Share

Bab 8 : Ketagihan

Setiap hari Dimas datang ke rumah Herlambang sekitar pukul 6 pagi untuk memberikan instruksi pada ke empat pelayan, satu orang sopir pribadi Tiara dan satu tukang kebun di rumah besar itu. Sedangkan sopir pribadi Herlambang, biasanya akan libur ketika Tuan besarnya tidak ke kantor seperti saat ini.

Usai memberikan instruksi pada semua pelayan di rumah itu, sopir pribadi Tiara yang bernama Imam pun berbicara pada Dimas.

“Pagi Pak Dimas, saya mau lapor,” bisik Imam saat mendekat Dimas.

“Lapor apa?” tanya Dimas menatap selidik Imam.

“Uhm, semalam Tuan muda Erlangga mabuk dan...”

“Mabuk?” tanya Dimas melangkah ke samping rumah mewah itu dan diikuti oleh Imam.

“Sekarang kamu bisa cerita,” pinta Dimas berdiri diantara pohon palem yang cukup tinggi.

“Kemarin saya antar Tuan muda bertemu teman-temannya di tempat ngopi sampai jam 8 malam. Setelah itu, mereka bersama-sama pergi ke Night Club dan pulang dini hari dalam keadaan mabuk berat, Pak,” cerita Imam.

“Apa Nyonya Tiara tau?” tanya Dimas kembali.

“Nyonya Tiara nggak tau Pak..., tapi Nyonya Elena tau Pak, soal....”

“Kok Nyonya Elena bisa tau.., apa memang dia belum tidur?” tanya Dimas dengan dahi mengerut.

Setelah itu, Imam pun menceritakan hal yang dilakukannya bersama seorang sekuriti dini hari atas diri Erlangga. Usai Dimas mengetahui hal itu, ia pun berkata pada sopir tersebut.

“Pak Imam..., Lain kali kalau Tuan Erlangga mabuk, lebih baik dibawa saja ke kamar bagian bawah khusus tamu. Itu sudah jadi keputusan dari Tuan Herlambang yang akan menikah dengan Nyonya Elena setelah mereka bercerai. Jadi tolong, ini jadi kejadian terakhir membawa Tuan Erlangga ke kamar Nyonya Elena,” perintah Dimas sebagai kepala pelayan.

“Baik Pak Dimas..., Saya juga sebenarnya ragu. Tapi, untuk membangunkan Nyonya Tiara..., Saya juga nggak berani, Pak,” tutur Imam membela diri.

“Ya udah, kamu nggak salah. Yang penting lain kali jangan sampai hal ini terjadi lagi. Oh ya, tolong kamu jaga juga omongan kita berdua dari Nyonya Tiara,” pinta Dimas kembali. Kemudian, Imam pun menganggukkan kepalanya dan meninggalkan Dimas untuk mencuci ke tiga mobil yang di parkir.

Sementara itu, Dimas yang mendengar kejadian di rumah itu atas Erlangga dan Elena, langsung mengirimkan pesan pada Herlambang. Hal itu dilakukan atas perintah Herlambang. Walaupun hubungan Dimas dan Erlangga sejak kecil begitu manis. Namun, sejak kejadian jus berisi perangsang itu, Dimas pun menarik diri untuk setia pada satu tuan, yaitu pada Herlambang.

[Pesan keluar Dimas : Selamat pagi Tuan, maaf saya mengganggu. Saya mau melaporkan, kalau Tuan Erlangga ke rumah bertemu Nyonya Elena]

Setelah selesai mengirimkan pesan dan memastikan pesan telah masuk, Dimas pun menghapus pesan tersebut. Hal itu ia lakukan untuk menjaga-jaga jika Tiara menyita semua ponsel semua yang bekerja di rumah itu, bila dirinya curiga pada beberapa pelayannya.

Saat jam menunjukkan pukul tujuh pagi, Tiara yang keluar dari kamarnya langsung memanggil pelayannya untuk menanyakan putranya.

“Darsih..., Apa Tuan Erlangga pulang ke rumah?” tanya Tiara saat dirinya sampai di meja makan.

“Pulang Nyonya..., kata pak Imam pulangnya sekitar jam dua pagi,” jawabnya mendekati Tiara.

“Oh, gitu. Buatkan jus alpukat dan roti isi selai nanas,” perintah Tiara dan meraih telepon direct untuk menghubungi Dimas.

“Dimas, panggil Imam. Suruh dia ke ruang makan.”

Tiara pun menutup telepon tersebut sebelum Dimas menjawab perintahnya. Hal itu sering dilakukan oleh Tiara, sejak ia menuduh Dimas yang sengaja menutupi hubungan Herlambang dengan Elena hingga Tiara menyalahkan semua yang terjadi di rumah itu kepada Dimas. Kalau saja Herlambang tidak melindungi Dimas, mungkin Tiara telah memberhentikan dirinya, sama seperti beberapa pelayan lainnya.

