Share

2. Kok Jadi Gini?

Gauri memang suka menjadi pusat perhatian semua orang. Saat dia mendapat peringkat pertama di sekolah, mendapat beasiswa di universitas bergengsi serta menjadi pegawai teladan di kantor. 

Namun saat ini untuk pertama kalinya Gauri tidak menyukai saat dirinya menjadi pusat perhatian.

"Gauri Alidya."

Sejak Satya menyebut namanya, dunia Gauri seakan terhenti. Bahkan dia sudah tidak sadar ponsel yang sejak tadi di tangan kini jatuh di atas lantai hingga membuat layarnya rusak parah.

Semua orang kaget akan pernyataan Satya. Si pengantin wanita sampai menangis keras seraya memeluk sang ibu. Lia tak kuasa mendengar kenyataan yang begitu pahit.

"SATYA!!!" teriak Ayah Lia murka.

"Maaf, Pak. Tapi tolong mengertilah. Saya tidak bisa menikah dengan Lia saat saya mencintai orang lain," ujar Satya membuat semua orang di sana semakin marah.

Sementara Gauri hanya bisa bergeming di tempatnya. Jujur dia sedang mencoba mencerna apa yang terjadi di sini. Bahkan beberapa pertanyaan dari Clara dan orang-orang yang ada di sana gadis itu abaikan. Tepatnya dia tidak tahu harus merespon seperti apa.

"Kenapa kamu gak mengatakannya sejak awal? Kamu sengaja mau bikin keluarga saya malu, huh?!" Emosi Ayah Lia masih menggebu-gebu.

Satya hanya bisa menundukkan kepalanya. "Maafkan saya, Pak," lirihnya kemudian berjalan ke arah Gauri. Wanita itu menatapnya kosong dan tanpa aba-aba Satya menggenggam tangan Gauri dengan erat.

Kejutan Satya belum berakhir di sana. Bahkan hal yang selanjutkan pria itu katakan membuat Lia dan ibunya sampai jatuh pingsan.

"Maafin saya, Gauri. Saya janji akan bertanggung jawab dan memberikan status pada anak kita."

Tunggu!

Apa?

"Jadi kamu udah hamil, Ri?" tanya Clara membuat semuanya semakin jelas.

***

Pesta pernikahan yang seharusnya menjadi momen paling membahagiakan justru berubah jadi momen penuh tangis.

Lia yang penampilannya sudah sangat kacau terus menangis histeris di dalam kamarnya. Bahkan Ayah dan Ibunya sudah merasa kewalahan menghadapi Lia. Wanita itu juga sudah beberapa kali jatuh pingsan tak kuasa menahan sakit hatinya.

"Ini gimana sih, Pak? Kata Bapak Satya gak punya pacar lalu sekarang apa? Bahkan pacarnya sudah sampai hamil begitu!" kesal Ayah Lia meluangkan seluruh rasa sakit hatinya pada Ayah dan Ibu Satya yang baru saja sadar dari pingsannya.

"Saya juga tidak tahu apa-apa, Pak," jawab Ayah Satya hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Gak tau gimana? Dia kan putra kalian!" tambah Ibu Lia ikut menghardik orangtua Satya.

"Sungguh, Bu. Kami juga tidak tahu apa-apa," bela Ibu Satya.

Mereka tidak berbohong. Apa yang terjadi hari ini sungguh diluar kendali. 

"Kalau tau begini, saya tidak akan sudi menerima lamaran kalian. Bikin malu saja!" ketus Ayah Lia kemudian berlalu dari sana. Dia bisa saja kehilangan kendali jika terus berhadapan dengan orangtua Satya.

Sementara Si pembuat onar, Satya kini malah terkurung di salah satu kamar di rumah warga. Setelah pengakuannya tadi, hampir saja dia babak belur oleh keluarga Lia jika saja tidak ada salah seorang tamu dibantu oleh yang lain mengamankan Satya dan Gauri.

"Kak Satya udah gila, yah?" pekik Gauri. Akhirnya suaranya keluar juga. Sebenarnya sudah sejak tadi wanita itu mengomel dengan Satya yang hanya diam sambil duduk di tepi tempat tidur. Menunduk tak berani menatap Gauri.

"Kalau emang gak mau nikah ya udah. Jangan bawa-bawa orang gini dong!" Gauri masih meluangkan kekesalannya pada pria itu.

