Setiap hari Dimas datang ke rumah Herlambang sekitar pukul 6 pagi untuk memberikan instruksi pada ke empat pelayan, satu orang sopir pribadi Tiara dan satu tukang kebun di rumah besar itu. Sedangkan sopir pribadi Herlambang, biasanya akan libur ketika Tuan besarnya tidak ke kantor seperti saat ini.
Usai memberikan instruksi pada semua pelayan di rumah itu, sopir pribadi Tiara yang bernama Imam pun berbicara pada Dimas.“Pagi Pak Dimas, saya mau lapor,” bisik Imam saat mendekat Dimas.“Lapor apa?” tanya Dimas menatap selidik Imam.“Uhm, semalam Tuan muda Erlangga mabuk dan...”“Mabuk?” tanya Dimas melangkah ke samping rumah mewah itu dan diikuti oleh Imam.“Sekarang kamu bisa cerita,” pinta Dimas berdiri diantara pohon palem yang cukup tinggi.“Kemarin saya antar Tuan muda bertemu teman-temannya di tempat ngopi sampai jam 8 malam. Setelah itu, mereka bersama-sama pergi ke Night Club dan pulang dini hari dalam keadaan mabuk berat, Pak,” cerita Imam.“Apa Nyonya Tiara tau?” tanya Dimas kembali.“Nyonya Tiara nggak tau Pak..., tapi Nyonya Elena tau Pak, soal....”“Kok Nyonya Elena bisa tau.., apa memang dia belum tidur?” tanya Dimas dengan dahi mengerut. Setelah itu, Imam pun menceritakan hal yang dilakukannya bersama seorang sekuriti dini hari atas diri Erlangga. Usai Dimas mengetahui hal itu, ia pun berkata pada sopir tersebut.“Pak Imam..., Lain kali kalau Tuan Erlangga mabuk, lebih baik dibawa saja ke kamar bagian bawah khusus tamu. Itu sudah jadi keputusan dari Tuan Herlambang yang akan menikah dengan Nyonya Elena setelah mereka bercerai. Jadi tolong, ini jadi kejadian terakhir membawa Tuan Erlangga ke kamar Nyonya Elena,” perintah Dimas sebagai kepala pelayan.“Baik Pak Dimas..., Saya juga sebenarnya ragu. Tapi, untuk membangunkan Nyonya Tiara..., Saya juga nggak berani, Pak,” tutur Imam membela diri.“Ya udah, kamu nggak salah. Yang penting lain kali jangan sampai hal ini terjadi lagi. Oh ya, tolong kamu jaga juga omongan kita berdua dari Nyonya Tiara,” pinta Dimas kembali. Kemudian, Imam pun menganggukkan kepalanya dan meninggalkan Dimas untuk mencuci ke tiga mobil yang di parkir.Sementara itu, Dimas yang mendengar kejadian di rumah itu atas Erlangga dan Elena, langsung mengirimkan pesan pada Herlambang. Hal itu dilakukan atas perintah Herlambang. Walaupun hubungan Dimas dan Erlangga sejak kecil begitu manis. Namun, sejak kejadian jus berisi perangsang itu, Dimas pun menarik diri untuk setia pada satu tuan, yaitu pada Herlambang.[Pesan keluar Dimas : Selamat pagi Tuan, maaf saya mengganggu. Saya mau melaporkan, kalau Tuan Erlangga ke rumah bertemu Nyonya Elena]Setelah selesai mengirimkan pesan dan memastikan pesan telah masuk, Dimas pun menghapus pesan tersebut. Hal itu ia lakukan untuk menjaga-jaga jika Tiara menyita semua ponsel semua yang bekerja di rumah itu, bila dirinya curiga pada beberapa pelayannya.Saat jam menunjukkan pukul tujuh pagi, Tiara yang keluar dari kamarnya langsung memanggil pelayannya untuk menanyakan putranya.“Darsih..., Apa Tuan Erlangga pulang ke rumah?” tanya Tiara saat dirinya sampai di meja makan.“Pulang Nyonya..., kata pak Imam pulangnya sekitar jam dua pagi,” jawabnya mendekati Tiara.“Oh, gitu. Buatkan jus alpukat dan roti isi selai nanas,” perintah Tiara dan meraih telepon direct untuk menghubungi Dimas.“Dimas, panggil Imam. Suruh dia ke ruang makan.”Tiara pun menutup telepon tersebut sebelum Dimas menjawab perintahnya. Hal itu sering dilakukan oleh Tiara, sejak ia menuduh Dimas yang sengaja menutupi hubungan Herlambang dengan Elena hingga Tiara menyalahkan semua yang terjadi di rumah itu kepada Dimas. Kalau saja Herlambang tidak melindungi Dimas, mungkin Tiara telah memberhentikan dirinya, sama seperti beberapa pelayan lainnya.