Share

3. Mencari Pekerjaan Baru

Gunawan membuka pintu rumah itu. Dia terkejut saat melihat siapa yang datang ke rumahnya.

"Kalian?!" pekik Gunawan tertahan.

Orang-orang yang berdiri di depan Gunawan tersenyum. Mereka semua sudah menduga jika Gunawan akan terkejut dengan kedatangan mereka semua.

"Assalamu'alaikum, Gun!" sapa salah seorang dari mereka. Dia adalah Samsul, salah satu rekan kerja Gunawan semasa di pabrik dulu.

"Wa-wa'alaikumusalam," jawab Gunawan.

"Maaf kami datangnya mendadak. Soalnya baru tahu kalau kamu sedang berduka," ucap Samsul.

"Iya, Gun. Maaf kami baru bisa datang ke sini setelah pulang kerja," sahut yang lainnya.

Gunawan mencoba tersenyum. "Enggak apa-apa. Aku senang kalian mau datang. Eh iya! Mari silakan masuk!" ajak Gunawan.

Mereka lantas masuk ke dalam rumah secara bergantian.

"Kami turut berdukacita ya, Gun atas meninggalnya Ibu kamu." Samsul berkata setelah mereka semua masuk dan duduk di lantai ruang tamu rumah itu.

"Iya, Sul. Makasih ya!" jawab Gunawan.

Mendengar suara ramai di luar, Anggun berjalan pelan menuju ruang tamu. Dia ingin tahu siapa yang datang bertamu ke rumah kumuh ini.

"Mau apa mereka ke mari? Kalau cuman mau ngucapin belasungkawa aja kan bisa lewat chat. Enggak perlu datang ke mari!" batinnya.

Setelah puas mengamati, Anggun berjalan menuju kamarnya yang terletak di samping ruang tamu. Dia berjalan dengan angkuhnya tanpa peduli ada orang yang sedang duduk di sana.

"Nggun, tolong buatkan minuman untuk tamu kita ya," pinta Gunawan pada sang istri.

Tapi Anggun tak menghiraukan permintaan sang suami. Dia hanya melirik sekilas. Dengan angkuhnya, dia masuk ke dalam sembari membanting pintu.

Gunawan hanya bisa beristighfar dalam hati. Sejujurnya dia merasa sangat malu dengan kelakuan sang istri yang tak bisa menghargai tamu.

"Em… tunggu sebentar ya. Aku buatkan minuman untuk kalian," ucap Gunawan.

Para tamu itu mengangguk. Mereka menjadi tak enak hati pada Gunawan dan keluarganya. Karena kedatangan mereka yang mendadak, membuat Anggun menjadi marah.

Gunawan berjalan menuju dapur dan mulai menyalakan kompor. Tepat saat itu, Bi Darni masuk ke dapur.

"Mau bikin apa, Le?" tanya perempuan paruh baya itu.

"Eh, Bibi! Ini Bi mau bikin minuman. Ada tamu soalnya," jawab Gunawan.

Tangannya dengan lincah meracik minuman untuk para tamu yang datang.

"Tamu siapa, Gun?" tanya bi Darni lagi.

"Teman-temanku sewaktu kerja di pabrik, Bi. Mereka datang untuk melayat." Gunawan menjawab sembari menuangkan gula ke dalam gelas-gelas yang berjejer di depannya.

Bi Darni manggut-manggut mendengar jawaban Gunawan. Dia lantas menyuruh Gunawan untuk masuk ke dalam dan menemani para tamunya. Sedangkan bi Darni meneruskan pekerjaan Gunawan untuk membuat minuman.

"Makasih ya, Bi. Maaf kalau aku selalu ngerepotin Bibi," ucap Gunawan.

Bi Darni tersenyum mendengar ucapan Gunawan. Dia sama sekali tak merasa direpotkan oleh keponakan kesayangannya itu. Dia justru senang jika Gunawan mau meminta bantuan kepadanya.

****************

Waktu begitu cepat berlalu. Tak terasa 40 hari sudah ibunda Gunawan pergi menghadap yang maha Kuasa. Gunawan kini telah kembali ke kota dan kembali berusaha untuk mencari pekerjaan baru.

"Dek, aku pamit ya. Mau cari kerjaan," pamit Gunawan pada Anggun.

"Hhmmm!" Hanya itu yang keluar dari mulut sang istri.

Gunawan menghela napas panjang. Dia berusaha untuk tetap bersabar menghadapi sikap sang istri yang tiba-tiba berubah dingin padanya.

Gunawan mengulurkan tangannya. Mencoba untuk bersalaman dengan sang istri seperti yang biasa dia lakukan ketika masih bekerja di pabrik dulu.

"Mau apa?" Anggun bertanya pada Gunawan dengan sinis saat melihat suaminya itu mengulurkan tangan.

"Salaman, Dek. Seperti yang biasa kamu lakukan dulu," jawab Gunawan.

Anggun memalingkan wajahnya. Dia kembali fokus pada ponselnya tanpa mempedulikan sang suami.

