Share

4. Lamaran

Penulis: Rara
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-13 20:00:05

Gauri beberapa kali menghela napas berat seraya meremat tangannya sendiri. Dia sekarang berada di dalam kamar. Duduk sendirian di atas tempat tidur. Wajahnya terlihat kesal. Bagaimana tidak, setelah menjelaskan semuanya Satya pamit pulang meninggalkan Gauri sendirian dalam keluarga yang masih kacau. 

Ck! Tidak akan meninggalkan Gauri? Buktinya pria itu tetap pergi dari sana tanpa peduli dengan keadaan Gauri. Sepertinya Gauri salah karena sudah terbawa perasaan tadi. Tapi untuk apa juga Satya tetap berada di sana? 

"Ah, bener juga," gumam Gauri merasa dirinya begitu bodoh. Sebenarnya apa yang dia harapkan dari hubungan ini?

Tok ... Tok ... Tok

Gauri mendongak melihat siapa yang datang melewati pintu kamarnya.

"Clara," lirih Gauri sedikit tersenyum melihat eksistensi Clara di sana. "Kirain kamu udah pulang," kata Gauri tanpa mengalihkan pandangan dari Clara yang kini duduk di sampingnya.

"Gimana bisa pulang dengan keadaan kayak gini, Ri," ketus Clara memasang wajah kesal.

Gauri tersenyum kikuk. Dia jadi merasa tidak enak karena menyusahkan Clara dengan masalahnya. 

Ralat. Masalah Satya yang kini menyeret Gauri. Dalam kata lain apa yang terjadi tetap menjadi masalah Gauri. Mengingatnya membuat Gauri kesal dan marah.

"Maaf, yah," kata Gauri dengan nada tidak enak.

"Udahlah, gak usah dipikirin," ujar Clara. Wanita itu lalu beranjak duduk di depan Gauri. Mereka saling berhadapan seperti orang yang akan melakukan sesi wawancara kerja. "Jadi, sebenarnya apa yang terjadi, Ri? Kenapa kamu tiba-tiba jadi pacar Kak Satya tepat di hari pernikahannya? Hamil pula?" tanya Clara dengan wajah bingung dan penasaran.

Ingin sekali rasanya bibir Gauri mengatakan semuanya, jika ini hanya sandiwara dan akal-akalan Satya saja. Namun teringat kembali janjinya pada Satya membuat Gauri bergeming. Dia hanya bisa berharap jika janji pada pria itu tak akan membuatnya menyesal di kemudian hari.

"Bukan tiba-tiba kok," jawab Gauri pada akhirnya.

Jawaban yang membuat Clara mendengus. Tak puas dengan jawaban yang diberikan sahabatnya itu.

"Terus, kenapa kamu gak pernah ngomong sama aku?" tanya Clara lagi.

Tentu saja Gauri tidak tahu harus menjawab apa karena ini semua hanya sandiwara. Tak ingin sampai salah bicara membuat Gauri hanya terdiam seraya menundukkan kepalanya. Kadang Gauri akan mengatakan hal yang seharusnya jadi rahasia jika sudah larut dalam pembicaraan.

Suara derit pintu membuat Gauri mendongak dan Clara menoleh. Itu Maria. Datang dengan keadaan yang masih kacau. Walau sudah tidak menangis lagi namun mata sembab itu masih terlihat dengan jelas.

'Kurang ajar kamu, Kak Satya. Gara-gara kamu, aku jadi anak durhaka yang membuat ibuku menangis.' Geram Gauri dalam hati. Jika saja Satya ada di sini mungkin Gauri akan menjambak rambut pria itu sampai gundul.

Clara bergeser sedikit untuk memberi ruang pada Maria agar bisa duduk juga. Dia juga tetap harus di sana. Takut jika Maria mengamuk lagi pada Gauri.

"Bu?" panggil Gauri dengan suara yang begitu pelan. 

"Usia kandunganmu sudah berapa bulan, Gauri?" tanya Maria membuat Gauri membulatkan matanya. Bibir Gauri bergetar. Sungguh dia sangat gugup.