“Pagi Nyonya besar...,” sapa Imam menghadap Tiara.

“Ya Pagi..., Kemana aja Tuan Erlangga semalam, sampai dini hari baru pulang?” tanya Tiara seraya menikmati jus alpukatnya.

Imam pun menceritakan semua kejadian yang dilakukan Erlangga sejak siang hari hingga dini hari saat ia memapah diri Erlangga ke kamar Elena. Saat mendengar hal itu, Tiara pun tersenyum lebar dan mangut-mangut.

“Bagus..., Kamu memang sopir pribadiku yang pintar! Hehehehe..., Udah sana pergi dari hadapanku,” perintah Tiara seraya mengibaskan jemarinya.

Dalam hati Tiara pun bergumam, ‘Akhirnya..., Mereka satu kamar lagi. Aku harap mereka bercinta dan tak jadi bercerai. Yes! Semua harapanku tercapai.’

Terlihat jelas kebahagiaan pada wajah Tiara saat ia begitu yakin, kalau putranya dan Elena tidak akan bercerai. Lalu, dengan wajah semeringah Tiara pun memanggil Darsih dan meminta pelayan itu mendekat kepadanya.

“Darsih, coba kamu menguping di pintu kamar Elena, cepat!” bisiknya perlahan.

“Baik Nyonya...,” ucapnya dan berlalu dari hadapan Tiara, berjalan menuju tangga untuk ke kamar Elena.

Sesampai di depan kamar Elena, Darsih pun mendekatkan telinga kanannya pada pintu kamar tersebut.

Sementara itu dua puluh menit yang lalu di kamar itu, Elena yang tengah hamil 3 bulan itu telah selesai membersihkan diri. Tampak ia masih membelitkan handuk berwarna biru muda di tubuhnya. Sedangkan Erlangga terlihat masih tertidur pulas dalam keadaan telanjang bulat.

Elena yang masih berhasrat pada Erlangga pun, membuka selimut yang menutupi tubuh lelaki tampan itu. Dipandangi batang kenikmatan milik Erlangga yang masih tertidur pulas, usai bekerja keras dini hari.

Dengan menelan salivanya, Elena pun memberanikan diri untuk membangunkan Erlangga dengan naik ke atas tempat tidur.

“Er..., Erlangga..., Bangun.”

Ditepuk-tepuknya pipi Erlangga saat dirinya masih membelitkan handuk pada tubuhnya. Erlangga yang merasakan tepukan pada wajahnya pun memicingkan matanya dan mendapati Elena hanya membelitkan tubuhnya yang kini berisi persis di hadapannya.

“Ya, ada apa?” tanya Erlangga yang memandang nakal ke arah dada Elena.

“Bangun..., Sana mandi. Pasti mami lagi nunggu kamu,” jawab Elena menelan salivanya kembali untuk menghalau hasrat dalam dirinya.

“Oh, kira’in kamu minta tambah,” goda Erlangga memunggungi Elena.

Elena yang mendengar ucapan Erlangga kian merasakan letupan hasrat yang kian meninggi. Terlebih, hasrat yang selama ini dipendamnya baru pertama kali tersalurkan semalam.

“Er...,” panggil Elena seraya membuka handuk yang membelit tubuh polos nan berisi.

Mendengar panggilan Elena yang berada di berada di belakang tubuhnya, Erlangga pun menoleh dan menikmati pemandangan yang menggiurkan dan menaikkan libidonya.

Erlangga menyeringai saat dilihat tangan Elena berada diantara selangkangannya. Kemudian, Elena pun berdiri dengan bertumpu pada dengkulnya, membuka lebar kakinya.

Erlangga yang gemas melihat area sensitif Elena yang putih bersih pun mengusapnya dengan lembut area sensitif tersebut dengan tangannya. Tampak jelas, jakun lelaki tampan itu naik turun dan terlihat pula napas naik turun pada dada Elena saat jemari Erlangga terus mengusap lembut bagian sensitifnya.

Lalu, diciumnya jemari yang telah dipakai mengusap bagian sensitif Elena. Kemudian, Erlangga pun tersenyum dan berucap, “Hmmm..., Bawa ke sini..., Aku pengen isep punya kamu.”

Mendengar hal itu, bagai seorang anak kecil yang akan diberikan es cream, Elena pun dengan sigap naik ke atas tubuh Erlangga dan memberikan bagian selangkangannya ke bibir Erlangga. Terdengar bunyi decap saat lidah dan bibir Erlangga mengecup dan menghisap lembut bagian daging merah terbesar milik Elena.

“Er...., OOUUWHH..., AAAKHH.”

Elena mengerang ketagihan atas isapan dan gigitan kecil Erlangga pada bagian dinding luar area sensitifnya.

“Hmmmm..., aemmm..., Hemmm.”