"Enggak usah salam-salaman segala. Kalau mau berangkat, ya tinggal berangkat aja. Enggak usah lebay pakai salam-salaman segala," ketus Anggun.

"Tapi, Dek. Itu—"

"Alah, Gun! Enggak usah lebay kamu. Anggun tuh ogah salaman sama pengangguran macam kamu. Dia alergi salaman sama suami yang nggak berguna kayak kamu." Tiba-tiba bu Ika menotong ucapan Gunawan.

Gunawan melihat ke arah sang ibu mertua. Ingin rasanya dia menjawab ucapan menyakitkan dari perempuan beralis seperti celurit itu. Tapi dia berusaha untuk menahan emosinya.

"Benar kata ibu. Kalau mau aku kayak dulu, kamu harus bisa mendapatkan uang yang banyak. Kalau perlu lebih banyak dari yang dulu," sahut Anggun.

Tanpa menyahuti perkataan kedua wanita itu, Gunawan segera keluar dari dalam rumah. Dia berjalan menuju jalan besar yang setiap hari dilaluinya.

Di tengah jalan, dia bertemu dengan salah seorang tetangganya.

"Eh, Gun! Mau ke mana?" tanya orang itu.

"Eh, Bu Ida. Ini mau cari kerjaan, Bu," jawab Gunawan.

Perempuan yang disapa bu Ida itu tersenyum. "Semangat ya cari kerjanya. Jangan menyerah," ucap bu Ida memberi semangat.

Gunawan membalas ucapan perempuan itu dengan senyuman. Setelah itu dia berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya untuk mencari pekerjaan.

Tempat pertama yang Gunawan kunjungi adalah sebuah pabrik pengolahan ikan. Dia datang ke sana setelah diberitahu oleh temannya jika di sana sedang membuka lowongan.

"Maaf, Gun! Ternyata posisi itu sudah ada yang ngisi." Temannya berkata penuh penyesalan saat Gunawan datang ke sana.

Gunawan tersenyum. "Iya, Zis. Enggak apa-apa. Mungkin belum rejekiku aja," jawab Gunawan.

Setelah berpamitan, Gunawan melanjutkan langkahnya menuju sebuah pabrik pengolahan kayu.

"Maaf, Gun! Bosnya nyari yang lulusan SMP. Dia nggak nerima yang lulusan D1 kayak kamu," ucap temannya itu.

Gunawan menghela napas panjang. Dia kemudian tersenyum. Setelah itu, dia berpamitan dan kembali melanjutkan langkahnya menuju tempat lain.

Hari sudah beranjak siang. Tapi Gunawan belum juga mendapatkan pekerjaan sama sekali. Setiap pabrik atau toko yang dia kunjungi, selalu bilang tidak ada lowongan. Atau tidak menerima lulusan D1 seperti dirinya. Lalu, lulusan apa yang mereka cari? Lulusan sekolah dasar atau lulusan sekolah menengah yang bisa mereka kibuli?

Gunawan berhenti sejenak di sebuah warung yang tak jauh dari tempat pembangunan sebuah proyek. Kakinya sudah terasa pegal karena hampir seharian ini berjalan untuk mencari pekerjaan.

Gunawan masuk dan memesan segelas es teh. Dia juga mengambil sebungkus roti yang ada di meja warung untuk mengganjal perutnya.

"Cari kerjaan ya, Mas?" tanya sang pemilik warung.

"Eh! Iya, Bu," jawab Gunawan.

"Lulusan apa Mas?" tanya pemilik warung itu lagi.

"Kenapa, Bu?" Gunawan balik bertanya pada ibu pemilik warung.

"Enggak apa-apa, Mas. Cuman nanya aja!" jawab ibu itu.

Gunawan hanya menanggapi jawaban ibu itu dengan senyuman. Kemudian dia kembali menikmati makan siangnya.

"Lagi nyari kerjaan ya, Mas?" Seseorang yang duduk tak jauh darinya ikut bertanya pada Gunawan.

"Iya, Mas. Ada info lowongan kerja nggak, Mas?" tanya Gunawan.

Orang itu tersenyum saat mendengar pertanyaan Gunawan. Dia lantas menjawab, "kalau Mas mau, ikut kerja sama saya aja. Kebetulan saya sedang butuh satu orang pekerja."

Mata Gunawan berbinar kala mendengar tawaran itu. Dia segera mengiyakan tawaran itu tanpa memikirkan yang lainnya.

"Kalau gitu, besok kamu datang ke proyek untuk bertemu dengan saya dan mandor kepala ya," ucap orang itu lagi.

Gunawan tampak sangat senang. Dia mengucapkan banyak-banyak terimakasih pada orang itu. Kemudian dia segera berlalu dari tempat itu.

Tak berapa lama, dia sampai di depan rumah sang mertua. Dia akan memberitahukan kabar gembira ini pada mertua dan istrinya. Tapi saat akan mengucapkan salam, dia mendengar sesuatu yang membuat hatinya teriris perih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status