereka. Kapan saja dan di mana saja mereka akan mengadakan pernikahan kalian," tuturnya tanpa melihat ke arah putrinya."Tapi, Pa ... Mereka--"Sontak saja pria paruh baya itu melihat ke arah Sandra yang sedang duduk di hadapannya. "Kami hanya perlu datang dalam pernikahan kalian sebagai walimu, bukan?" tanyanya dengan tegas.Seketika Sandra terdiam. Bibirnya kembali tertutup. Dia mengangguk sebelum akhirnya menundukkan kepalanya."Seberapa besar dan hebatnya pesta pernikahan kalian akan memperlihatkan strata sosial
Beberapa barang Velicia sudah dimasukkan ke dalam koper miliknya. Sama seperti awal dia datang ke rumah itu, Velicia hanya membawa dua koper yang berisi barang pribadinya tanpa membawa barang-barang yang dibeli menggunakan uang Raymond. Semua pakaian, perhiasan, sepatu yang dibelikan Raymond untuk menunjang penampilannya sebagai boneka hiasan suaminya di depan atasan dan koleganya, ditinggalkan begitu saja di tempatnya.Namun, ada sebuah gaun pesta dan sepasang sepatu berwarna senada di dalam koper tersebut yang tidak pernah dikeluarkannya. Semua itu pemberian dari Arion. Gaun pesta dan sepasang sepatu dari desainer ternama itu terlihat sangat mewah dan anggun ketika dipakainya. Velicia sengaja membawanya karena kenangan mereka sangatlah berharga untuknya. Dan ada sedikit harapan kala melihat benda kenangan tersebut, dia ingin bertemu kembali dengan sang mantan, dan menikah dengannya.Tentu saja itu hanya harapan kecil darinya. Akan tetapi, harapannya ketika terpaksa menerima perjodoh