Mobil sedan berwana hitam bermerk BMW itu terpakir rapi di depan rumah Audy. Seorang pria turun dari mobil itu dengan pakaian smart cassual. Dia terlihat sangat keren dengan menggunakan kaus polos berwana putih berpadu dengan celana dan jaket berwana navy.
Hendra yang dari tadi sudah tak sabar menunggu, kini mengembangkan senyumnya menyambut kedatangan Gerald. Hendra merasa bangga pada putrinya, saat Audy memberitahu padanya, jika pacarnya itu Gerald Purnama. Anak satu-satunya keluarga Purnama, pembisnis yang sudah melalang buana di bidang property.
Dilain sisi, Audy sedang sibuk dipermak oleh sang bunda. Ia bahkan sampai melupakan kegugupan yang tadi melandanya. Karena sang ayah tanpa berpikir panjang ingin menyambut langsung kedatangan Gerald.
"Oke honey, sudah selesai." Ucap Della yang terlihat puas dengan hasil karyanya."Apa ini tidak terlalu menor?" tanya Audy tak percaya diri.
"Tidak ... ini sangat cantik dan perfect."
Audy mengamati pantulan wajahnya sekali lagi di depan cermin yang tampak lain dari biasanya. Gurat kecantikan natural yang dimilikinya semakin menawan dengan polesan make up yang menyatu dengan sempurna di kulit putihnya.
"Biar dia sadar jika wanita yang mencintainya sangat cantik dan berfikir ratusan kali jika ingin menyelingkuhinya." Goda Della seraya mengedipkan sebelah matanya.Audy mengangguk sekilas. Semoga saja sifat dingin Gerald bisa meleleh oleh kencantikan yang disuguhkannya malam ini.
Saat tadi membantu Della mempersiapkan hidangan untuk makan malam, Audy sudah mengatakan semua tentang hubungannya dengan Gerald. Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar kamar Audy."Non dan nyonya, tuan memanggil kalian." Seru suara cempreng mbok Ani, pembantu di rumah keluarga Gunawan.
"Baik mbok," jawab Della.Audy menarik nafas lalu membuang dengan kasar. Baru pertama kalinya Ia mengenalkan pacarnya pada orang tuanya. Grogi, deg degan itu yang dirasakannya.
"hai, hallo!" Della mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka Audy yang tampak melamun.
"Jangan grogi begitu. Ini baru mengenalkan pacar, bagaimana kalau nanti kamu dilamar?"
"Aku pasti sudah pingsan duluan." Canda Audy untuk mengurangi rasa groginya.
Audy dan Della turun dari lantai dua untuk menyambut Gerald. Gerald yang sedari tadi ayik mengobrol dengan Hendra kini mengalihkan matanya pada dua sosok wanita yang berjalan beriringan menuruni anak tangga menuju ke arahnya.Bibirnya tanpa sadar membuka dua senti saat netranya menangkap sosok wanita yang sangat dia rindukan. Begitupun dengan wanita itu, dia terdiam dan memaku saat bertatap mata dengan Gerald.
"Banyak nama Gerald Purnama, kenapa harus dia?" batin Della yang masih belum percaya dengan sosok yang dilihatnya.
"Gerald!" Panggil Audy memutus lamunan Gerald.
Gerald tersenyum kaku mendengar panggilan dari kekasihnya.
"Iya." Ucap Gerald menyahuti Audy. Berbeda dengan manik matanya malah tertuju kearah Della yang masih mematung."Ow ya Ger, kenalkan ini Bundaku." Ucap Audy yang dengan bangga menyebut Della sebagai bundanya.
Bagaikan tersambar petir disiang bolong. Kekasih yang selama ini menghilang begitu saja dan baru beberapa detik lalu ditemukan, sekarang sudah berstatus menjadi istri orang?. Bagaimana bisa? Gerald mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan amarah yang membuncah di dadanya."Nak Gerald?!!" panggil Hendra lembut.
"Eh iya, Maaf om. Saya terlalu terpesona dengan pemandangan yang ku lihat malam ini." Ucap Gerald tersenyum kecut.
Audy yang mendengar kalimat yang di lontarkan Gerald merasa senang. Untuk pertama kalinya Gerald memuji Audy. Dan untuk pertama kalinya kalimat yang diucapkan Gerald itu sangat panjang.