"Ya Allah! Apa dosaku hingga terjebak dalam situasi ini!" erang Gauri frustasi.

Satya mendongak menatap Gauri yang sudah seperti orang stres. Sungguh pria itu merasa sangat bersalah melibatkan Gauri dalam masalahnya. Pria itu kemudian bangkit dari duduknya.

"Maafkan saya, Gauri. Saya akan ber---"

Plak!!!

Satu tamparan Gauri mendarat dengan sempurna di pipi kiri Satya.

"Ini karena Kak Satya sudah akui saya sebagai pacar Kakak," ujar Gauri. 

Plak!!!

Ternyata tamparan wanita itu tak cukup sekali. Pipi kanan Satya juga mendapat bagiannya.

"Ini karena Kak Satya sudah lancang mengakatakan saya hamil anak Kakak."

Dan tamparan yang ketiga tak sampai mengenai pipi pria itu lagi karena dengan cepat Satya menahan tangan Gauri. Mata mereka bertemu. Mata penuh amarah Gauri dan mata putus asa Satya. Gauri merasa sedikit kasihan melihat kedua pipi Satya yang memerah. Apakah dia terlalu keras menampar pria itu? Tidak ... tidak ... Satya memang pantas mendapatkan tamparan yang seharusnya Gauri berikan padanya sejak pria itu menyeretnya dalam masalah.

"Saya minta maaf, Gauri. Saya janji akan bertanggungjawab atas semua kekacauan ini," ujar Satya mencoba meyakinkan Gauri. 

Gauri menarik tangannya dengan keras dari genggaman Satya. Wanita itu merasakan sakit dipergelangan tangannya namun ia tidak peduli. Tatapan mata Gauri malah semakin tajam seperti tak punya belas kasihan sedikitpun pada pria di depannya.

Satya sendiri membiarkan Gauri menamparnya tadi karena merasa dia memang pantas mendapatkan hal itu. Bahkan jika Gauri ingin membunuhnya, Satya tidak keberatan sama sekali. Sungguh pikiran pria itu sudah sangat kacau.

"Sudah seharusnya Kak Satya yang tanggung jawab. Jadi sekarang, ayo kita keluar dan katakan jika apa yang Kak Satya bilang tadi itu semua bohong," kata Gauri melangkah lebih dulu. 

Wanita itu sampai di depan pintu. Hanya tinggal membuka knopnya saja. Namun saat meloleh ke belakang dan mendapati Satya masih berdiri membatu di tempatnya membuat Gauri mendengus.

"Tunggu apa lagi? Ayo kita keluar dan selesaikan semuanya. Katanya Kak Satya mau tanggung jawab?" tuntut Gauri.

"Saya gak bisa!" Jawaban yang begitu singkat namun tegas.

Gauri menganga tak percaya. Sebenarnya apa mau pria ini? Apakah dia berniat mempermainkan Gauri? 

"Katanya tadi mau tanggung jawab! Gimana sih, Kak? Aku gak mau terjebak lebih lama dalam situasi gila ini!" kata Gauri. Kepalanya terasa akan pecah menghadapi sikap Satya yang plin-plan.

"Ya saya akan tanggungjawab. Tapi saya gak bisa mengakui jika ini semua hanya bohong," kata Satya kekeh pada pendiriannya. Bisa sia-sia semuanya jika Satya mengaku sekarang.

Gauri terkekeh tak percaya. "Tapi saya juga gak bisa ngikutin sandiwara Kak Satya." Gauri tidak mau harus menyandang gelar perusak pernikahan orang dan juga wanita yang hamil di luar nikah dan hanya Satya yang bisa mengembalikan nama baiknya dengan mengakui jika semuanya bohong.

"Saya mohon Gauri! Tolong saya!" mohon Satya dengan wajah memelas bahkan pria itu menyatukan kedua tangannya di depan seakan sebuah harga diri telah hilang darinya.

Gauri termangun bingung.

"Saya akan melakukan apa saja yang kamu minta bahkan jika sekarang kamu menyuruh saya untuk mencium kaki kamu ... saya siap, Gauri. Tapi saya mohon kamu mau membantu saya," kata Satya lagi membuat Gauri semakin tidak paham.

Sebenarnya apa yang terjadi sampai seorang Mahardika Satya mau melakukan hal serendah ini di depan Gauri?

Tbc....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status