Gunawan terpaku di tempatnya. Matanya menatap tajam ke arah Anggun dan juga seorang lelaki asing yang tadi bermesraan dengan istrinya itu.
"Enggak sopan banget sih sama tamu! Dia itu temannya Anggun. Mereka nggak ada hubungan apa-apa selain teman." Bu Ika yang sejak tadi terdiam mencoba membantu Anggun untuk menjelaskan pada Gunawan."Enggak usah mikir yang macam-macam. Mereka nggak ngapa-ngapain kok!" tegas bu Ika."Iya. Lagian kenapa nggak tanya dulu sih? Kenapa langsung marah-marah nggak jelas?" ujar Anggun.Dia merasa kesal, momen romantisnya bersama Rendi terganggu karena kedatangan Gunawan yang tiba-tiba.Gunawan masih terdiam. Matanya memerah karena menahan rasa cemburu dan juga rasa marah dalam hatinya. Kedua tangan Gunawan terkepal erat hingga urat-uratnya terlihat menonjol."Lain kali bilang dulu kalau ada tamu laki-laki yang mau datang ke rumah. Jangan asal aja memasukkan lelaki asing di saat suamimu tak ada di rumah," ucap Gunawan dingin.Anggun menyunggingkan senyuman miring. "Memangnya kamu siapa bisa mengaturku? Apa kamu bilang tadi? Suami?""Suami macam apa yang tak bisa membahagiakan istrinya? Suami macam apa yang tak bisa mengerti keinginan istri? Apa lelaki seperti itu yang pantas disebut suami?" ucap Anggun."Betul itu. Suami macam apa yang hanya bisa bikin istrinya kesal dan tak pernah tahu keinginan istri?" sahut bu Ika.Gunawan hanya terdiam. Matanya masih memancarkan kemarahan yang tertahan. Tapi dia tak ingin semua emosinya keluar malam ini. Dia tak ingin semakin membuat Anggun malu. Apalagi ada orang lain di sini."Em… Anggun! Aku pulang dulu ya. Sepertinya kehadiranku di sini nggak disukai sama lelaki ini." Lelaki asing bernama Rendi itu berkata sambil menunjuk tepat ke muka Gunawan."Ya jelaslah aku nggak suka. Kamu bersikap mesra dengan wanita yang masih sah sebagai istriku," jawab Gunawan.Rendi tersenyum sinis. "Suami? Suami nggak dianggap!" gumamnya."Aku pulang dulu ya. Sampai ketemu besok!" ujar Rendi.Anggun mengangguk saja. Walaupun dia masih ingin Rendi tinggal lebih lama lagi di sini. Tapi mau bagaimana lagi. Gunawan sudah datang dan secara tak langsung mengusir Rendi dari rumah ini."Iya. Hati-hati ya dan maaf soal yang barusan," ucap Anggun penuh penyesalan.Rendi tersenyum. Tanpa rasa malu atau sungkan, dia mencium punggung tangan Anggun dengan mesra.Wajah Anggun memerah kala mendapat perlakuan manis dari Rendi. Berbeda jauh dengan wajah Gunawan yang tampak semakin menggelap karena amarah yang sudah sampai ubun-ubun."Rendi pulang dulu ya, manis," ucap Rendi.Anggun menganggukkan kepalanya. Kemudian Rendi beralih menatap bu Ika. Dia mendekati perempuan itu. Rendi tampak membisikkan sesuatu di telinga bu Ika.Entah apa yang dibisikkan oleh Rendi sehingga membuat wajah perempuan itu menjadi bersinar. Matanya tampak berbinar terang setelah mendengar bisikan Rendi. Walaupun dia berusaha untuk menyembunyikannya, tapi Gunawan tak bisa ia bohongi.Sepeninggal Rendi, Anggun dan ibunya masuk ke dalam kamar masing-masing. Mereka sama sekali tak peduli pada Gunawan yang masih berdiri mematung di ruang tamu."Astaghfirullahalazim. Cobaan apalagi yang engkau timpakan padaku ya Allah!" Gunawan berucap sembari mengusap wajah dengan kedua tangannya.