Audy melirik Della penuh rasa terimakasih. Memang benar yang di ucapkan Bundanya, Gerald bahkan tak berkedip menatapnya!.
"Sangat luar biasa." Ucap Gerald dengan mengangguk-anggukan kepalanya. Ia benar-benar tak menyangka, takdir bisa sekejam ini mempermainkannya dan ucapan itu tentu saja bukan untuk memuji kecantikan Audy.
"Dia anakku satu-satunya, jaga dia baik-baik jangan pernah menyakitinya. Dia memang manja belum bisa mandiri," tutur Hendra.
"Iya om."
"Ayah, aku sudah besar dan sangat mandiri, kenapa ayah menjatuhkan harga diriku." Kesal Audy pada ayahnya."Tapi, kamu memang anak ayah yang manja dan tidak bisa mandiri. Buktinya kamu gak bisa keluar rumah sendiri."
"Ayah ... "
"Mari Nak, kita makan malam bersama." Ajak Hendra tanpa memedulikan Audy yang merajuk.Audy masih bergelayut manja dengan ayahnya sampai mereka berada di meja makan. Sedangkan Gerald dan Della kini saling beradu pandang. Tersirat jelas dari tatapan Gerald ada beribu pertanyaan yang siap dilontarkan pada Della.
Makan malam berjalan dengan lancar kini Gerald pulang dengan perasaan yang tak menentu setelah melihat keakraban yang terjalin antara Audy dan Della. Terlebih lagi Hendra yang seakan menjadi penengah serta mengayomi mereka berdua.🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁Pagi menjelang, hari ini Audy tersenyum dengan sangat lebar. Dia bahagia karena orang tuanya dapat menerima kekasihnya, Gerald. Kalau dipikir-pikir, tak mungkin juga orang tuannya menolak Gerald.
Dia bahkan sudah bisa ditebak dari keluarga kaya raya dengan bisnis di bidang properti dimana-mana, yang tiap tahun kekayaannya semakin bertambah.
Kini Audy berada di kantin kampus untuk menikmati secangkir teh hangat kesukaannya sambil membuka laptop untuk mengerjakan revisi tesisnya. "Audy!!" teriak seseorang dari kejauhan yang suaranya sangat familiar namun jarang dia dengar.Audy menoleh ke sumber suara, jantungnya berdebar keras saat melihat siluet seseorang yang barusan memanggilnya. Selama enam bulan pacaran, baru kali ini seorang Gerald, memanggilnya dari kejauhan dan terlebih dahulu menghampirinya.
Biasanya Audy, yang selalu berinsiatif untuk menghampirinya dan mengajak kemana-mana. Ibarat kata, Audy yang selalu meminta sedangkan Gerald yang selalu memberikan. Seperti cinta secara sepihak.Gerald kini duduk di depan Audy, muka yang biasanya datar tanpa expresi itu kini tersenyum padanya."Gerald? kamu nggak salah minum obat?" tangan Audy kini mulai memeriksa kening Gerald.
"Kenapa?"
"Aneh saja."
"Ada yang ingin aku tanyakan padamu!" ucap Gerald tanpa basa basi.
"Tanyalah, aku siap dua puluh empat jam untuk menjawab." Jawab Audy terkekeh kecil.
"Aku, ingin bertanya tentang Del ... " ucapan Gerald terputus saat mendengar bunyi telepon Audy berbunyi.
"Maaf... Ini dari bunda, aku angkat sebentar ya." Audy meminta ijin pada Gerald.
15 menit Audy berbicara dengan Della di telepon, setelah selesai dia kembali pada Gerald untuk melanjutkan pembicaraan.
"Tadi mau tanya apa?"
"Tidak papa, itu bunda kamu kenapa?"
"Astaga, Ger, boleh aku meminta tolong?" tanya balik Audy tanpa menjawab pertanyaan Gerald.
"Iya." Kesal Gerald yang ingin tahu apa yang terjadi pada Della, namun tak dijawab Audy.
"Begini, bunda sekarang sedang berbelanja di supermarket Grand Lucky dan dia lupa membawa dompetnya, kalau boleh aku ... "
"Oke aku akan kesana." Potong Gerald tanpa menunggu Audy selesai berbicara. Ia sudah hafal di luar kepala kelakuan Della yang sedikit pelupa.
