Home / Rumah Tangga / Harap Restu Seorang Menantu / Bab 12~Ketakutan untuk Berterus-terang~

Share

Bab 12~Ketakutan untuk Berterus-terang~

Author: Giana
last update Huling Na-update: 2025-09-03 13:53:01
Rumah itu sunyi, hanya suara cicak di dinding dan detik jam tua yang terdengar jelas. Nadira menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Baru saja ia selesai memandikan tubuh dari peluh setelah seharian membereskan rumah. Rasanya capek, tapi ada sedikit lega. Setidaknya, rumah yang sudah beberapa hari ditinggalkan kini kembali rapi.

Tadi siang ia sempat bersenandung kecil sambil menyapu, seperti ingin menutupi perasaan kalutnya sendiri. Debu yang menumpuk di sudut-sudut rumah berhasil ia bersihkan, piring kotor yang sempat berjejer di dapur juga sudah ia cuci. Semua tampak lebih nyaman. Seandainya waktu bisa berhenti di momen itu, Nadira mungkin memilih berlama-lama di rumah sendiri daripada kembali ke rumah mertua.

Namun malam sudah datang. Dengan langkah sedikit enggan, ia pun berjalan pulang. Di hatinya ada harapan sederhana—semoga Aryan dan Mala sudah berangkat ke pasar malam, sehingga ia bisa masuk tanpa harus merasa tercekam.

Sayangnya, harapan itu langsung runtuh begi
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 53~Perjalanan Menyenangkan ke Puncak~

    Udara pagi itu masih menggigit, embun di dedaunan belum sepenuhnya kering ketika sebuah motor berhenti di depan rumah Nadira. Paula turun dari motor dengan sweater tebal dan wajah setengah terkantuk.“Harusnya aku masih tidur nyaman di kasur, tapi aku malah sudah di sini. Aku pasti hanya akan jadi penonton drama romantis pasangan suami-istri itu. Kasihan sekali diriku,” gumamnya setengah malas, sebelum akhirnya ia mengetuk pintu.Tak lama, dau pintu terbuka. Nadira muncul dengan senyum yang sudah siap sejak subuh. Rambutnya dikuncir rapi. “Pagi, La! Cepat juga kamu datangnya.”Paula mengangkat alis. “Aku pikir kita mau berangkat pagi-pagi banget. Kamu sendiri yang bilang, udara di puncak lebih enak kalau berangkat sebelum macet.”Nadira tertawa pelan. “Iya, bener kok. Tapi nggak nyangka kalau kamu bakal berangkat sepagi ini. Perbekalannya udah siap, tinggal nunggu Mas Aryan masukin tas ke bagasi mobil.”Dari dalam, Aryan keluar dengan membawa beberapa tas yang dia bawa di tangan dan b

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 52~Rencana Kecil di Meja Makan~

    Beberapa menit pertama diisi dengan suara sendok yang beradu ringan dan dentingan gelas. Tidak ada pembicaraan yang berarti, tapi keheningan itu bukan tanda canggung, lebih seperti ruang yang tenang untuk menikmati kebersamaan.Sampai akhirnya, Aryan membuka suara di sela kunyahannya. “Tadi waktu di mobil, aku jadi kepikiran sesuatu.”Nadira menatapnya singkat. “Apa, Mas?”“Kayaknya aku setuju, deh, kalau Paula sama Pak Raka itu dijodohin aja. Cocok, nggak sih?” Aryan menatapnya dengan mata berbinar jahil, seolah baru saja menemukan ide besar.Nadira tertawa pelan, menutup mulut dengan punggung tangan. “Mas serius? Menjodohkan orang bukan perkara mudah, loh.”“Justru karena itu aku yakin kita bisa bantu. Mas nggak tahu kenapa, tapi ngelihat Paula tadi itu ... kayak anak sekolah yang lagi jatuh cinta diam-diam,” ujar Aryan, nadanya penuh keyakinan tapi tetap diselimuti nada main-main.“Hmm, aku juga ngerasa begitu. Paula memang terlihat sekali sedang menunjukkan ketertarikan pada Pak R

