Share

4. Penghinaan

Gunawan menghela napas panjang dan memantapkan hatinya untuk membuka pintu rumah sederhana itu.

"Assalamu'alaikum." Gunawan mengucapkan salam sembari memutar knop pintu.

Anggun dan bu Ika segera menghentikan obrolan mereka kala melihat Gunawan masuk ke dalam rumah.

"Baru pulang? Udah dapat kerjaan belum?" Anggun bertanya dengan angkuhnya saat sang suami baru saja masuk.

Gunawan menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan beruntun dari sang istri. Dia lantas menempatkan tubuhnya di sofa yang ada di ruang tengah.

"Tolong buatkan aku kopi, Dek. Aku haus!" pinta Gunawan.

Anggun berdecak kesal. Dia lantas tersenyum mengejek kala mendengar permintaan sang suami.

"Apa? Haus? Mau kopi?" ujar Anggun.

Gunawan menganggukkan kepalanya. "Tolong, ya. Aku capek sekali hari ini," ucap Gunawan lagi.

Anggun tersenyum miring. "Tangan sama kaki kamu masih lengkap, kan? Masih bisa berfungsi dengan normal, kan?"

"Maksud kamu?" Gunawan bertanya dengan raut kebingungan.

"Kamu ini b***h atau t***l sih?" Bu Ika ikut menimpali ucapan Anggun.

Gunawan menatap wajah sang ibu mertua dengan dada berdesir. Darahnya seolah mendidih kala mendengar kalimat hinaan itu keluar dari mulut sang ibu mertua.

"Kalau masih punya kaki dan tangan yang normal, ya dipakai dong. Jangan bisanya cuman main surah suruh aja. Emang kamu pikir, Anggun ini pembantu kamu apa?" semprot bu Ika.

"Dasar menantu nggak guna. Lelaki kok bisanya numpang hidup sama istri. Enggak ada harga dirinya sama sekali," lanjut bu Ika.

"Dia mana punya harga diri sih, Bu? Rasa malu aja dia nggak punya, apalagi harga diri? Harga dirinya udah dibawa mati tuh sama si tua bangka menyebalkan itu." Anggun mengeluarkan kalimat pedas yang membuat mata Gunawan memerah.

Dada Gunawan naik turun mendengar ucapan Anggun dan bu Ika. Darahnya benar-benar mendidih kala mendengar ucapan kedua perempuan itu.

"Jaga ucapan kamu, Anggun. Biar bagaimanapun juga, ibuku adalah ibu kamu juga. Dia juga berhak kamu hormati," ucap Gunawan.

"Hormat kayak gini?" Anggun melakukan gaya hormat seperti saat mengikuti upacara bendera.

"Bu, hormat, Bu! Orang nggak tahu malu ini minta dihormati!" Anggun semakin meledek Gunawan dengan menyuruh sang ibu melakukan hormat seperti dirinya.

Gunawan mengepalkan kedua tangannya. Darahnya benar-benar mendidih saat ini. Tapi dia berusaha untuk tetap menahan amarahnya. Dia segera berlalu dari sana dan tak menghiraukan kedua wanita itu. Gunawan masih bisa mendengar suara tawa saat dia akan masuk ke dalam kamar mandi.

Malamnya, Gunawan hendak ikut makan malam bersama dengan sang istri. Tapi baru saja dia duduk di kursi, bu Ika sudah menyemprotnya.

"Eehh… eehh…! Mau apa kamu? Mau ikutan makan bareng sama kita?" semprot wanita beralis celurit itu.

"Makan di dapur sana. Jangan makan di sini. Di meja makan ini nggak menerima lelaki pengangguran dan nggak tahu diri kayak kamu," timpal Anggun.

Gunawan hanya bisa mengelus dada saja. Tanpa banyak bicara dia mengambil piring dan menyendokkan nasi ke atasnya. Saat akan mengambil ikam goreng, lagi-lagi bu Ika mengeluarkan kalimat bernada pedas.

"Eehh… eehh…! Pakai tempe aja. Jangan pakai ikan." Perempuan itu berkata sambil menepis tangan Gunawan yang akan mengambil ikan.

"Tahu diri dikit dong. Pengangguran aja mau makan pakai ikan." Anggun juga ikut-ikutan menghina sang suami seperti yang dilakukan oleh ibunya.

