Share

6. Perempuan Murahan

Gunawan terpaku di tempatnya. Matanya menatap tajam ke arah Anggun dan juga seorang lelaki asing yang tadi bermesraan dengan istrinya itu.

"Enggak sopan banget sih sama tamu! Dia itu temannya Anggun. Mereka nggak ada hubungan apa-apa selain teman." Bu Ika yang sejak tadi terdiam mencoba membantu Anggun untuk menjelaskan pada Gunawan.

"Enggak usah mikir yang macam-macam. Mereka nggak ngapa-ngapain kok!" tegas bu Ika.

"Iya. Lagian kenapa nggak tanya dulu sih? Kenapa langsung marah-marah nggak jelas?" ujar Anggun.

Dia merasa kesal, momen romantisnya bersama Rendi terganggu karena kedatangan Gunawan yang tiba-tiba.

Gunawan masih terdiam. Matanya memerah karena menahan rasa cemburu dan juga rasa marah dalam hatinya. Kedua tangan Gunawan terkepal erat hingga urat-uratnya terlihat menonjol.

"Lain kali bilang dulu kalau ada tamu laki-laki yang mau datang ke rumah. Jangan asal aja memasukkan lelaki asing di saat suamimu tak ada di rumah," ucap Gunawan dingin.

Anggun menyunggingkan senyuman miring. "Memangnya kamu siapa bisa mengaturku? Apa kamu bilang tadi? Suami?"

"Suami macam apa yang tak bisa membahagiakan istrinya? Suami macam apa yang tak bisa mengerti keinginan istri? Apa lelaki seperti itu yang pantas disebut suami?" ucap Anggun.

"Betul itu. Suami macam apa yang hanya bisa bikin istrinya kesal dan tak pernah tahu keinginan istri?" sahut bu Ika.

Gunawan hanya terdiam. Matanya masih memancarkan kemarahan yang tertahan. Tapi dia tak ingin semua emosinya keluar malam ini. Dia tak ingin semakin membuat Anggun malu. Apalagi ada orang lain di sini.

"Em… Anggun! Aku pulang dulu ya. Sepertinya kehadiranku di sini nggak disukai sama lelaki ini." Lelaki asing bernama Rendi itu berkata sambil menunjuk tepat ke muka Gunawan.

"Ya jelaslah aku nggak suka. Kamu bersikap mesra dengan wanita yang masih sah sebagai istriku," jawab Gunawan.

Rendi tersenyum sinis. "Suami? Suami nggak dianggap!" gumamnya.

"Aku pulang dulu ya. Sampai ketemu besok!" ujar Rendi.

Anggun mengangguk saja. Walaupun dia masih ingin Rendi tinggal lebih lama lagi di sini. Tapi mau bagaimana lagi. Gunawan sudah datang dan secara tak langsung mengusir Rendi dari rumah ini.

"Iya. Hati-hati ya dan maaf soal yang barusan," ucap Anggun penuh penyesalan.

Rendi tersenyum. Tanpa rasa malu atau sungkan, dia mencium punggung tangan Anggun dengan mesra.

Wajah Anggun memerah kala mendapat perlakuan manis dari Rendi. Berbeda jauh dengan wajah Gunawan yang tampak semakin menggelap karena amarah yang sudah sampai ubun-ubun.

"Rendi pulang dulu ya, manis," ucap Rendi.

Anggun menganggukkan kepalanya. Kemudian Rendi beralih menatap bu Ika. Dia mendekati perempuan itu. Rendi tampak membisikkan sesuatu di telinga bu Ika.

Entah apa yang dibisikkan oleh Rendi sehingga membuat wajah perempuan itu menjadi bersinar. Matanya tampak berbinar terang setelah mendengar bisikan Rendi. Walaupun dia berusaha untuk menyembunyikannya, tapi Gunawan tak bisa ia bohongi.

Sepeninggal Rendi, Anggun dan ibunya masuk ke dalam kamar masing-masing. Mereka sama sekali tak peduli pada Gunawan yang masih berdiri mematung di ruang tamu.

"Astaghfirullahalazim. Cobaan apalagi yang engkau timpakan padaku ya Allah!" Gunawan berucap sembari mengusap wajah dengan kedua tangannya.

****************

Sejak kejadian itu, Anggun lebih sering keluar dengan teman-temannya yang kebanyakan lelaki. Dia juga sering tak pulang. Kalaupun pulang, selalu dalam keadaan mabuk.