****************Sejak kejadian itu, Anggun lebih sering keluar dengan teman-temannya yang kebanyakan lelaki. Dia juga sering tak pulang. Kalaupun pulang, selalu dalam keadaan mabuk.Gunawan seringkali mengingatkan sang istri untuk membatasi pergaulannya. Apalagi dia adalah seorang istri. Tapi Anggun tak mau mendengarkannya. Dia malah marah-marah ketika Gunawan menasihati dirinya."Ngapain sih sok ngatur? Emang kamu siapa?" tukasnya."Aku suami kamu, Nggun. Aku berhak mengingatkan istriku jika dia berada di jalan yang salah," sahut Gunawan.Anggun menyunggingkan senyum miring. "Kayak hidupnya udah paling benar aja. Urusin tuh hidup kamu. Enggak usah urusin hidup aku," ucap Anggun.Dia lantas pergi dari hadapan Gunawan. Kemudian masuk ke kamarnya sembari membanting pintu.Gunawan hanya bisa mengelus dadanya. Dia merasa sesak saat melihat kelakuan Anggun yang semakin menjadi-jadi itu."Makanya, kalau mau menegur orang tuh ngaca dulu! Belum becus jadi suami aja udah sok-sokan nasihatin orang," cibir bu Ika yang entah sejak kapan berada di sana.Gunawan menoleh sekilas ke arah ibu mertuanya itu. Dia lantas menyambar topi serta tas dan bersiap untuk berangkat kerja.Tanpa berkata apa-apa lagi, Gunawan segera berlalu dari sana. Dia tak ingin meladeni ucapan mertuanya yang bagai nasi goreng karet dua.Sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, Gunawan memikirkan sang istri yang banyak berubah. Dia menyangka jika perubahan sikap sang istri karena pengaruh lelaki bernama Rendi yang tempo hari bertandang ke rumahnya.'Anggun berubah pasti karena lelaki itu. Pasti dia yang mempengaruhi Anggun supaya bersikap seperti ini. Dia pasti sudah memberikan pengaruh buruk buat Anggun,' batinnya.Dia terus melamun hingga dia hampir saja menabrak rekan kerjanya."Hati-hati dong, Gun! Jangan ngelamun aja kalau naik sepeda," tegur lelaki berperawakan gemuk itu."M-maaf, Bang. Saya… saya nggak fokus tadi," ucap Gunawan.Orang yang hampir ditabrak oleh Gunawan itu hanya melengos tanpa menyahuti perkataan Gunawan.Gunawan menghela napas panjang. Dia lantas memarkirkan sepedanya di tempat parkir. Sebelum beranjak dari tempatnya, Gunawan menghela napas panjang. Melegakan dada yang terasa sesak karena ulah sang istri.'Bismillah, semoga hari ini aku bisa melewati semuanya dengan baik,' batinnya.Gunawan memejamkan mata sejenak kemudian berjalan menuju tempat kerjanya.Sementara itu, Anggun terpaksa membuka kembali matanya yang baru saja terpejam. Dia mendengkus kesal saat mendengar suara ribut-ribut di luar."Sialan! Siapa sih yang ribut pagi-pagi gini? Enggak tahu orang lagi tidur apa ya!" gumamnya.Dia berjalan menuju pintu kamar dan membukanya. Kemudian berjalan menuju pintu keluar.Anggun sedikit mengintip dari celah pintu yang tak tertutup rapat. Dia memicingkan matanya guna melihat siapa yang sedang berisik di depan rumahnya.'Rese banget sih tuh ibu-ibu. Enggak tahu orang lagi capek apa ya? Berisik banget dah!' batinnya.Dia ingin keluar dan menegur orang itu. Tapi sudut hatinya yang lain tak membiarkan Anggun melakukan hal itu. Akhirnya, Anggun hanya bisa mencuri dengar perdebatan itu dari balik pintu.'Perempuan murahan? Siapa yang disebut perempuan murahan oleh ibu-ibu itu?' Anggun kembali membatin kala mendengar kata perempuan murahan.Dia lantas membuka sedikit pintu rumahnya. Dia ingin mendengar lebih jelas siapa yang di maksud oleh perempuan bertubuh tambun itu."Makanya kalau punya anak cewek, harus ekstra hati-hati. Jangan diumbar macam ikan segar." Perempuan itu memonyongkan bibirnya sembari melontarkan kalimat itu.Anggun kembali mengernyitkan keningnya. Dia mencoba mencerna kata demi kata yang diucapkan perempuan gemuk itu.'Perempuan murahan? Siapa yang dia maksud perempuan murahan, ya?' batin Anggun.Setelah seharian bekerja, Gunawan berharap bisa langsung beristirahat di rumah. Badannya terasa sangat lelah hari ini. Tapi, harapan tinggallah harapan. Belum juga dia masuk ke dalam rumah. Istrinya sudah menghampirinya seraya menadahkan tangan. "Minta duit dong! Buat beli skincare," ucap