Terdengar bunyi dari bibir Erlangga saat lelaki itu bermain pada area kenikmatan Elena. Hingga wanita cantik itu menggoyangkan bokongnya saat berada di atas wajah Erlangga. Sampai akhirnya, saat bibir dan lidah Erlangga menghisap dengan kuat bagian daging merahnya, Elena pun menekan bibir Erlangga dan bergoyang kencang hingga ia pun menjerit histeris dan tubuhnya pun bergetar seperti terkena aliran listrik. Terlihat bokongnya menekan bibir Erlangga yang masih terus menghisap daging merah Elena hingga sebesar kacang merah.

“Cukuuup... Aarrggghhh..., Enaaak Er..., Aakkh...!” pekik Elena mengangkat bokongnya.

Erlangga tersenyum puas kala cairan bening milik Elena tumpah di dalam mulutnya. Setelah itu, Erlangga pun berkata, “Sekarang..., Aku mau kamu nungging. Kita main di depan meja rias. Aku mau kamu jadi kudaku.”

Elena yang mendengar keinginan Erlangga pun memenuhinya, karena dirinya pun telah terpuaskan atas permainan oral Erlangga yang selama ini ingin ia rasakan.

Setelah turun dari tempat tidurnya, Elena pun menungging persis di depan meja riasnya. Erlangga pun meminta Elena untuk relax dengan menurunkan bagian pinggangnya dan sebelum Erlangga menusukkan batang kenikmatannya, jemari telunjuk dan tengahnya sengaja memainkan daging merahnya dengan memilin hingga Elena mendesah nikmat.

Lalu, Erlangga pun membuka lebar kaki Elena dan menusukkan batang kenikmatannya serta memasuk dan mengeluarkan dengan kasar dan cepat dengan menepuk-nepuk keras bokong Elena.

“Aaakkhh..., Aakkhh..., Oohh..., Nikmaaattnya...,” erang Erlangga.

Elena pun mendesah bersamaan dengan erangan Erlangga yang kian menggema di kamar itu seiring dengan cepatnya batang kenikmatan itu masuk dan keluar. Sampai akhirnya, bokong Elena bergoyang keras saat batang kenikmatan itu masuk penuh. Hingga mereka pun mengerang bersamaan mencapai klimaks dengan mengeluarkan cairan kenikmatan bersama.

“AAARRHHH...., Nikmatnya Leenaa,” pekik Erlangga saat menarik batang kenikmatannya yang masuk penuh pada liang kenikmatan Elena dengan napas tersengal-sengal dan keringat bercucuran atas hentakan kerasnya.

“OOOUUWWHHH...., Errrrr..., AAKHH! Ennaaakk...,” erangnya saat merasakan detik-detik Erlangga menarik batang kenikmatannya dan tanpa disadari beberapa botol krim wajah dan serum di meja rias itu berjatuhan karena kuatnya hentakan Erlangga.

Setelah itu, Erlangga pun bersimpuh, begitu pun dengan Elena. Mereka berdua terkulai lemas dengan kenikmatan yang selama ini mereka rindukan.

“Aku mau cuci dulu..., soalnya aku udah mandi. Habis ini aku mau ke bawah lebih dulu. Nanti pakaian gantimu aku siapkan. Mandilah,” pinta Elena dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan area intimnya yang masih berdenyut nikmat.

Erlangga yang masih bersimpuh di permadani depan meja rias pun bergumam, “Sial...! Tambah lama barangnya Elena tambah enak..., Gimana aku bisa bercerai dari dia...? Tapi, gimana juga dengan Bella?’

Sementara itu, Darsih yang mendengar suara desahan, erangan dan jeritan Elena dan Erlangga pun, menelan salivanya berulang kali dengan jantung yang berdebar kencang. Setelah itu, dengan kaki gemetar, Darsih pun menuruni tangga melingkar di rumah mewah itu untuk memberitahu kejadian yang di dengarnya.

Sesampai di hadapan Tiara, Darsih pun berbicara sangat pelan menceritakan apa yang di dengarnya dengan rasa malu.

Mendengar hal itu Tiara pun tertawa keras dan bersuara perlahan, “Hahahhahaha...., Akhirnya Herlambang nggak akan bisa menikahi Elena. Hahahhahaha.”

Komen (12)
goodnovel comment avatar
Adnan Whydi
ngawur ceritanx ga sesuai expetasi saat akhir cerita lalu. terlalu gampang berubah. malas aaah
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Ho'oH.... setuju Kak Fitria hehehehe(⁠ʘ⁠ᴗ⁠ʘ⁠✿⁠) makasih udh hadir.... love you sekebon♡⁠(⁠>⁠ ⁠ਊ⁠ ⁠<⁠)⁠♡
goodnovel comment avatar
Parikesit70
Siap Kak Franita(⁠๑⁠♡⁠⌓⁠♡⁠๑⁠) You Are deh...(⁠≧⁠▽⁠≦⁠) thanks a lot
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status