Gunawan seringkali mengingatkan sang istri untuk membatasi pergaulannya. Apalagi dia adalah seorang istri. Tapi Anggun tak mau mendengarkannya. Dia malah marah-marah ketika Gunawan menasihati dirinya.

"Ngapain sih sok ngatur? Emang kamu siapa?" tukasnya.

"Aku suami kamu, Nggun. Aku berhak mengingatkan istriku jika dia berada di jalan yang salah," sahut Gunawan.

Anggun menyunggingkan senyum miring. "Kayak hidupnya udah paling benar aja. Urusin tuh hidup kamu. Enggak usah urusin hidup aku," ucap Anggun.

Dia lantas pergi dari hadapan Gunawan. Kemudian masuk ke kamarnya sembari membanting pintu.

Gunawan hanya bisa mengelus dadanya. Dia merasa sesak saat melihat kelakuan Anggun yang semakin menjadi-jadi itu.

"Makanya, kalau mau menegur orang tuh ngaca dulu! Belum becus jadi suami aja udah sok-sokan nasihatin orang," cibir bu Ika yang entah sejak kapan berada di sana.

Gunawan menoleh sekilas ke arah ibu mertuanya itu. Dia lantas menyambar topi serta tas dan bersiap untuk berangkat kerja.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Gunawan segera berlalu dari sana. Dia tak ingin meladeni ucapan mertuanya yang bagai nasi goreng karet dua.

Sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, Gunawan memikirkan sang istri yang banyak berubah. Dia menyangka jika perubahan sikap sang istri karena pengaruh lelaki bernama Rendi yang tempo hari bertandang ke rumahnya.

'Anggun berubah pasti karena lelaki itu. Pasti dia yang mempengaruhi Anggun supaya bersikap seperti ini. Dia pasti sudah memberikan pengaruh buruk buat Anggun,' batinnya.

Dia terus melamun hingga dia hampir saja menabrak rekan kerjanya.

"Hati-hati dong, Gun! Jangan ngelamun aja kalau naik sepeda," tegur lelaki berperawakan gemuk itu.

"M-maaf, Bang. Saya… saya nggak fokus tadi," ucap Gunawan.

Orang yang hampir ditabrak oleh Gunawan itu hanya melengos tanpa menyahuti perkataan Gunawan.

Gunawan menghela napas panjang. Dia lantas memarkirkan sepedanya di tempat parkir. Sebelum beranjak dari tempatnya, Gunawan menghela napas panjang. Melegakan dada yang terasa sesak karena ulah sang istri.

'Bismillah, semoga hari ini aku bisa melewati semuanya dengan baik,' batinnya.

Gunawan memejamkan mata sejenak kemudian berjalan menuju tempat kerjanya.

Sementara itu, Anggun terpaksa membuka kembali matanya yang baru saja terpejam. Dia mendengkus kesal saat mendengar suara ribut-ribut di luar.

"Sialan! Siapa sih yang ribut pagi-pagi gini? Enggak tahu orang lagi tidur apa ya!" gumamnya.

Dia berjalan menuju pintu kamar dan membukanya. Kemudian berjalan menuju pintu keluar.

Anggun sedikit mengintip dari celah pintu yang tak tertutup rapat. Dia memicingkan matanya guna melihat siapa yang sedang berisik di depan rumahnya.

'Rese banget sih tuh ibu-ibu. Enggak tahu orang lagi capek apa ya? Berisik banget dah!' batinnya.

Dia ingin keluar dan menegur orang itu. Tapi sudut hatinya yang lain tak membiarkan Anggun melakukan hal itu. Akhirnya, Anggun hanya bisa mencuri dengar perdebatan itu dari balik pintu.

'Perempuan murahan? Siapa yang disebut perempuan murahan oleh ibu-ibu itu?' Anggun kembali membatin kala mendengar kata perempuan murahan.

Dia lantas membuka sedikit pintu rumahnya. Dia ingin mendengar lebih jelas siapa yang di maksud oleh perempuan bertubuh tambun itu.

"Makanya kalau punya anak cewek, harus ekstra hati-hati. Jangan diumbar macam ikan segar." Perempuan itu memonyongkan bibirnya sembari melontarkan kalimat itu.

Anggun kembali mengernyitkan keningnya. Dia mencoba mencerna kata demi kata yang diucapkan perempuan gemuk itu.

'Perempuan murahan? Siapa yang dia maksud perempuan murahan, ya?' batin Anggun.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Gogot Puji
tuh kalau punya anak cewek harus hati-hati
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status