Anggun. Gunawan yang baru saja sampai menjadi sedikit terkejut."Aku belum gajian, Dek. Besok ya kalau sudah gajian!" sahut Gunawan. Anggun berdecak kesal mendengar jawaban dari sang suami."Selalu aja kayak gitu alasannya. Emang bener ya kata ibu. Kamu itu lelaki nggak berguna yang hanya bisa menyengsarakan istrinya. Enggak pernah sedikitpun kamu berniat membahagiakan istri." Anggun berkata dengan nada keras dan ketus. "Bukan begitu, Dek. Aku benar-benar nggak punya uang. Aku belum gajian. Kamu kan tahu sendiri kalau—""Halah! Enggak usah banyak alasan. Kalau emang kamu niat bahagiain istri, pastinya kamu bakalan cari cara supaya bisa mendapatkan uang dengan cepat." Anggun memotong ucapan sang su
Gunawan tampak duduk sambil bersandar ke tembok. Matanya menatap ke arah kumpulan pepohonan yang berdiri rapat di pekarangan. "Diminum dulu, Gun!" ucap seorang perempuan muda. Gunawan menganggukkan kepalanya tanpa menoleh ke arah perempuan itu. "Sebenarnya ada apa sih, Gun? Enggak biasanya kamu seperti ini?" Kali ini seorang pria yang bertanya pada Gunawan. Gunawan masih saja terdiam. Mulutnya seolah terkunci rapat. Hatinya dilanda kekacauan hebat saat ada yang menanyakan hal itu. "Bukannya kami mau ikut campur, Gun. Tapi jika kamu lagi ada masalah, kamu bisa cerita sama aku atau Mbakmu ini." Pria itu berkata sembari menunjuk ke sampingnya. Gunawan menghela napas panjang. Dia ingin sekali berbagi dengan mereka. Tapi sisi hatinya yang lain mengatakan untuk diam saja.'Jangan katakan apapun menyangkut rumah tanggamu dengan Anggun. Karena itu adalah masalah kalian berdua. Jadi, jangan sampai ada orang lain yang tahu,'
Tubuh Rendi menegang seketika saat mendengar suara itu. Wajahnya berunah pucat pasi dan terlihat ketakutan. Seolah-olah dia baru saja melihat hantu yang menyeramkan. 'S**t! Kenapa dia harus datang ke sini sih? Ini lebih menyeramkan dari ketemu hantu kuntilanak!' ucapnya dalam hati. "Sudah makin berani ya kamu, Ren. Belum juga resmi cerai, tapi udah berani ajak cewek. Masih istri orang lagi ceweknya!" Seorang perempuan muda tampak berdiri di dekat meja keduanya sambil melipat tangan di depan dada. "Eh, Mbak! Elo tahu nggak sih cowok yang lagi sama kamu ini siapa? Elo tahu nggak kalau dia ini udah punya anak dan istri?" Perempuan muda itu berkata sambil menatap ke arah Anggun. Anggun tampak kebingungan. Dia sama sekali tak mengerti dengan ucapan perempuan muda itu. Dia tak paham maksudnya. "Maksud kamu?" Pertanyaan yang membuatnya terlihat semakin bodoh. Perempuan muda di depannya tersenyum miring. Seolah mengejek kebodohan i
Gunawan melanjutkan langkahnya menuju kamar. Dia berusaha untuk tak menghiraukan perkataan bu Ika yang begitu menyakitkan untuknya. 'Astaghfirullahalazim,' ucap Gunawan dalam hati. Gunawan segera berpakaian dan keluar dari kamar. Meliha Gunawan keluar dari kamar, Anggun segera bangkit dari kursinya dan berjalan menghampiri lelaki itu. "Kita makan sekarang, Mas!" ajak Anggun. Gunawan tersenyum dan mengangguk. Dia lantas mengikuti langkah sang istri ke ruang makan. Lagi dan lagi Gunawan mengucapkan syukur dalam hati. Sudah lama sekali sang istri tak pernah melayani dia seperti ini. "Mau pakai lauk apa, Mas?" Anggun menyendokkan nasi sembari bertanya pada Gunawan. "Pakai tahu sama tempe aja. Kuli bangunan harus tahu diri." Bu Ika tiba-tiba menyela obrolan mereka berdua. "Apaan sih, Bu. Biarin lah mas Gunawan makan pakai lauk yang lain. Ini juga sebagai bentuk permintaan maafku sama mas Gunawan," ucap Anggun
