Compartilhar

Bab 242

Autor: Rina Safitri
Kenangan lama yang telah lama terkubur perlahan bangkit kembali. Indra ingat dulu ia pernah tolak semua itu.

Seketika ada kilatan rasa bersalah di matanya. Ia berkata pelan, “Sekarang aku akan tebus semua.”

Lalu, seakan nggak cukup, ia tambahkan lagi, “Dan nanti kita akan punya lebih banyak lagi.”

Puspa melirik ke keranjang belanja yang penuh dengan barang-barang pasangan, lalu menanggapi dengan suara tenang namun penuh sindiran, “Cermin yang sudah pecah, nggak mungkin kembali utuh.”

Indra menoleh sekilas, nggak terima begitu saja. “Kalau kamu nggak pernah coba, gimana bisa tahu?”

Puspa nggak mau buang tenaga meladeni perdebatan sia-sia. Ia tahu, di mata Indra, suaranya nggak ada harganya. Apa pun yang ia katakan, laki-laki itu hanya akan lakukan apa yang diinginkannya, hanya dengar apa yang ingin ia dengar.

Indra tetap bersemangat memilih aneka perlengkapan pasangan, sementara Puspa sama sekali nggak ikut campur.

Karena pikirannya melayang entah ke mana, tiba-tiba Puspa merasa ada
Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 244

    Semua orang tahu kalau Wulan itu “milik” Indra. Jadi, ketika Puspa seenaknya coba jodohkan dia dengan orang lain, semua orang terdiam. Nggak tahu harus berkata apa.Lukman langsung mengerutkan kening, matanya membulat. “Kamu gila yah? Omong kosong apa itu! Siapa bilang aku suka Wulan?” Namun dimaki begitu, Puspa nggak marah. Ia hanya jawab dengan tenang, “Oh, kalau gitu apa kamu suka Indra? Kalau nggak, kenapa begitu peduli siapa wanita yang di sebelahnya?”“Aku ini murah hati. Nih, aku kasih kamu tempat duduk. Kebetulan hari ini ulang tahunmu. Meskipun aku nggak suka kamu, anggap saja ini hadiah dariku. Gratis,” ucap Puspa enteng sambil bergeser menjauh dari Indra lalu kasih isyarat tangan seolah mempersilakan.Suasana di ruang VIP makin tegang, bahkan lebih mencekam daripada saat Puspa jodohkan Lukman dengan Wulan tadi. Sebagai orang yang langsung disebut, wajah Indra dan Lukman sama-sama kelam. Lukman seperti belalang yang diinjak ekornya, wajahnya merah padam. “Puspa, otakmu kem

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 243

    “Aku nggak mau pindah!” Puspa dengan tegas nolak.Indra tetap tenang, suaranya datar namun penuh kuasa. “Sekarang kamu nggak punya hak untuk tawar nawar denganku.”Dengar itu, Puspa menggertakkan gigi, matanya menatap dengan penuh kebencian. Indra justru bersikap lembut, bahkan menyuapkan sepotong daging sapi ke mangkuknya. “Aku kasih kamu waktu untuk pikir dulu. Begitu kamu sudah bisa ngerti, waktu itu baru bisa kumpul keluarga lagi.”Ia lalu tambahkan, “Makan yang cepat. Kalau dingin, perutmu bisa sakit.”Tapi kenyataannya, perut Puspa sudah mulai sakit bahkan tanpa sentuh makanan itu. ...Malam itu di kamar tidur utama. Indra melingkarkan lengannya dari belakang, meraih pinggang Puspa. Ia menepis dengan penuh rasa jijik, tapi setiap kali berhasil ngehindar, Indra akan tarik dia lagi. Sampai akhirnya, nggak ada tempat untuk lari lagi, tubuhnya pun terkunci dalam pelukan itu. Suara rendah dan serak Indra terdengar di atas kepalanya, menusuk ke dalam keheningan kamar. “Aku beri kam