Tanpa banyak bicara, Gunawan mengambil tempe dan tahu sebagai lauk makan malamnya hari ini. Dia segera berlalu dari ruang makan. Dia berusaha menikmati segala perih dan hinaan yang diberikan oleh istri serta mertuanya. Hingga suatu saat nanti dia bisa tersenyum dan membungkam kesombongan mereka dengan kesuksesan.

****************

Hari telah berganti pagi. Saat Gunawan membuka mata, dia tak mendapati sang istri di sampingnya. Mungkin Anggun sedang keluar berbelanja sayur, begitu pikirnya. Dia lantas bangkit dari tempat tidur dan segera keluar untuk mandi.

"Anggun ke mana, Bu?" Gunawan bertanya pada sang ibu mertua saat melihat perempuan itu sedang menikmati tayangan televisi di ruang tengah.

"Dasar menantu s****n! Enggak tahu diri." Hanya itu yang keluar dari mulut bu Ika. Sama sekali tidak nyambung dengan apa yang ditanyakan oleh Gunawan.

"Anggun ke mana, Bu?" Gunawan mengulangi pertanyaannya lagi. Walaupun dia tahu akan ada hinaan yang lebih menyakitkan lagi setelah ini.

"Jadi suami kok nggak peka sama sekali. Istrinya harus bangun pagi dan cari kerja. Eh dia malah baru bangun. Dasar menantu tak tahu adab. Udah miskin, tak tahu diri lagi." Lagi-lagi hanya hinaan yang keluar dari mulut bu Ika.

Gunawan hanya mampu menghela napas panjang sembari mengelus dadanya. Stok sabarnya harus selalu ia isi sepertinya untuk menghadapi ibu mertua dan juga sang istri.

Tanpa banyak bicara lagi, dia segera berlalu dari sana. Lebih baik segera mandi dan berangkat kerja daripada harus meladeni ocehan ibu mertua, begitu pikirnya.

Beberapa saat kemudian pintu kamar mandi digedor dari luar. Terdengar suara sang ibu mertua berteriak-teriak dari luar.

"Ada apa, Bu?" Gunawan bertanys dengan santainya.

Bu Ika berdecak kesal. Dia menarik tubuh Gunawan untuk keluar dari dalam kamar mandi seraya berkata, "udah jangan banyak tanya. Keluar sana!"

Pintu kamar mandi dibanting dengan keras hingga membuat Gunawan kaget.

"Astaghfirullahalazim," gumam Gunawan.

Setelah itu dia bergegas kembali ke kamar untuk bersiap-siap berangkat kerja. Dia tak ingin terlambat di hari pertamanya kerja.

"Hari ini adalah hari pertama kerja. Jadi aku nggak boleh telat. Ya walaupun hanya sebagai kuli, aku harus tetap menjunjung tinggi disiplin kerja," ucap Gunawan dalam hati.

Tak sampai setengah jam, Gunawan telah selesai. Dia segera keluar dari rumah dan berangkat menuju tempat kerjanya. Dengan mengendarai sepeda onthel, dia berangkat mencari nafkah untuk keluarga.

Sesampainya di tempat kerja, dia segera menemui pak Adi. Orang yang kemarin menawarinya pekerjaan kemarin.

"Udah saya tunggu dari tadi. Saya kira kamu nggak jadi datang." Pria berperut buncit itu berkata saat melihat Gunawan datang menemuinya.

Kemudian pria itu mempersilakan Gunawan masuk ke ruangannya dan mulai menjelaskan job desk yang harus Gunawan kerjakan.

"Jadi nanti, kamu akan membantu para tukang di sini. Entah itu untuk mengambil pasir, semen, atau barang yang lainnya." Pak Adi mulai menjelaskan.

"Untuk gaji, di sini sistemnya mingguan. Jadi seminggu sekali kamu akan menerima gaji secara cash," lanjut pria itu.

Gunawan mendengarkan penjelasan pak Adi dengan saksama. Dia bahkan beberapa kali bertanya saat ada penjelasan yang kurang dia mengerti. Setelah semuanya dipahami olehnya, Gunawan bergegas untuk mulai bekerja. Awalnya terasa kaki. Namun lama kelamaan dia mulai terbiasa dan mulai bisa beradaptasi dengan yang lain.

Menjelang siang, para tukang dan pembantu tukang beristirahat. Mereka juga mengajak Gunawan untuk beristirahat bersama mereka. Mereka membuka bekal makan siang masing-masing dan mulai memakannya. Mereka menikmati makan siang sembari bertukar cerita.

Saat tengah asik bertukar cerita, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara seorang perempuan. Suara itu begitu dekat hingga membuat mereka semua menoleh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status