“Pagi Nyonya besar...,” sapa Imam menghadap Tiara.“Ya Pagi..., Kemana aja Tuan Erlangga semalam, sampai dini hari baru pulang?” tanya Tiara seraya menikmati jus alpukatnya.Imam pun menceritakan semua kejadian yang dilakukan Erlangga sejak siang hari hingga dini hari saat ia memapah diri Erlangga ke kamar Elena. Saat mendengar hal itu, Tiara pun tersenyum lebar dan mangut-mangut.“Bagus..., Kamu memang sopir pribadiku yang pintar! Hehehehe..., Udah sana pergi dari hadapanku,” perintah Tiara seraya mengibaskan jemarinya.Dalam hati Tiara pun bergumam, ‘Akhirnya..., Mereka satu kamar lagi. Aku harap mereka bercinta dan tak jadi bercerai. Yes! Semua harapanku tercapai.’Terlihat jelas kebahagiaan pada wajah Tiara saat ia begitu yakin, kalau putranya dan Elena tidak akan bercerai. Lalu, dengan wajah semeringah Tiara pun memanggil Darsih dan meminta pelayan itu mendekat kepadanya.“Darsih, coba kamu menguping di pintu kamar Elena, cepat!” bisiknya perlahan.“Baik Nyonya...,” ucapnya dan berlalu dari hadapan Tiara, berjalan menuju tangga untuk ke kamar Elena.Sesampai di depan kamar Elena, Darsih pun mendekatkan telinga kanannya pada pintu kamar tersebut.Sementara itu dua puluh menit yang lalu di kamar itu, Elena yang tengah hamil 3 bulan itu telah selesai membersihkan diri. Tampak ia masih membelitkan handuk berwarna biru muda di tubuhnya. Sedangkan Erlangga terlihat masih tertidur pulas dalam keadaan telanjang bulat.Elena yang masih berhasrat pada Erlangga pun, membuka selimut yang menutupi tubuh lelaki tampan itu. Dipandangi batang kenikmatan milik Erlangga yang masih tertidur pulas, usai bekerja keras dini hari.Dengan menelan salivanya, Elena pun memberanikan diri untuk membangunkan Erlangga dengan naik ke atas tempat tidur.“Er..., Erlangga..., Bangun.”Ditepuk-tepuknya pipi Erlangga saat dirinya masih membelitkan handuk pada tubuhnya. Erlangga yang merasakan tepukan pada wajahnya pun memicingkan matanya dan mendapati Elena hanya membelitkan tubuhnya yang kini berisi persis di hadapannya.“Ya, ada apa?” tanya Erlangga yang memandang nakal ke arah dada Elena.“Bangun..., Sana mandi. Pasti mami lagi nunggu kamu,” jawab Elena menelan salivanya kembali untuk menghalau hasrat dalam dirinya.“Oh, kira’in kamu minta tambah,” goda Erlangga memunggungi Elena.Elena yang mendengar ucapan Erlangga kian merasakan letupan hasrat yang kian meninggi. Terlebih, hasrat yang selama ini dipendamnya baru pertama kali tersalurkan semalam.“Er...,” panggil Elena seraya membuka handuk yang membelit tubuh polos nan berisi.Mendengar panggilan Elena yang berada di berada di belakang tubuhnya, Erlangga pun menoleh dan menikmati pemandangan yang menggiurkan dan menaikkan libidonya.Erlangga menyeringai saat dilihat tangan Elena berada diantara selangkangannya. Kemudian, Elena pun berdiri dengan bertumpu pada dengkulnya, membuka lebar kakinya.Erlangga yang gemas melihat area sensitif Elena yang putih bersih pun mengusapnya dengan lembut area sensitif tersebut dengan tangannya. Tampak jelas, jakun lelaki tampan itu naik turun dan terlihat pula napas naik turun pada dada Elena saat jemari Erlangga terus mengusap lembut bagian sensitifnya.Lalu, diciumnya jemari yang telah dipakai mengusap bagian sensitif Elena. Kemudian, Erlangga pun tersenyum dan berucap, “Hmmm..., Bawa ke sini..., Aku pengen isep punya kamu.”Mendengar hal itu, bagai seorang anak kecil yang akan diberikan es cream, Elena pun dengan sigap naik ke atas tubuh Erlangga dan memberikan bagian selangkangannya ke bibir Erlangga. Terdengar bunyi decap saat lidah dan bibir Erlangga mengecup dan menghisap lembut bagian daging merah terbesar milik Elena.