"Li--lima minggu, Bu," jawab Gauri asal seraya memohon maaf dalam hati karena telah berbohong.

Ternyata benar kata orang-orang bijak. Sekali kau berbohong, maka kebohongan lain akan muncul lagi dan lagi.

Maria menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. Dia memejamkan mata sebentar seperti sedang mengatur emosi yang sedang bercampur aduk.

"Terus, kenapa kamu gak ngasih tau Ibu, Nak?" Suara Maria bergetar. Yang terdengar bukan lagi sebuah kemarahan namun rasa iba. Maria maju lalu memeluk Gauri dengan tangis yang kembali pecah. "Maafin Ibu udah mukul kamu tadi," ucapnya mengelus lembut kepala Gauri yang ditutupi jilbab.

"Gak, Bu. Gauri yang harusnya minta maaf. Ibu gak salah apa-apa." Gauri jadi kegalaban sendiri mendengar maaf dari sang Ibu. Dia pun pada akhirnya ikut menangis di sana.

***

Gauri tidak pernah menyangka jika pernikahan yang katanya akan dipercepat benar-benar terjadi. Wanita itu seakan tidak diberikan waktu untuk bernapas sebentar saja.

Siang itu keluarga Satya langsung datang untuk melamar Gauri. Tidak ada penolakan dari keluarga wanita itu. Mereka; ibu dan kedua paman Gauri, menyambut kedatangan orangtua Satya dengan baik. Acara yang dilakukan mendadak itu berjalan dengan lancar. Tanggal pernikahan pun sudah ditetapkan, satu minggu dari sekarang.

Gauri sampai terperangah saat mendengar hal itu. Dan entah kenapa dia jadi sedikit kesal saat melihat Ibu dan kedua pamannya serta orangtua Satya terlihat begitu bahagia.

'Baru juga kemarin marah-marah seakan gak terima. Sekarang udah ketawa-tawa aja." Kesal Gauri dalam hati dengan bibir mengerucut.

Satya yang melihat ekspresi Gauri tak bisa menahan senyumnya. Wanita itu menggemaskan sekali.

"Satya boleh pinjam Gauri sebentar?" tanya Satya tiba-tiba membuat semua orang menatapnya.

"Boleh. Kalian ngobrol aja di dalam," jawab Maria yang kini sudah bisa tersenyum lebar.

Satya ikut tersenyum lalu melirik Gauri. Dengan gerakan kepala Satya mengajak Gauri ke ruang tengah. Dengan langkah sedikit malas Gauri mengikuti pria itu dari belakang. Mengabaikan bisik-bisik dari orangtuanya dan Satya. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka.

"Kak Satya kayaknya seneng banget, yah," sindir Gauri setelah duduk di depan Satya.

Satya yang tadinya tersenyum lebar seketika memudarkan senyumannya.

"Kakak jangan lupa kalau kita lakuin semua ini karena perjanjian itu," kata Gauri lagi mengingatkan Satya tujuan mereka menikah. Pria itu hanya bergeming dengan tatapan sendu. Ada rasa sedikit tidak terima dengan kata-kata Gauri. Ingin marah tapi itu memang benar adanya. Mereka menikah untuk menolong Satya.

Gauri mendengus kasar lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. "Udah gitu pernikahannya cepet banget lagi," keluh Gauri.

"Saya harus mulai masuk kerja jadi saya yang minta supaya pernikahannya di percepat," kata Satya.

"Apa?" Gauri sedikit memekik.

"Kamu juga kan harus masuk kerja."

Gauri yang semula akan protes jadi terdiam sebentar. "Benar juga," gumamnya mengingat cuti yang ia ambil akan segera berakhir. "Ya udah deh. Gak apa-apa. Lebih cepat lebih baik dengan begitu perjanjiannya juga akan segera berakhir."

Padahal perjanjiannya belum dimulai tapi Gauri sudah ingin semua ini berakhir. 

Merasa sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Gauri pun berdiri.

"Aku mau istirahat," katanya dengan nada begitu datar.

"Iya. Kamu istirahat aja," jawab Satya dengan senyum yang agak terpaksa.