Gunawan berjalan kembali menuju gudang. Dia tak ingin rasa curiga dan penasaran menuntunnya melakukan sesuatu dengan gegabah. 'Lebih baik aku tak usah ikut campur. Biarlah mereka yang menanggung akibatnya sendiri,' ucap Gunawan dalam hati. Langkahnya terus menjauh dari ruangan itu. Dia berjalan menuju gudang dan segera mengambil apa yang temannya tadi minta. Setelah itu dia bergegas menuju tempat kerjanya lagi. "Lama amat, Gun? Kemana aja sih!" Salah seorang temannya menegur Gunawan yang terlalu lama di gudang. "Maaf tadi aku kebelet. Jadi kabur ke toilet dulu," jawab Gunawan. Temannya itu hanya geleng-geleng kepala mendengar jawaban Gunawan. Dia kemudian melanjutkan lagi pekerjaannya tanpa banyak bertanya pada lelaki itu. Sementara itu, bu Ika mulai mencurigai perubahan sikap Anggun. Selama ini anaknya itu selalu menuruti kemauannya. Tapi akhir-akhir ini Anggun mulai membantah perkataan bu Ika. 'Ini nggak bisa di
Gunawan menatap heran ke arah sang istri yang tampak kebingungan dan gugup. "Kenapa kamu gugup begitu? Apa benar tadi kamu ke proyek?" Gunawan mengulangi pertanyaannya sembari tetap menatap istrinya itu. "Eng-enggak kok. Aku dari tadi di rumah aja. Aku nggak ke mana-mana," jawab Anggun. Nada suaranya terdengar bergetar. Menandakan dia sedang dilanda kegugupan yang luar biasa. Gunawan tak begitu saja memercayai ucapan Anggun. Dia masih saja mengajukan pertanyaan yang membuat sang istri menjadi berang. "Kamu nggak percaya sama aku, Mas? Kamu curiga sama aku?" ujar Anggun. Suaranya sedikit meninggi karena tuduhan yang dilayangkan oleh suaminya itu. Matanya mulai berkaca-kaca saat sang suami menuduhnya seperti itu."Bukan gitu. Aku cuman nanya aja. Soalnya tadi aku—""Sama aja, Mas. Dengan kamu nanya kayak gitu, tandanya kamu nggak percaya sama aku!" potong Anggun cepat. Anggun membanting sendoknya k
Gunawan terpaku di tempatnya setelah mendengar kabar buruk hari ini. Dirinya harus menelan pil pahit untuk kedua kalinya. "Kamu saya pecat!"Ucapan sadis itu kembali terngiang-ngiang di telinganya. Hatinya seolah hancur dan remuk setelah mendengar kabar itu. "Saya tidak butuh pekerja yang pemalas seperti kamu!" Kalimat yang menjadi jawaban pak Adi ketika Gunawan menanyakan alasan beliau memecat dirinya. "Saya tidak butuh pekerja yang bisanya hanya tidur dan mengganggu kesenangan orang lain," ucapnya lagi. Gunawan menyugar rambutnya dengan kasar. Dadanya terasa sesak kala mengingat semua itu. Di saat sang istri sudah mulai bisa menerima dirinya kembali, saat itulah Allah menguji kesabarannya lagi. Sebuah tepukan halus membuyarkan lamunan Gunawan. Lelaki itu mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang menepuknya. "Sabar ya, Gun! Pak Adi memang agak aneh akhir-akhir ini," ucap salah seorang temannya. "Iy
Gunawan terus melangkah pergi. Hatinya yang hancur karena dipecat dari pekerjaannya, semakin hancur saja sekarang. Dia tak menyangka jika sang istri akan mengusirnya dari rumah itu. 'Sekarang aku harus ke mana? Aku harus berbuat apa? Astaghfirullahalazim!' ucap Gunawan dalam hati. Tanpa terasa langkah kaki Gunawan telah sampai di rumah saudara sepupunya. Dia tak langsung mengetuk pintu rumah itu. Dia hanya berdiri mematung dan menatap rumah itu. 'Haruskah aku mengadu pada mereka? Haruskah aku menceritakan semua masalahku padanya?' batin Gunawan. Di saat Gunawan tengah dilanda kebimbangan, seorang pria paruh baya tampak keluar dari dalam rumah itu. Pria itu terkejut saat melihat Gunawan berdiri di depan rumahnya. Begitu pula dengan Gunawan yang terkejut saat melihat pria itu. Gunawan mencoba tersenyum setelah dapat menguasai rasa terkejutnya. Dia lantas menghampiri pria paruh baya itu dan mencium punggung tangannya. "Assalamu'alaikum, Pakde!" ucap Gunawan. "Wa'alaikumusalam," jaw