“Er...., OOUUWHH..., AAAKHH.”Elena mengerang ketagihan atas isapan dan gigitan kecil Erlangga pada bagian dinding luar area sensitifnya.“Hmmmm..., aemmm..., Hemmm.”Terdengar bunyi dari bibir Erlangga saat lelaki itu bermain pada area kenikmatan Elena. Hingga wanita cantik itu menggoyangkan bokongnya saat berada di atas wajah Erlangga. Sampai akhirnya, saat bibir dan lidah Erlangga menghisap dengan kuat bagian daging merahnya, Elena pun menekan bibir Erlangga dan bergoyang kencang hingga ia pun menjerit histeris dan tubuhnya pun bergetar seperti terkena aliran listrik. Terlihat bokongnya menekan bibir Erlangga yang masih terus menghisap daging merah Elena hingga sebesar kacang merah.“Cukuuup... Aarrggghhh..., Enaaak Er..., Aakkh...!” pekik Elena mengangkat bokongnya.Erlangga tersenyum puas kala cairan bening milik Elena tumpah di dalam mulutnya. Setelah itu, Erlangga pun berkata, “Sekarang..., Aku mau kamu nungging. Kita main di depan meja rias. Aku mau kamu jadi kudaku.”Elena yang mendengar keinginan Erlangga pun memenuhinya, karena dirinya pun telah terpuaskan atas permainan oral Erlangga yang selama ini ingin ia rasakan.Setelah turun dari tempat tidurnya, Elena pun menungging persis di depan meja riasnya. Erlangga pun meminta Elena untuk relax dengan menurunkan bagian pinggangnya dan sebelum Erlangga menusukkan batang kenikmatannya, jemari telunjuk dan tengahnya sengaja memainkan daging merahnya dengan memilin hingga Elena mendesah nikmat.Lalu, Erlangga pun membuka lebar kaki Elena dan menusukkan batang kenikmatannya serta memasuk dan mengeluarkan dengan kasar dan cepat dengan menepuk-nepuk keras bokong Elena.“Aaakkhh..., Aakkhh..., Oohh..., Nikmaaattnya...,” erang Erlangga.Elena pun mendesah bersamaan dengan erangan Erlangga yang kian menggema di kamar itu seiring dengan cepatnya batang kenikmatan itu masuk dan keluar. Sampai akhirnya, bokong Elena bergoyang keras saat batang kenikmatan itu masuk penuh. Hingga mereka pun mengerang bersamaan mencapai klimaks dengan mengeluarkan cairan kenikmatan bersama. “AAARRHHH...., Nikmatnya Leenaa,” pekik Erlangga saat menarik batang kenikmatannya yang masuk penuh pada liang kenikmatan Elena dengan napas tersengal-sengal dan keringat bercucuran atas hentakan kerasnya.“OOOUUWWHHH...., Errrrr..., AAKHH! Ennaaakk...,” erangnya saat merasakan detik-detik Erlangga menarik batang kenikmatannya dan tanpa disadari beberapa botol krim wajah dan serum di meja rias itu berjatuhan karena kuatnya hentakan Erlangga.Setelah itu, Erlangga pun bersimpuh, begitu pun dengan Elena. Mereka berdua terkulai lemas dengan kenikmatan yang selama ini mereka rindukan.“Aku mau cuci dulu..., soalnya aku udah mandi. Habis ini aku mau ke bawah lebih dulu. Nanti pakaian gantimu aku siapkan. Mandilah,” pinta Elena dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan area intimnya yang masih berdenyut nikmat.Erlangga yang masih bersimpuh di permadani depan meja rias pun bergumam, “Sial...! Tambah lama barangnya Elena tambah enak..., Gimana aku bisa bercerai dari dia...? Tapi, gimana juga dengan Bella?’Sementara itu, Darsih yang mendengar suara desahan, erangan dan jeritan Elena dan Erlangga pun, menelan salivanya berulang kali dengan jantung yang berdebar kencang. Setelah itu, dengan kaki gemetar, Darsih pun menuruni tangga melingkar di rumah mewah itu untuk memberitahu kejadian yang di dengarnya.Sesampai di hadapan Tiara, Darsih pun berbicara sangat pelan menceritakan apa yang di dengarnya dengan rasa malu.Mendengar hal itu Tiara pun tertawa keras dan bersuara perlahan, “Hahahhahaha...., Akhirnya Herlambang nggak akan bisa menikahi Elena. Hahahhahaha.”Elena turun dari lantai atas menuju ke ruang makan disambut dengan wajah ramah dan senyum semeringah Tiara, setelah ia mendengar cerita Darsih tentang hal yang sudah diduganya.