Gauri tidak mengatakan apa-apa lagi. Satya hanya bisa melihat punggung sempit Gauri yang kini sudah menghilang di balik pintu. Pria itu menghela napas panjang. Menyandarkan tubuhnya di kursi lalu memejamkan mata sesaat. Pikiran pria itu berkelana ke mana-mana. Bukan hanya Gauri, Satya pun merasa ragu. 

Apakah keputusannya menikahi wanita itu sudah benar?

Apakah tidak akan ada yang terluka dengan keputusannya ini?

Satya hanya bisa berharap semuanya akan baik-baik saja.

Tbc....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hanya Pengantin Pengganti   17. Khawatir

    Suasana begitu canggung setelah insiden pelukan tadi. Gauri hanya bisa menunduk tanpa bisa melihat ke arah Satya. Jantungnya masih bekerja dua kali lipat dan dia juga yakin jika sekarang pipinya tengah memerah. Tersipu malu."Maaf saya udah lancang meluk kamu tadi," ujar Satya. Pria itu merasa harus meminta maaf melihat wajah tidak nyama Gauri. Itu sebuah refleksi tubuh Satya. Otaknya tak lagi bisa menahan tubuhnya tadi. Mungkin karena terlalu khawatir melihat keadaan Gauri yang memprihatinkan.Dalam hati Gauri tak lagi ingin membahas hal itu karena hanya akan membuatnya teringat bagaimana harumnya tubuh Satya saat memeluknya tadi. Jangan lupakan juga sensasi hangat dan nyaman yang ciptakan dari pelukan itu.'Ya Allah! Aku mikir apa sih?' Gauri memarahi dirinya sendiri.Gauri meluruskan kepalanya. "Iya, gak apa-apa." Walau dengan tangan yang masih saling meremas di balik selimut. "Maaf juga udah bikin Mas Satya khawatir dan harus pulang," kata Gau

  • Hanya Pengantin Pengganti   16. Pulang

    "Jadi, bagaimana keadaan teman saya, Dok?" tanya Ilham sedikit tidak sabaran. Dokter dengan jilbab putih itu sampai tersenyum kikuk sebab dia bahkan belum selesai memeriksa keadaan Gauri. Namun dia maklum setiap orang pasti sangat khawatir melihat sanak keluarga atau orang spesial mereka sedang sakit."Dari hasil pemeriksaan ... Mbak Gauri baik-baik aja. Hanya kelelahan," jawab dokter itu. "Saya akan memberinya obat. Bahkan jika Mbak Gauri mau pulang sekarang juga boleh," lanjutnya tersenyum manis ke arah Gauri.Tak beda jauh dengan Gauri yang juga tersenyum lega. Sarah yang berada di samping Gauri pun ikut mengucap 'Alhamdulillah' karena ternyata Gauri baik-baik saja."Terimakasih, Dok," ujar Gauri."Iya sama-sama," balas dokter itu seraya membereskan peralatannya. Dia lalu menoleh ke arah Ilham. "Mas-nya gak usah terlalu khawatir. Mbak-nya baik-baik aja kok," sambung dokter itu. Gegalat Ilham terlalu kentara jika pria itu memiliki perasaan pada

  • Hanya Pengantin Pengganti   15. Pingsan

    Gauri berpikir setelah meminum obat pereda nyeri maka sakit perutnya akan beransur hilang. Namun hingga pagi menjelang sakit pada bagian bawah perutnya itu tak kunjung membaik. Bahkan sampai membuat Gauri terlihat semakin pucat sebab semalam tidurnya tak terlalu nyenyak.Sebenarnya Gauri bisa saja meminta izin untuk tidak masuk bekerja hari ini namun mengingat pekerjaan yang sangat banyak membuat Gauri mengurungkan niat."Assalamualaikum!" Gauri sedang bersiap-siap saat seseorang mengetuk pintu kosannya."Walaikumsalam!" jawab Gauri dengan sedikit sempoyongan menuju pintu. "Eh, Bu Gayatri," lirih Gauri saat melihat eksistensi ibu kosnya, Gayatri."Loh, Gauri kamu ke mana?" tanya Gayatri dengan wajah khawatirnya mengamati Gauri dari ujung kaki hingga kepala."Kerja, Bu.""Kamu kan lagi sakit. Kok malah mau berangkat kerja?" tanya wanita paruh baya itu lalu membawa Gauri untuk masuk.Gayatri meletakkan rantang berisi makan

