Share

Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi
Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi
Author: Kom Komala

Bab 1 Selalu saja direndahkan

Author: Kom Komala
last update Huling Na-update: 2022-08-20 16:45:31

Hanya Karena

Tak Berpendidikan Tinggi

Part 1

***

"Mas, Afni besok harus bayar uang sekolah. Dua ratus ribu lagi. Uang yang Mas kasih sama Hanah tidak cukup." Kuhampiri Mas Jimy setelah ia selesai makan dan duduk di kursi minimalis.

Ia menoleh. "Aku kasih uang sama kamu lima ratus ribu. Harusnya cukup untuk makan satu minggu plus bayaran sekolah." Pandangannya masih biasa.

Aku menunduk. "Iya, tapi 'kan bayaran uang sekolah Afni itu tiga ratus lima puluh ribu. Sisa uang makan cuma seratus lima puluh ribu, Mas. Kata kamu harus cukup satu minggu, kan?" jawabku lembut sambil menunduk.

"Ini, nih! Pendidikan kurang ya gini. Gak bisa memenej uang. Hambur terus!" celetuknya.

Deg!

Hambur?

Aku rasa uang segitu yang ia kasih plus untuk bayaran sekolah, apa iya cukup?

"Kok kamu bahas itu lagi sih, Mas? Kalau masalah uang, apa urusannya? Memang di jaman serba mahal ini, cukup uang makan seratus lima puluh ribu untuk kita berempat?" jawabku dengan nada pelan supaya ia tak tersinggung.

"Heh, Hanah! Dulu, Ibu di kasih uang belanja sama almarhumah bapak Jimy itu cuma seratus ribu. Cukup untuk makan dan beli alat-alat rumah tangga." Tiba-tiba ibu mertua datang dan ikut nimbrung.

Jelaslah, Bu, ibu hidup di jaman apa? Kalau dulu seratus ribu? Itu artinya sekarang harusnya sampai lima kali lipat.

Aku diam saja.

"Tahu, nih!" Mas Jimy nampak mendukung ucapan ibu. Lalu dia beranjak dari kursi.

"Jadi gimana, Mas?" tanyaku lagi setelah ia melangkahkan kaki.

"Itu urusan kamu. Potong saja uang makan minggu depan. Gak harus lunas sekarang, kan?" jawabnya tak ada itikad baik. Selalu saja uang belanja yang dicoceng.

"Tapi kamu pasti cuma kasih uang belanja dua ratus lima puluh ribu, Mas. Sedangkan bayaran Afni harus lunas bulan ini." Kujawab saja karena memang benar demikian.

"Gak tahu. Aku sudah kasih lebih minggu ini. Dan itu urusan kamu. Makanya sekolah yang tinggi, biar bisa kerja dan bantu suami!" celetuknya malah makin parah. Aku malas berdebat. Apalagi tatapan Ibu Mertua sudah tak enak. Kok kali ini Mas Jimy bahas soal aku yang tidak kerja?

Mas Jimy nyelonong ke arah teras depan. Lalu kudengar ia hidupkan mesin roda dua miliknya. Dia pergi.

"Jadi wanita harus pintar menej uang. Kayak Ibu," sungut ibu membanggakan dirinya dan seakan menyudutkanku.

"Tapi Ibu tak mengerti ...."

Ibu memotong. "Alah! Alasan! Bilang saja kamu mau pakek uangnya buat kredit baju di si Sari. Iya, kan?" sungut ibu lagi menuding tanpa bukti. Lalu ia pergi.

Ah sudahlah. Berdebat saja tak mungkin selesai. Selalu aku yang salah.

Namaku Hanah Sri Ningrum. Nama itu adalah nama pemberian dari kedua orang tuaku yang kini tinggal di kampung seberang. Mereka memang kurang mampu. Maka dari itu mereka hanya mampu menyekolahkanku sampai jenjang SMA. Ingin kuliah, tapi biayanya mahal. Walaupun saat itu aku bisa masuk dengan SNMPTN, tapi tetap saja, ada biaya lain yang cukup besar. Dan saat itu, berbarengan dengan bapak yang sakit-sakitan lalu di rawat. Membutuhkan biaya banyak hingga aku kerja serabutan tak memikirkan lagi pendidikan.