“Pagi Lena..., apa Erlangga sudah bangun?” tanya Tiara tersenyum.“Udah, sekarang lagi mandi,” jawab Elena agak malu dan merasa Tiara telah mengetahui hal yang ia lakukan bersama Erlangga.“Wati...! Siapkan nasi goreng seafood nya,” perintah Tiara. Seorang pelayan yang dipanggil dan diperintah Tiara pun, bergegas untuk menyiapkan yang diminta tanpa berkata sepatah kata pun, Wati hanya menganggukkan kepala dan menata makanan di atas meja makan yang cukup besar.Setelah itu, pelayan pun menyiapkan minuman mineral dalam gelas bening panjang beserta segelas jus yang masing-masing telah dipesan oleh Tiara. Tanpa diberitahu, Wati pun berdiri di dekat meja makan yang berjarak 3 langkah dari tempatnya berdiri.Tiara meraih telepon direct yang berada di ruang makan tersebut untuk menghubungi Dimas, sang kepala pe
Perjalanan dari Jakarta ke daerah puncak memakan waktu sekitar 2 sampai 3 jam. Itu pun tergantung dari kondisi jalan saat itu. Apalagi, hari ini adalah hari kerja jadi jelas saja jalan akan padat merapat. Saat mendekati area puncak, terdengar dering ponsel Erlangga. Sementara Elena sendiri yang duduk di bangku belakang tampak hanya membaca sebuah novel untuk menemani sepanjang perjalanan ke puncak. Tetapi, saat Erlangga menjawab panggilan dari ponselnya, dada Elena mendesir. Ada rasa sakit, marah dan kesal pada sosok Bella yang sudah diketahuinya selalu mengejar-ngejar Erlangga. “Ya Bel..., Ada apa?” tanya Erlangga melihat ke arah spion tengah sembari mengamati Elena yang masih membaca sebuah novel. Elena yang terganggu saat Erlangga memanggil nama wanita itu, sengaja tetap membaca novel dengan telinga yang dipasang untuk mendengarkan pembicaraan sepihak dari Erlangga karena, suaminya menggunakan earphone, hingga Elena tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Bella, selingkuhan Erlan
Erlangga dan Elena pun kembali menikmati kebersamaan mereka hingga petang dan Erlangga kembali mengirimkan hasil rekaman tersebut ketika Elena tengah membersihkan dirinya. Setelah puas dengan aksinya, ia pun keluar dari dalam kamar menemui Dadang yang sedang bersiap-siap membuat api unggun. Terlebih cuacanya begitu cerah.“Mang, apa mami dan papi sering ke Vila ini?” tanya Erlangga saat menemui penjaga Vila itu di bagian teras Vila.“Beberapa kali Nyonya dan Tuan besar juga Tuan muda kemari waktu renovasi,” tuturnya langsung berdiri dan mempersilakan Erlangga untuk duduk di kursi kayu depan teras.“Tuan muda siapa?” tanya Erlangga penasaran seraya mengernyitkan dahinya.Dadang yang bingung dengan pertanyaan Erlangga justru balik bertanya pada lelaki tersebut, “Maaf Tuan Erlangga, bukannya yang beberapa kali Jitu anaknya Tuan sendiri?” “Siapa?” tanya Erlangga yang telah cukup lama mengeluarkan nama Sakti dalam hati dan pikirannya.“Kalau nggak salah namanya Tuan Sakti. Kata Nyon
Erlangga dan Elena tampak menghabiskan waktu dengan bersama-sama mengelilingi api unggun. Sikap dan sifat Erlangga yang ramah mulai terlihat saat ia ikut membakar ayam dan Elena tengah ikut membakar jagung.“Ayo sini Ceu Emi ikut bakar jagungnya,” ajak Elena.Sedangkan ketiga lelaki, Dadang, Imam dan Erlangga membakar daging ayamnya. Dadang sengaja membawakan dua kursi rotan untuk diletakkan persis satu langkah dari api unggun dengan tujuan agar saat Erlangga dan Elena lelah, mereka bisa duduk di kursi rotan. “Er..., Jagung bakar punya kamu, pedes apa nggak?” tanya Elena mendekati tempat pembakaran ayam.“Dikit aja pedasnya, Lena. Ini ayam bakar kamu, gosong apa nggak? Hehehehehe...,” tawa Erlangga menggoda.“Awas aja kalau gosong, aku denda,” senyum Elena saat Erlangga menggodanya.Setelah matang, Emi membawa ayam bakar dan jagung bakarnya ke dalam Vila dan diletakkan pada meja makan di dalam Vila.Erlangga dan Elena yang masih berada diluar pun, kian merasakan hawa dingin at