Tanpa pamit pada Audy kini gerald sudah pergi meninggalkannya. Ada rasa penasaran pada diri Audy dengan sifat Gerald sekarang. Seketika rasa itu ditepisnya.
"Mungkin dia begitu karena ingin dekat sama Bunda, sebagai calon mertua," gumam Audy. Lalu meninggalkan kantin untuk bertemu dosen bimbingannya.
Gerald menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru supermarket. Kaki jenjangnya melangkah tergesa saat matanya telah menemukan sosok yang dicarinya."Entah sampai kapan kau akan membuang penyakit pikun mu itu." Cibir Gerald melipat kedua tangannya ke dada.Della yang sedang memilah cemilan di salah satu rak, tersentak kaget saat sebuah suara bariton yang tak asing menyapa gendang telingannya.Ada desiran aneh di dadanya saat Ia takut-takut memutar tubuhnya kebelangkang."Ka ... u?." Desis Della lirih.Gerald menyorot tajam kedua manik milik Della. Berbagai macam pertanyaan yang menjejali otaknya sejak semalam, kini semakin kuat berputaran di benaknya."Lepaskan aku." Pekik Della saat tangan kekar Gerald tanpa permisi menariknya paksa menuju kasir."Diam." Bentak Gerald tak peduli pada tatapan mata pengunjung lain yang menatap penuh tanya kearah mereka. D
Hendra nampak berjalan mondar-mandir di kamar menunggu kedatangan istrinya. Matahari telah berwarna jingga keemasan, namun yang dinantinya tak kunjung pulang.Lelaki paruh baya itu melirik jam dinding berwarna merah muda yang tampak anggun menempel di tembok."Dia pergi kemana?." Gumam Hendra cemas. Tak biasanya Della pulang telat. Sekarang bahkan sudah dua jam lebih dari waktu jam pulang kantor.Hendra melangkah gusar menuju nakas disamping tempat tidurnya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak diatasnya."Semoga saja sudah ada kabar." Ucap Hendra penuh harap. Ia menggeser layar ponselnya ke atas membuka kunci.Hendra menghela nafas kecewa saat melihat tak ada pesan chat atau panggilan suara apapun dari Della. Ia duduk lemas di tepi ranjang, berharap cemas kedatangan Della. Hendra meletakan kembali ponselnya ke tempat semula.Pyarrr"Astaga."
Butiran-butiran air hujan turun saat hari mulai petang menuju gelap. Sama seperti tadi pagi, Gerald sekarang juga akan menjemput Audy pulang.Audy berdiri di depan halte kampus menunggu Gerald. Tubuh semampainya kini mulai menggigil karena tidak membawa jaket. Sialnya, Ia bahkan hanya menggunakan mini dress yang kini sudah agak basah karena terkena tampias air hujan.Audy melihat kejalanan yang kini mulai agak sepi. Hujan lebat disertai kilat yang menyambar membuat orang malas untuk keluar. Netranya kembali menatap layar ponselnya, namun nihil. Masih belum ada jawaban atau panggilan balik dari Gerald."Astaga, nyangkut dimana kamu Ger?" ucap Audy lirih sambil mengusap kedua sisi lengannya mengusir hawa dingin yang kini mulai menembus tulang.Lima menit berlalu, akhirnya mobil yang biasa dikendarai Gerald tiba-tiba sudah terlihat di ujung jalan. Audy mengusap wajahnya yang basah kuyup, memastikan jika bola matanya ta
Audy menatap nanar air hujan yang lebat itu mengguyur jalanan melalui balik jendela kamar. Seharusnya sekarang dia sedang berkencan menikmati malam minggu bersama Gerald, seperti pasangan pada umumnya. Namun, dia hanya bisa berdiam diri bak patung hidup.Tok...Tok...Tok...Ketukan beruntun yang menggema dari luar kamar, menyadarkan Audy dari lamunannya."Siapa?" tanya Audy tanpa mengalihkan padangan pada benda transparan di depannya."Simbok, Non.""Masuk." Seru Audy dari dalam kamar.Mbok Ani perlahann memutar gagang pintu. Ia melangkah hati-hati mendekati Audy."Kenapa mbok?" Audy merasa heran melihat mbok ani yang kini menunjukan gigi putih yang tertata rapi, sambil tersimpuh malu."Eh... itu Non, ada yang lagi ngapel.""Siapa mbok?""Den Gerald, Non."