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 242

    Kenangan lama yang telah lama terkubur perlahan bangkit kembali. Indra ingat dulu ia pernah tolak semua itu. Seketika ada kilatan rasa bersalah di matanya. Ia berkata pelan, “Sekarang aku akan tebus semua.”Lalu, seakan nggak cukup, ia tambahkan lagi, “Dan nanti kita akan punya lebih banyak lagi.”Puspa melirik ke keranjang belanja yang penuh dengan barang-barang pasangan, lalu menanggapi dengan suara tenang namun penuh sindiran, “Cermin yang sudah pecah, nggak mungkin kembali utuh.”Indra menoleh sekilas, nggak terima begitu saja. “Kalau kamu nggak pernah coba, gimana bisa tahu?”Puspa nggak mau buang tenaga meladeni perdebatan sia-sia. Ia tahu, di mata Indra, suaranya nggak ada harganya. Apa pun yang ia katakan, laki-laki itu hanya akan lakukan apa yang diinginkannya, hanya dengar apa yang ingin ia dengar. Indra tetap bersemangat memilih aneka perlengkapan pasangan, sementara Puspa sama sekali nggak ikut campur. Karena pikirannya melayang entah ke mana, tiba-tiba Puspa merasa ada

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 241

    Detik berikutnya, Indra lepaskan lengan yang menopang tubuhnya, lalu seluruh badannya menindih Puspa. Puspa berusaha dorong dia, tapi wajah Indra sudah terkubur di lekuk lehernya, suara beratnya bergema rendah. “Kalau kamu berani gerak lagi, aku nggak akan bersikap baik.”Dengar itu, Puspa pun terhenti. Tubuh mereka begitu dekat, hingga ia jelas rasakan perubahan pada dirinya. Kali ini, ia percaya bahwa ancamannya nggak main-main. Beberapa helaan napas kemudian, Indra tekan habis-habisan gejolak dalam dirinya. Ia akhirnya berguling turun dari ranjang, lalu masuk ke kamar mandi. Nggak lama, suara air berhenti. Indra keluar dengan tubuh segar setelah mandi. Ia menatap Puspa yang masih berdiri di sana, alisnya terangkat tipis. “Kenapa nggak kabur saja selagi aku mandi?” Bukannya itu pertanyaan konyol yang ia sudah tahu jawabannya? Puspa nggak tanggapi sindirannya, melainkan tanya hal yang paling mengganjal. “Kapan kamu mau lepaskan ayahku?”Tapi Indra malah jawab dengan hal lain. “Pi

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 240

    Pintu kamar yang sudah terkunci dari dalam tetap saja terbuka. Puspa sama sekali nggak kaget.Indra masuk dan taruh sebuah salep di hadapannya. “Lukaku di punggung harus diganti obatnya.” Wajah Puspa datar, nggak ada sedikit pun rasa kasih sayang atau perhatian seperti dulu. Suaranya dingin menusuk. “Apa urusannya denganku?”Indra menatapnya lekat. “Kalau nggak karena kamu sengaja bocorkan kabar perselingkuhan palsuku ke media, Kakek nggak akan hukum aku.”Sudut bibir Puspa terangkat tipis, matanya menyala dengan ejekan. “Kamu bukannya nggak mau selingkuh, tapi orang yang kamu mau sudah nggak ada lagi.”Setelah itu, ia sendiri tambahkan, seolah mengoreksi. “Nggak, kalau dia masih hidup, kamu nggak akan mungkin biarkan dia nanggung reputasi buruk seperti itu. Begitu kamu sadar setelah kecelakaan mobil itu, kamu pasti nggak akan ragu untuk ceraikan aku.”Mata Indra bergetar samar, tapi ia nggak mengiyakan maupun membantah. “Ingat satu hal, sekarang dan selamanya kamu itu istriku.”Meski

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 239

    Cakra terkejut bagaikan kuda yang tersentak cambuk. Ia buru-buru tundukkan kepala, nggak berani ngelirik sedikit pun, bahkan segera naikkan sekat pemisah. Indra buka mulut, suaranya rendah dan dingin, "Kamu wanita pertama yang berani pukul aku."Ini adalah tamparan kedua. Puspa hanya menoleh, menatap kosong ke luar jendela, abaikan dia. Indra benci diperlakukan dengan sikap dingin. Ia menjepit pinggang Puspa, lalu dengan paksa angkat tubuhnya, dudukan dia di pangkuannya. Jari-jarinya mengusap lembut pinggang ramping itu. “Besok hari ulang tahun Lukman. Aku akan bawa kamu ke sana.”Puspa menolak dalam diam. Seketika cengkeraman di pinggangnya mengencang, mencubit hingga sakit. “Ayo bicara.”“Aku nggak mau pergi!” Suara Puspa pecah, tegas penuh perlawanan.Indra menatapnya lekat. “Bukannya dulu kamu suka datang ke pesta semacam itu?”Ia nggak pernah suka. Dulu ia datang bukan karena ia suka, tapi biar ia paham selera Indra, demi senangkan teman-temannya, demi bisa masuk ke dalam lin

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status