Sayang. Bapak sudah meninggal. Sakit yang ia derita mengalahkan semuanya. Hingga ia meninggal di usianya yang genap lima puluh tahun.

Aku di persunting oleh pria yang bernama Mas Jimy, ketika itu ia terpincut olehku kala aku selalu berdagang keliling sampai ke kampung ini. Entah bagaimana, kami bisa dekat, hingga tak lama setelah itu kami menikah. Dan kini kami sudah di karuniai buah hati seorang wanita yang bernama Afni Aprilia Yuswandari. Kami embeli dengan nama sebuah bulan, yaitu April, itu karena ia terlahir ke dunia tepat di tanggal satu bulan April. Dan kini usianya sudah genap tujuh setengah tahun.

Aku menikah dengan Mas Jimy. Meninggalkan ibu karena niat untuk berbakti padanya. Namun, Mas Jimy belum punya rumah, jadi terpaksa kami tinggal di rumah ibu. Tapi itu dulu. Dan sekarang, setelah menikah Mas Jimy bekerja, ia bisa belikan rumah untukku walaupun terbilang sederhana. Namun lebih bagus dari rumah sebelumnya yang sudah Ibu jual dengan alasan, usang. Tak bisa di pakai lagi. Kalau di diamkan, nanti makin rusak.

Jadi, kini kembali aku tinggal bersama ibu mertua. Satu rumah ada aku, Afni, Mas Jimy dan ibu mertua. Yang keseringan telinga ini pengap dengan ocehannya. Apalagi ketika ia bahas pendidikanku yang rendah sekali. Tak seperti Mas Jimy, anaknya yang memiliki gelar sarjana ekonomi.

Sejak awal mereka tahu tentang jati diriku sebenarnya, tapi, setelah menikah, bila kekesalan datang, tetap saja masalah pendidikanku selalu di kait-kaitkan. Apalagi dalam masalah keuangan, yang sejak awal sampai sekarang, selama delapan tahun lebih, dia selalu perhitungan. Selalu suruh aku buat tulis pengeluaran, lah, karena jika ia meminjam, lalu aku tagih untuk uang belanja kembali, dia lupa. Entah pura-pura lupa. Maka dari itu supaya di kembalikan, aku harus mencatatnya. Itupun kadang ia mengelak.

Huwh ... seringkali aku pusing dan menyerah, tapi, demi anakku, demi rumah tanggaku, terutama ibu yang mungkin akan sedih bila aku mundur, aku selalu tabah. Yang terpenting suamiku tak main gila dengan wanita. Kalau masalah memanage uang, biarlah, toh selama ini aku bisa. Walaupun pada akhirnya di maki karena teman nasi makin kesini makin sederhana. Tapi itu sudah biasa.

***

Satu bulan kemudian.

"Han, gaji aku bulan ini mau buat depe mobil. Aku mau beli mobil." Tiba-tiba Mas Jimy mengutarakan niatnya. Depe mobil?

"Tapi, Mas ...."

"Ah, gak ada tapi-tapian. Aku 'kan udah kerja di kantor. Kalau gak pakek mobil itu malu. Uangnya udah ada tiga puluh juta buat depe. Jadi minggu ini kamu aku kasih uang belanja seratus ribu saja, ya? Kurang dikit entar aku kasih." Dia kembali menyemangati niatnya karena gengsi.

Aku benar kaget dengan ucapannya yang jujur memiliki uang sebesar tiga puluh juta, tapi ketika aku meminta bayaran uang sekolah Afni, harus di cicil beberapa kali. Bahkan mengambil uang belanja yang pas-pasan.

"Kamu yakin? Gak sayang dulu uangnya? Nanti, kalau kamu kerjanya bagus, sudah naik jabatan, pasti kamu juga dapat inventaris, Mas," komentarku.

Dia malah marah. "Jangan sok tahu! Kamu gak ada pengetahuan tentang perkantoran. Jangan sok ngajari. Aku lebih mengerti. Dan kalau aku malu, kamu juga akan kena malu!"