  • Hanya Pengantin Pengganti   14. Mimpi Buruk

    Gauri tersenyum tipis membaca pesan dari Satya. Dia lalu menaruh ponselnya untuk melanjutkan kembali pekerjaan yang telah diberikan Pak Dimas tadi.Tidak hal menarik yang terjadi sampai jam pulang tiba. Saat sampai di rumah entah kenapa Gauri sedikit merasa kurang karena Satya tidak di sana. Wanita itu menggeleng pelan. Mengusir pikiran tak karuannya itu."Mendingan aku cepetan mandi terus ngerjain tugas," gumam Gauri pada dirinya sendiri. Dia benar-benar melakukan segala aktivitas seperti biasanya sendirian.Gauri sudah berusaha untuk fokus pada tugasnya. Namun nyatanya tidak semudah itu. Matanya selalu tertuju pada ponsel yang sedang diisi daya di sampingnya. Tumben sekali Satya tidak menghubunginya. Hingga rasa kantuk mulai menyerang ponsel itu tak kunjung berbunyi."Aku kenapa sih?" tanya Gauri pada dirinya sendiri seraya menepuk-nepuk pipinya. "Mungkin Mas Satya sedang sibuk jadi wajar kalau dia gak menghubungiku," lanjutnya dengan nada mengomel. "Tapi, kok

  • Hanya Pengantin Pengganti   13. Keluar Kota

    Malam telah menjelang dan Satya masih sibuk mengurus beberapa dokumen yang berserakan di atas mejanya. Dia dan Yogie akan membuka cabang baru di luar kota membuatnya sibuk mempersiapkan segala sesuatunya."Bang, ngopi dulu!" kata Yogie yang baru saja datang dengan membawa dua cangkir kopi di tangannya. Pria dengan balutan kaos putih itu meletakkan satu gelas di atas meja kecil yang berada di samping kanan meja penuh dokumen Satya. Sementara cangkir yang lain tetap dia pertahankan di tangan sambil berjalan menghampiri Satya."Pembukaannya minggu depan. Bang Satya jadi ikut?" tanya Yogie lalu menyeruput kopi di tangannya."Saya belum ngasih tau Gauri," jawab Satya tanpa mengalihkan sedikit pun pandangannya dari dokumen-dokumen itu."Ck! Yang udah punya istri mah beda yah," sindir Yogie berdecak. "Harus minta ijin dulu," lanjutnya dengan nada sedikit mengejek."Ya iyalah! Saya gak mungkin ninggalin Gauri gitu aja tanpa ngasih tahu!" sewot Satya lalu tersenyum jahil ke arah Yogie."Kenapa

  • Hanya Pengantin Pengganti   12. Keguguran

    Gauri sedang sibuk bergulat dengan beberapa tugas kuliahnya saat Satya datang seraya menenteng ponselnya."Maaf, Gauri ganggu, tapi dari tadi Ibu video call terus katanya kangen sama kamu," ujar Satya dengan nada tidak enak karena sudah mengganggu Gauri."Ya udah sini, Mas!" Gauri meminta ponsel Satya namun bukan memberikannya, Satya malah menarik Gauri untuk duduk di tepi tempat tidur. Walau bingung Gauri tetap mengikuti saja tanpa protes.Satya lalu menekan tombol panggil pada nomor ibunya. Seakan memang sudah menunggu panggilan dari Satya, sang ibu dengan cepat mengangkat panggilan itu."Assalamualaikum, Bu!" "Walaikumsalam!"Suara Indah terdengar begitu nyaring membuat Satya dan Gauri kompak tersenyum. Satya mengarahkan kamera ke arah Gauri. Tahu jika sang Ibu ingin bertanya pada menantu kesayangannya itu."Gimana kabar kalian di sana? Kalian baik-baik aja kan?" tanya Indah."Alhamdulillah, Bu. Kami baik-ba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status