Velicia tidak menduga, jika dia akan menemukan surat gugatan cerainya yang sudah dibubuhi dengan tanda tangan suaminya di dalam lemari tempat penyimpanan dokumen. Tadinya dia hendak mengambil surat gugatan cerai tersebut untuk mencuri cap jempol suaminya ketika sedang tertidur lelap. Niat itu pun dibatalkannya."Sekarang aku hanya tinggal mencari cara untuk segera memprosesnya," gumamnya sambil tersenyum bahagia. Matanya berbinar membayangkan dirinya telah terbebas dari sangkar yang dibuat oleh sang suami."Sayang! Apa sudah selesai?!" seru Raymond sambil bangun dari tidurnya. Kedua tangannya mengusap-usap matanya sembari menguap.Velicia segera meletakkannya di tempat yang aman. Dia bergeser ke lemari pakaian agar tidak menimbulkan kecurigaan pada suaminya."Baru saja selesai. Tadinya aku akan membangunkan mu, tapi melihat tidurmu sangat pulas, aku tidak tega," tuturnya sambil membuka pintu lemari pakaian, tanpa menoleh ke arah suaminya.Sontak saja Raymond menoleh ke arah suara ters
Setelah mengantar Sandra pulang ke rumah, Arion kembali mengendarai mobilnya untuk menuju ke tempat yang sedang dipikirkannya. Mobil mewah yang dikendarainya terparkir tidak jauh dari rumah orang tersebut."Tolong keluarlah sebentar, Ve," gumamnya dari dalam mobil sambil menatap rumah yang bagaikan penjara bagi sang mantan.Entah apa yang membuatnya kembali datang ke tempat itu. Hatinya lah yang membuatnya tergerak untuk menemui wanita masa lalunya. Setelah beberapa saat berlalu, Arion belum juga melihat Velicia keluar dari rumahnya. "Apa yang sebenarnya aku lakukan di tempat ini?" tanyanya pada diri sendiri sambil tersenyum tipis menertawakan dirinya.Dia sendiri tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika sang mantan kekasih keluar dari rumah tersebut. Yang dilakukannya hanyalah menuruti kata hatinya. Arion tidak bisa berpikir jernih saat ini. Kekhawatirannya pada wanita yang menyita pikirannya itu membuatnya tidak bisa bekerja saat ini.Lamanya waktu yang berlalu hanya digunakannya
Sepasang mata Hazel milik Velicia membelalak. "Tidak. Tidak mungkin," ucapnya lirih sembari menutup bibir mungilnya dengan tangan kanannya."Kenapa Mama berubah pikiran? Bukankah tadi Mama menginginkan--""Dari mana saja kamu, Ray? Sudah sejak tadi kamu meninggalkan rumah kami. Untung saja kami bertemu denganmu, jika tidak ... sia-sia saja kami datang ke sini," sahut Alexander sambil berjalan menghampiri sang putra.Pria paruh baya itu melihat sekilas ke arah jendela rumah putranya. Dia sengaja mencegah Raymond agar tidak membahas tentang warisan keluarga mereka dengan mamanya. Ekor matanya menelisik, dan dia yakin jika sosok di balik tirai pada jendela tersebut adalah Velicia, menantu yang kini akan mereka pertahankan demi mendapatkan warisan dari sang kakek.Raymond terkekeh. "Ada apa ini, Pa? Tumben sekali Papa datang ke sini. Lagi pula sejak kapan Papa mengurusi kepulanganku?" tanyanya sembari menatap heran pada papanya."Pa! Kenapa jadi membahas hal lain?!" tegur sang istri, kes
Parasit? Sebegitunya sang ibu mertua Velicia menilai menantunya. Rasa tidak sukanya membuat wanita paruh baya itu selalu memusuhinya. Tidak heran jika Anna selalu mencari-cari kesalahan dari menantu yang sama sekali tidak diharapkannya. "Lagi pula, kenapa kakekmu itu meminta kakek Velicia untuk menikahkan cucunya denganmu sebagai pelunasan hutangnya? Lebih bernilai sejumlah uang yang terus berbunga daripada menjadikan Velicia sebagai bagian dari keluarga kita," ujar Anna menggebu-gebu. Dia sangat kesal ditinggal begitu saja oleh calon menantu idamannya, dan melampiaskan kekesalan hatinya itu pada sang menantu yang sedang tidak bersama dengan mereka."Karena itulah aku tidak bisa menceraikannya. Dalam surat wasiat Kakek jelas tertulis, aku harus menjadikan Velicia sebagai istriku. Jika aku menceraikannya, sudah pasti warisan Kakek akan dilimpahkan ke Panti Asuhan yang dituliskan dalam wasiatnya," tutur Raymond dengan sedikit lega. Kini, dia mempunyai alasan yang kuat di hadapan kedua
"Apa maksudnya, Ray?" tanya Anna dengan tatapan menyelidik.Raymond tidak menjawab pertanyaan dari mamanya. Pandangan matanya masih saja tertuju pada wanita yang menuduhnya telah membohonginya."Ada apa, Sayang? Aku berbohong tentang apa?" tanya Raymond, serius.Sandra menatap intens kedua mata pria yang berjanji akan menikahinya. Dia berharap jika pesan yang dikirim oleh sang kakak tidaklah benar."Apa benar kamu belum bercerai dengan istrimu?" tanyanya dengan serius.Seketika tubuh Raymond menegang. 'Shit! Siapa yang memberitahunya?' batinnya mengumpat marah."Bukankah kamu bilang padaku, jika kalian sudah bercerai?" tanya Sandra kembali menyelidik.Sontak saja sepasang suami istri paruh baya itu mengalihkan pandangannya pada sang putra. "Raymond!" panggil wanita paruh baya itu, tidak sabar mendengar jawaban dari putranya."Tentu saja, Sayang. Bukankah aku sudah memberitahukan semuanya padamu?" tutur Raymond dengan gugup. Dia kembali dihadapkan dengan masalah yang sama.Ponsel Sand