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 51~Tak Lagi Cemas~

    Suara pintu mobil tertutup pelan, diikuti hembusan udara dari pendingin yang langsung merasuk ke kulit. Paula baru saja masuk setelah berpamitan singkat pada Raka, sementara Nadira sudah lebih dulu duduk manis di kursi penumpang depan. Aryan melirik sebentar lewat spion, memastikan semua siap sebelum mobil melaju perlahan di tengah lalu lintas sore yang padat.Tidak ada percakapan selama beberapa detik pertama. Sampai akhirnya Aryan yang duduk di balik kemudi yang lebih dulu membuka suara, nadanya ringan, bahkan terdengar seperti sedang berusaha mencairkan sisa tegang di antara mereka.“Rasanya aku baru sadar, ternyata Paula bisa juga ya akrab sama Pak Raka. Aku lihat tadi kalian ngobrol asyik sekali di halte. Kupikir, Pak Raka itu jauh lebih dekat dengan istriku karena mereka satu divisi.” Nada suaranya dibuat ringan, tapi jelas ada gurat menggoda di baliknya.Nada bercanda yang terselip di ujung kalimatnya membuat Nadira spontan menoleh. Ia menahan senyum kecil yang hampir lolos dar

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 50~Bisa Dibilang Sudah Terkendali~

    Setelah mendengar penjelasan Raka yang bilang kalau sebenarnya dirinya dan Aryan memang sempat bersitegang di meja resepsionis beberapa hari lalu, Nadira dan Paula saling berpandangan singkat—tatapan yang cukup untuk memahami maksud satu sama lain. Paula tahu Nadira sudah bisa menebak arah pembicaraan ini jauh sebelum Pak Raka menuntaskannya.Nadira mengangkat sudut bibirnya sedikit, memberikan senyum yang lembut tapi dalam. “Saya sudah tahu, Pak,” ujarnya tenang. “Memang sempat ada pembicaraan antara aku dan suamiku soal itu. Tapi sekarang, semuanya sudah terkendali.”Nada suaranya teduh, tapi ada getar tipis yang nyaris tak terdengar di ujung kalimat. Ia menunduk sejenak, merapikan sendok di tepi piringnya, lalu kembali menatap Pak Raka. “Saya juga mengerti kenapa Bapak memilih untuk tidak menceritakannya. Saya paham, Bapak hanya tidak ingin memperbesar keadaan.”Raka mengangguk pelan. Ada kelegaan samar yang melintas di matanya. “Terima kasih, Nad. Aku lega mendengarnya. Aku benar-

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 49~Mencoba untuk Dekat~

    Suara riuh di kantin terdengar samar di antara denting sendok dan gelas. Aroma makanan bercampur dengan wangi kopi instan yang diseduh di sudut ruangan. Nadira dan Paula duduk di meja dekat jendela, tempat sinar matahari jatuh miring, menyorot sebagian wajah mereka.Paula menaruh nampan di meja dengan ekspresi lega. “Aduh, aku masih deg-degan kalau inget tadi pagi, Nad. Sumpah, tadi pas di depan kantor lihat suamimu dan Pak Raka saling sapa gitu, jantungku hampir copot,” katanya sambil menepuk dadanya sendiri.Nadira terkekeh pelan, mengaduk nasi di piringnya. “Kita nggak jauh beda, La. Aku juga tegang banget.“Ya ampun, aku sampai nahan napas, lho. Soalnya, tatapan dua orang itu kayak—” Paula menggantung kalimatnya, menirukan ekspresi dingin Aryan dan datar Raka dengan gerakan tangan dramatis.Nadira tersenyum kecil, tapi senyumnya lebih mirip helaan napas yang tertahan.“Aku cuma bersyukur aja mereka nggak sampai debat di tempat. Kalau itu terjadi, aku pasti langsung pura-pura pings

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 48~Rasa Canggung~

    Aroma kopi hitam dan roti panggang menguar lembut memenuhi ruang makan yang hangat. Suara sendok beradu dengan cangkir menjadi satu-satunya bunyi yang terdengar di antara dua orang yang duduk berhadapan. Nadira memotong rotinya perlahan, menatap piring tanpa benar-benar melihat. Sementara Aryan di seberang hanya sesekali mengaduk kopinya, padahal dari tadi belum seteguk pun tersentuh.Mereka berdua sama-sama mencoba bersikap wajar. Tapi keheningan yang terlalu rapi justru membuat udara di meja makan itu terasa kaku, seperti ada sesuatu yang belum selesai dibicarakan.“Rotinya gosong dikit, Mas,” gumam Nadira pelan, mencoba membuka percakapan.Aryan menoleh, bibirnya terangkat kecil. “Nggak apa-apa. Justru aku lebih suka yang agak garing, Nad,” balasnya datar tapi lembut.Jawaban yang seharusnya biasa itu malah terdengar terlalu tenang. Nadira tahu, suaminya sedang menahan sesuatu di balik nada suaranya. Ia pun hanya mengangguk kecil, kembali menunduk menatap piring.Belum sempat suasa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status