Tetesan bening yang luruh ke bumi semakin deras. Siluet kilat yang disusul guntur menambah kesyahduan hujan malam ini.Gerald tersenyum puas penuh kemenangan. Meskipun belum ada tanda-tanda Della akan kembali padanya, namun Gerald yakin mampu membuat Della bernostalgia lagi akan kenangan kebersamaan mereka dulu.Dengan demikian, sedikit demi sedikit Della akan merana dan memintanya untuk mengulang kembali masa-masa indah mereka."Kemarin mungkin kamu bisa menolak ku, tapi akan ku pastikan jika esok lusa kau akan menjadi milikku." Ucap Gerald penuh keyakinan.🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁Pukul 06.30 pagi. Mentari bersinar cerah beralas awan biru yang membentang di penjuru langit.Weekend merupakan hari yang sangat dinanti. Bukan hanya siswa siswi, pekerja kantor juga menantikan hari itu.Della menyiapkan sarapan pagi bersama Mbok Ani yang
Waktu terus bergerak maju dan tak akan pernah bisa berhenti. Waktu memiliki detik, menit, bahkan jam yang tak akan berkesudahan. Tak ada peran yang akan menggantikannya.Kini waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Sinar sang surya hampir meredup namun, Gerald belum juga menunjukkan batang hidungnya. Audy terus membuka dan menutup kunci handphonenya. Namun, tidak ada satu balasan atau pun panggilan dari Gerald. Tak selang beberapa lama Audy pun melakukan miss call kembali."Maaf nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan."Audy berdecak kesal, dandanan yang tadi begitu cantik dan fresh kini sudah berubah menjadi acak-acakan dan kusut, "kamu kemana Ger?" tanya Audy pada diri sendiri lalu dia membanting tubuhnya di atas kasur meluapkan rasa kesalnya."Audy!!" Panggilan dari luar kamar membuat Audy menggeliat malas. Suara Hendra yang melengking bercampur suara ketukan pintu yang beruntun serta tidak sabaran m
Matahari tenggelam sempurna di garis cakrawala. Siluet tipis bintang di langit perlahan muncul.Gerald melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, setelah melambaikan tangan sebagai ucapan perpisahan pada Della. Wajah tampannya berseri-seri, pertemuan tak sengaja dengan Della kini membuahkan hasil yang tak dia sangka-sangka."Della, perlahan tapi pasti aku akan mendapatkan kamu kembali." Bisik suara terdengar di telinga sebelah kiri Gerald, menemani perjalanan menuju pulang ke rumah."Apa kau senang sekarang Gerald? Ingat di atas kebahagiaan mu, akan ada seorang gadis yang terluka." Suara itu kembali terdengar di telinga Gerald sebelah kanan.Seketika dia baru teringat jika dia melupakan janji yang telah dia buat untuk Audy. "Oh ... astaga aku lupa dengannya." gumam Gerald.Masih dengan konsentrasi menyetir Gerald mencari-cari ponsel miliknya untuk menghubungi Audy. Nam
Gerald menarik nafas lega, saat selesai meeting dengan klien yang memberikan pundi-pundi emas untuk kemajuan perusahaan, yang telah dibangun deddynya hingga mencapai puncak kesuksesan.Perut yang sedari pagi belum terisi kini mulai berdemo, dia memilih untuk makan, makanan cepat saji di mall itu. HokBen menjadi pilihannya.Setelah selesai memesan dia mencari bangku kosong untuk menjadi tempat ia menyantap makanan. Saat dia tengah mencari-cari, matanya tak sengaja tertuju pada bangku pojok dekat jendela kaca dengan view pemandangan jalan Gandaria. Bola matanya berubah menjadi binar bahagia saat melihat sosok wanita yang telah memenuhi ruang hatinya."Della!" Sapa Gerald setelah mendekati meja pojok. Dia baru ingat jika perusahaan tempat bekerja Della ada di daerah Gandaria."Hay, Ger! Kamu disini?"