Velicia kembali dibuat kaget oleh Arion. Pasalnya pria masa lalunya itu memberitahukan fakta yang membuatnya tercengang."Lalu, di mana dia sekarang? Apa kamu mengetahuinya? Bukankah mereka seharusnya mengadakan pertemuan di rumah ini? Atau mungkin--""Tadinya aku kira pernikahan itu akan diadakan di rumah ini. Karena itulah aku menyuruhmu untuk segera pergi. Tapi, nyatanya sampai detik ini mereka belum sampai di rumah ini. Mungkin saja acaranya diadakan di tempat lain," sahut Velicia sembari memikirkan tempat yang mungkin didatangi oleh suaminya.Arion mengerutkan dahinya. Dia menatap Velicia seolah sedang menunggu informasi darinya."Di mana? Apa kamu mengetahuinya?" tanyanya, penasaran.Velicia menggeleng. "Aku tidak tahu pastinya di mana. Apa mungkin mereka menyewa tempat semacam restoran atau ... hotel?" tebaknya dengan tidak yakin. Dia hanya menduga-duga saja, mengingat tempat di mana suaminya sering menghadiri sebuah acara penting. Di samping itu dia tahu betul jika sang suami
"Bukan pernikahan seperti ini yang aku harapkan. Sejak kecil aku memimpikan pernikahan yang diselimuti kebahagiaan dan juga berlimpah dengan kasih sayang, serta menerima banyak cinta dari seorang pangeran tampan pemilik istana putih," ucap Velicia lirih sambil tersenyum kecut menatap album foto yang dikeluarkannya dari sebuah kotak besar."Benarkah? Bukankah pangeran itu adalah aku?" Velicia terhenyak. Tiba-tiba saja terdengar suara seorang pria yang sangat familiar di indera pendengarnya.Seketika pipinya bersemu merah. Velicia memalingkan wajahnya, menyembunyikan wajah cantiknya yang merona karena merasa malu pada pria masa lalunya."Kenapa kamu berada di sini, Arion?" tanyanya tanpa menatap sang mantan."Katakan padaku, apa yang sedang terjadi padamu. Kenapa aku tidak bisa menghubungimu? Kamu juga tidak membalas semua pesanku. Apa terjadi sesuatu padamu? Atau mungkin aku berbuat salah padamu?" Arion memberondong Velicia dengan sederet pertanyaan yang menghantui pikirannya sejak ti
Pagi ini Velicia harus melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Entah apa yang dirasakannya saat ini. Apa dia bahagia ketika diharuskan untuk menyiapkan keperluan suaminya yang akan meminang wanita lain? Atau mungkin dia merasa sedih karena sejatinya istri mana yang bahagia menyiapkan pernikahan suaminya dengan wanita lain?Velicia pun tidak mengetahui persis perasaannya saat ini. Ada rasa bahagia karena kemungkinan besar perceraiannya akan segera terwujud, jika suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Akan tetapi, ada juga rasa sakit dan juga kecewa karena pengkhianatan sang suami yang tidak pernah menganggapnya sebagai istri sepenuhnya."Tidak kusangka hari ini tiba juga. Hari di mana aku harus menyiapkan pakaian yang akan digunakan suamiku untuk menikahi wanita lain," gumamnya sembari tersenyum getir menatap setelan jas berwarna hitam pekat yang telah disiapkannya.'Tidak Velicia, kamu harus bahagia. Tidak ada waktu untu meratapi kesedihanmu. Gunakan semua ini sebagai kesempa
Velicia terkesiap. "A-apa? Membantumu?" tanyanya dengan gugup. Kedua tangannya mencengkeram kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. Jantungnya berdegup kencang melihat tatapan mata sang suami yang seolah ingin menerkamnya."Apa yang kamu inginkan dariku?" tanyanya kembali, gugup. Dia tidak ingin kembali disentuh oleh suaminya, terlebih lagi untuk melayani nafsu bejatnya yang berkedok hukuman baginya."Kenapa? Apa kamu menginginkannya?" tanya Raymond sembari tersenyum licik.Velicia menegakkan duduknya, membusungkan dadanya dan meluruskan dagunya dengan penuh percaya diri. "Jangan berharap! Aku tiidak pernah menginginkan hal itu darimu!""Benarkah?" tanya Raymond sambil tersenyum miring. Hatinya merasa kesal mendengar ucapan sang istri yang seakan menolak dan menghinanya dalam waktu bersamaan."Bukankah kamu sangat menikmatinya?" tanyanya kembali sembari tersenyum licik.Velicia menatap tajam pada pria tersebut. Sorot matanya penuh akan kebencian pada pria yang berstatus sebagai