Share

7. Karena Uang

Setelah seharian bekerja, Gunawan berharap bisa langsung beristirahat di rumah. Badannya terasa sangat lelah hari ini. Tapi, harapan tinggallah harapan. Belum juga dia masuk ke dalam rumah. Istrinya sudah menghampirinya seraya menadahkan tangan.

"Minta duit dong! Buat beli skincare," ucap Anggun.

Gunawan yang baru saja sampai menjadi sedikit terkejut.

"Aku belum gajian, Dek. Besok ya kalau sudah gajian!" sahut Gunawan.

Anggun berdecak kesal mendengar jawaban dari sang suami.

"Selalu aja kayak gitu alasannya. Emang bener ya kata ibu. Kamu itu lelaki nggak berguna yang hanya bisa menyengsarakan istrinya. Enggak pernah sedikitpun kamu berniat membahagiakan istri." Anggun berkata dengan nada keras dan ketus.

"Bukan begitu, Dek. Aku benar-benar nggak punya uang. Aku belum gajian. Kamu kan tahu sendiri kalau—"

"Halah! Enggak usah banyak alasan. Kalau emang kamu niat bahagiain istri, pastinya kamu bakalan cari cara supaya bisa mendapatkan uang dengan cepat." Anggun memotong ucapan sang suami dengan angkuhnya.

"Bukannya aku mencari alasan, Dek. Tapi memang benar keadaannya seperti itu. Tolong dong kamu ngertiin posisi aku," sahut Gunawan.

Anggun hanya mencebikkan bibirnya. Seolah tak peduli dengan ucapan sang suami.

Di saat rasa kesal mulai menjalani hatinya. Tiba-tiba, ponsel yang sejak tadi dia genggam berdering nyaring. Anggun melihat siapa yang meneleponnya saat ini. Seketika wajah perempuan itu berbinar kala membaca identitas si penelepon.

"Halo, Mas—"

Belum selesai kalimat itu terucap, Gunawan sudah merebut ponsel itu dari tangan sang istri. Anggun berusaha merebut kembali benda pipih itu. Tapi, Gunawan menjauhkan benda itu dari jangkauan Anggun.

"Tolong berhenti menghubungi istri orang. Kalau memang kamu mampu, carilah wanita yang masih single bukan wanita yang sudah bersuami." Gunawan berkata dengan penuh penekanan.

Setelah itu, dia segera mematikan sambungan telepon dan mengembalikan benda pipih itu kepada Anggun.

"Kamu apa-apaan sih, Gun?" tanya Anggun. Matanya menatap kesal ke arah Gunawan yang berdiri di hadapannya.

Gunawan sedikit kaget saat Anggun menyebut namanya. Selama ini tak pernah dia memanggil namanya. Biasanya Anggun akan memanggil dengan embel-embel mas atau tidak sama sekali. Tapi sekarang…

"Kalau kamu nggak bisa kasih aku uang, biarin aku mendapatkan uang itu dari orang lain," lanjut Anggun.

"Aku bukannya nggak mau ngasih, Nggun. Tapi aku memang belum ada uang. Nanti kalau sudah ada, aku pasti—"

"Pasti apa? Pasti nggak ngasih kan!" Anggun memotong ucapan Gunawan dengan marah.

"Dengar! Aku nggak akan berhenti berhubungan dengan pria lain selama kamu nggak bisa menuruti permintaanku, paham!" pungkasnya.

Setelah berkata demikian, Anggun berlalu dari hadapan Gunawan. Sedangkan Gunawan masih berdiri di tempatnya dengan ngilu yang dia rasakan dalam dada.

Malam harinya, Anggun dan sang ibu sedang menikmati makan malam bersama. Sedangkan Gunawan hanya bisa menatap mereka dari ruang tamu. Anggun sama sekali tak menawarinya makan. Dia masih merasa kesal karena keinginannya tak dipenuhi oleh Gunawan.

"Jadi lelaki harusnya tahu malu ya. Kalau nggak bisa bahagiain istri, minimal jangan suka bikin kesal istri. Jadi seret kan rejekinya kalau kayak gitu," sindir bu Ika.

Gunawan menghela napas panjang. Dia tak menghiraukan perkataan sang ibu mertua yang pedas bagai nasi goreng karet dua itu. Dalam hati dia hanya bisa mengucapkan istighfar berulang kali. Dia tak ingin terpancing emosinya karena ucapan sang ibu mertua.

****************

Hari paling ditunggu oleh para pekerja adalah saat gajian. Tak terkecuali Gunawan. Lelaki bertubuh tinggi itu juga tampak antusias saat tanggal gajian sudah di depan mata.