Seperti biasa, ketika dia menaikan nada sampai beberapa oktaf, aku lebih memilih diam dan mencari kesibukan lain. Toh niatnya pasti akan tetap dia laksanakan.

"Besok aku mau cari mobilnya. Kamu gak usah ikut." Dia bicara sambil pergi.

Astaghfirullah!

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi   Season 2 BAB 55

    PoV Maya***Akhirnya kami bisa mendapatkan tiket dadakan meskipun harganya memang mahal. Aku tiba di NTT subuh-subuh. Aku berharap di sini bisa bertemu dengan suami yang entah di mana menginapnya. Yang jelas di sini banyak hotel yang bisa saja menjadi kemungkinan tempatnya menginap."Ma, enak juga ya liburan ke sini. Udah lama nggak ke sini," kata anakku dengan tengilnya. Ke sini kami akan melabrak pelakor tapi dia malah mementingkan pemikirannya mengenai liburan."Kamu bukan mau enak-enakan ke sini, tapi kamu mau labrak papamu yang berbohong sama Mama.""Halah, Ma, Ya sambil liburan aja. Aku juga akan tanyain ke orang-orang untuk melihat detail dari fotonya si Nindy. Siapa tahu mereka mengetahui ada di mana posisi tersebut.""Iya, soalnya waktu kita ke sini pun bukan hotel seperti itu bentukan dalamnya.""Iya, Ma. Aku akan tanyakan."Baru turun dari bandara darah ini sudah mendidih lagi. Kalau dicek suhunya Mungkin saja bisa sampai ratusan derajat. Begini memang enaknya banyak uang,

  • Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi   Season 2 BAB 54 Lombok

    PoV Maya***"Maaf, Bu, saya memang pergi ke Pontianak tapi dengan GM perusahaan. Kalau bapak sepertinya ada kepentingan yang lain, Bu. Bapak tidak di sini dengan kami. Kami juga akan pulang besok hari."Aku sangat kaget mendengar pernyataan dan penjelasan yang dikatakan oleh asisten pribadi suami. Ternyata benar, Mas Brata tidak pergi ke Pontianak melainkan dia sedang berada di tempat lain. Bagaimana tidak kini batinku semakin rusuh. Aku telah menduga hal-hal lain yang semakin negatif dari sebelumnya."Kamu Beneran tidak sedang dengan bapak?" tanyaku untuk kembali memastikan. Siapa tahu memang suamiku ada di sana tapi tidak sedang berada dengan mereka."Memangnya Ibu tidak tahu bapak ke mana? Saya pikir beliau akan menghubungi Ibu. Memang sejak 3 hari yang lalu, bapak ke sini dulu, hanya saja beliau langsung pergi. Tapi beliau tidak mengatakan akan pergi ke mana. Saya pikir beliau kembali lagi ke sana."Deg!Semakin tajam saja pemikiranku ini atas apa yang sedang dilakukan oleh suam

  • Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi   Season 2 BAB 53 Persis Sama

    PoV Maya***Kalau tidak salah aku memang pernah membeli celana kolor itu untuk si Papa. Kalau beli aku tidak hanya satu tapi ada beberapa namun dengan motif yang sama. Aku pun segera mengecek ke rumah, ke lemari pakaian si papa untuk melihat apakah benar atau tidak Itu mirip dengan yang si papa pakai.Aku langsung menuju lemari dan melihat untuk menyamakan celana kolor yang ada di postingan si Nindi itu dengan milik suami. Gila saja otakku memikirkan mengenai mereka. Tidak mungkin anak itu mau dengan suamiku. Mas Brata kan sudah tua."Ma, gimana mama udah ketemu?" tanya anakku."Ketemu apa?" ucapku balik."Ya disamain itu kolornya si papa sama si Nindi. Jangan-jangan perempuan itu lagi sama si papa."Dugaan putriku benar-benar membuatku marah dan kesal. Tidak mungkin Nindy melakukan hal itu, bisa jadi memang pria itu memiliki celana kolor yang sama dengan suamiku."Kamu jangan ngomong macam-macam. Si Nindy itu seleranya si Satria bukan si papa. Kamu jangan macam-macam kalau ngomong.

  • Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi   Season 2 BAB 52 Celana Kolor

    "Heh, kamu jangan ngada-ngada ya, Res. Stop bikin kisruh Papa dan Mama. Kamu jangan sampaikan berita-berita kayak gitu. Aku tahu kok kalau kamu mungkin sengaja ingin membuat rusuh suasana. Kamu tahu kan kalau mama dan papa itu memang pernah ada konflik." Putrinya Mbak Maya nimbrung tidak menerima atas apa yang diinformasikan oleh Resti."Ya, bukan begitu. Hanya kalau beneran ke Lombok kok gak ngajak-ngajak sih." Hanya itu tanggapan Resti. "Coba kamu telepon di mana papa kamu sekarang. Coba VC!" Mbak Maya tiba-tiba menyuruh putrinya untuk melakukan video call dengan papanya. Akhirnya memang itu dilakukan oleh putrinya Mbak Maya.Resti sedikit nyengir karena dia seperti salah telah mengatakan hal itu. Jadi memang dia pikir Mas Brata itu pergi ke Lombok."Gak diangkat, Ma. Mungkin papa sedang sibuk," ujar putrinya Mbak Maya. Dia seperti mencoba berulang kali namun sepertinya hasilnya sama."Coba biar Mama yang hubungin." Mbak Maya yang menghubungi suaminya. Dia juga sepertinya tidak me

  • Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi   Season 2 BAB 51 Acara 4 Bulanan

    Saat ini usia kehamilanku sudah menginjak 4 bulan. Tidak terasa waktu ini sangat singkat sehingga kami hanya menunggu lahiran 5 setengah bulan lagi. Aku dan suami belum melakukan USG karena janinnya juga pasti baru terbentuk dan bernyawa. Biarkan nanti saja setelah mendekati waktu persalinan kami melihat si jabang bayi. Kami sudah memiliki dua anak perempuan dan keinginannya adalah bayi laki-laki. Hanya saja setelah aku pikirkan mau perempuan mau laki-laki yang lahir itu adalah kehendak dari Tuhan. Itu adalah rezeki yang harus kami jaga sebisa kami dan semampu kami.Di rumah hari ini ada selamatan 4 bulanan. Di waktu inilah katanya janin kami diberikan nyawa. Maka dari itu tasyakuran 4 bulanan lebih diutamakan. Apalagi sebagai salah satu cara kami untuk mengeluarkan rezeki dan berbagi dengan orang-orang sekitar. Tetangga dan anak-anak yatim kami undang ke rumah. Semua keluarga pun tentu tidak terlupakan.Hanya doa yang kami pinta dari mereka. Semoga calon bayi kami kelak lahir dengan

  • Hanya Karena Tak Berpendidikan Tinggi   Season 2 BAB 50

    Aku tadi melihat dari kaca spion, anaknya Mbak Maya dengan brutal lari ke arah kendaraan milik papanya. Dia berhasil menyergap perempuan yang sedang bersama ayahnya dan entah hal apa yang dia lakukan. Ibu, bapak, dan anak sama saja. Sama songongnya dan sama pintar berskenario.Saat ini aku masih berkendara membelah jalan raya untuk sampai di rumah. Perasaan, dari tadi di belakang ada yang mengikuti. Dari kaca spion depan dan samping aku bisa melihatnya. Mobil itu terus saja membuntutiku.Ah, teringat dengan skenario Mas Brata kemarin. Aku tak boleh terjebak lagi. Sejak saat ini aku harus lebih hati-hati, bahaya memang selalu mengancam.Aku injak pedal gas untuk menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi. Kulihat pula kendaraan di belakang semakin kencang melajunya, jelas-jelas kendaraan itu memang mengikuti kendaraanku.Saat ini aku akan memancing kendaraan itu untuk mengarah ke jalan yang sunyi. Aku sudah menghubungi seseorang untuk menolongku. Aku menginformasikan padanya ada kendaraa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status