Gunawan berniat akan memberikan uang itu pada sang istri nanti. Dia tak peduli jika harus menahan lapar dan dahaga di tempat kerja, asalkan sang istri bisa membeli apa yang disukainya.

'Alhamdulillah! Akhirnya aku bisa memberikan nafkah untuk istriku,' ucapnya dalam hati.

Senyum sumringah tergambar jelas di wajahnya saat membuka amplop putih yang berada dalam genggaman. Dia lantas memasukkan amplop itu ke dalam tas.

Gunawan mengayuh sepedanya dengan senyum yang terkembang. Hatinya merasa lega dan bahagia karena dia sudah mendapatkan uang untuk istrinya.

"Apa sih yang kamu harapkan dari lelaki seperti itu, Nggun?" tanya seseorang.

"Dia itu lelaki yang nggak bisa bikin kamu bahagia. Sekarang kamu lihat! Kamu minta uang aja dia nggal ngasih. Lantas apa yang bisa kamu harapkan dari lelaki macam dia?" lanjut orang itu.

Gunawan yang baru saja tiba di rumahnya merasa terkejut saat mendengar suara-suara itu. Dadanya berdesir kala mendengar ada seseorang yang berusaha untuk meracuni pikiran sang istri.

'Astaghfirullahalazim! Apa maksud orang itu mengatakan hal buruk tentang aku?' Gunawan bergumam sambil mengintip dari celah pintu yang.

Gunawan mengurut dadanya yang terasa sakit. Telinganya ikut berdenyut sakit seiring rada sakit yang ia rasakan dalam hati.

Sejenak dia memejamkan mata. Kemudian dia menghela napas panjang dan mulai membuka pintu rumah itu perlahan.

"Assalamu'alaikum!" ucap Gunawan.

Seketika Anggun terkejut saat melihat kedatangan Gunawan. Sedangkan pria di sebelahnya menatap Gunawan dengan pandangan tak suka.

"Kalau masuk rumah tuh ketuk pintu dulu. Jangan asal nyelonong aja," semprot Anggun.

Gunawan diam. Dia tak menghiraukan perkataan sang istri. Lelaki itu justru menatap ke arah Rendi yang kini berdiri tegak. Seolah siap menantang Gunawan untuk duel.

"Berhenti mendekati istri orang. Kalau kamu mampu, carilah perempuan single. Jangan kamu dekati perempuan yang masih saja menjadi istri orang," ucap Gunawan.

Rendi tersenyum miring mendengar ucapan Gunawan.

"Kalau aku maunya sama istri kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Rendi dengan angkuh.

Gunawan mengepalkan kedua tangannya. Matanya memerah menahan emosi yang bersarang dalam dada.

"Harusnya kamu berterimakasih padaku. Karena aku sudah membantu meringankan tugasmu sebagai suami," ucap Rendi lagi.

"Apa maksud kamu?" tanya Gunawan.

Matanya masih menatap tajam ke arah lelaki itu. Dadanya naik turun seiring rasa sesak yang terus menyerang dirinya.

Rendi menyunggingkan senyum miring. "Ya, aku bisa memberikan uang seberapapun Anggun minta. Karena dia nggak pernah mendapatkan itu dari orang yang mengaku suaminya," tutur Rendi.

Gunawan semakin mengepalkan kedua tangannya. Dadanya semakin naik turun karena emosi. Matanya semakin memerah.

"Seenggaknya aku bisa membahagiakan istri kamu dengan memberikan apa yang dia mau. Memberikan semua yang nggak bisa dia dapatkan dari suaminya." Rendi menenkankan suaranya saat mengucapkan kata suami.

Gunawan yang sudah dikuasai amarah, akhirnya tak bisa membendung emosinya. Dia melayangkan bogemnya hingga membuat Rendi jatuh tersungkur.

Anggun yang melihat itu hanya bisa berteriak histeris. Dia lantas membantu Rendi untuk berdiri dari tempatnya.

"Kamu nggak apa-apa, 'kan?" Anggun berkata dengan lembut pada Rendi.

Gunawan yang melihat itu hanya bisa menahan rasa cemburunya. Dia tak ingin masuk penjara karena membunuh selingkuhan istrinya itu.

"Jangan hanya karena uang, kamu gadaikan kehormatanmu," ucap Gunawan.

Setelah berkata demikian, Gunawan berlalu pergi dari tempat itu. Meninggalkan Anggun juga Rendi yang masih berdiri saling berhadapan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Gogot Puji
mampus kau rendi. kena kan jadinya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status