Herlambang yang membawa Elena masuk ke dalam kamar, langsung merebahkan tubuh wanita cantik yang kian bertambah cantik seiring dengan kedewasaan dirinya dan pintarnya ia merawat diri. Setelah itu, Herlambang kembali ke ruang santai dengan membawa selimut tebal dan menyelimuti Erlangga yang tampak kacau berbaring pada permadani yang cukup tebal dengan pemanas di ruangan itu.Herlambang juga memunguti pakaian Elena yang berceceran di atas permadani dan membawanya ke dalam kamar. Sesampai di kamar, Herlambang yang masih berpakaian lengkap hanya mondar-mandir seraya memandang keindahan bentuk tubuh Elena dengan. Jakun yang turun naik. Bahkan, batang kelelakiannya pun telah pula berdiri tegak.Didekatinya tubuh nan elok wanita cantik yang telah membuatnya kecanduan. Teringat masa-masa gila kala mereka melakukan kenikmatan di lantai 14. Hasratnya seketika timbul. Matanya jelalatan memandang bentuk ternikmat yang sangat dirindukannya.Dengan napas menderu, dicium dengan lembut dan sangat
Sesampai di dalam kamar, Elena hanya bisa menangis sembari memegang perutnya. Ia benar-benar sangat terpukul dengan perilaku Herlambang yang dengan sengaja masuk dan tidur di sebelahnya.Dengan terus memegang perutnya Elena menangis dan berdialog pada calon bayinya, “Dek, maafkan mama..., Sekarang papa nggak akan kembali lagi sama kita..., hikss..., Maafkan mama, sayang. Mama terlalu banyak kesalahan sama papa. Mama menyesal, maafkan mama, sayang..., hikss...”Atas rasa sedih dan sesalnya Elena terus berdialog pada jabang bayi yang dikandungnya. Keinginan besarnya untuk tidak bercerai dan kembali pada Erlangga semata karena ia ingin darah daging Erlangga, yang dikandungnya saat ini kelak akan mendapatkan kasih sayang dari ayahnya sendiri.Namun saat semua harapannya hancur, Elena yang bersikeras untuk kembali pada Erlangga akhirnya mencoba untuk menghubungi lelaki muda nan tampan itu. Tetapi, panggilannya di reject oleh Erlangga.Setelah itu, Elena pun mengirimkan pesan pada Erlan
Bella yang hatinya tengah bergembira pun melangkah ringan memasuki lift untuk menuju ke apartemen lelaki yang dicintai dengan membawa tas kanvas berisikan makanan kesukaan Erlangga dan dirinya.Sesampai di depan pintu kamar apartemen Erlangga, wanita cantik yang tergila-gila dan sangat terobsesi pada Erlangga itu pun memanggil nama Erlangga tanpa mengetuk pintu kamar apartemen lelaki itu dengan suara manjanya.“Er..., Erlangga..., Buka pintunya...,” panggil Bella tanpa mengetuk pintu.Berulang kali Bella memanggil nama pemuda tampan itu, namun tidak ada sahutan dari dalam apartemen, hingga membuat penghuni apartemen disebelah kamar Erlangga yang kebetulan keluar kamar menasihati Bella.“Mbak, diketukan aja pintunya. Mungkin orangnya mandi atau ketiduran,” ucap seorang wanita seumuran Bella.Mendengar ucapan wanita tetangga sebelah apartemen Erlangga membuat raut wajah Bella yang manis menjadi jutek dan menimpali omongan wanita yang sambil lalu melewati dirinya saat berada di depa
Usai makan, Elena pun masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri. Sementara, Herlambang tengah meminta pada Dadang untuk mencari mobil yang bisa disewa dan mengantar mereka pulang ke Jakarta.“Dadang, coba kamu cari tempat persewaan mobil yang ada sopirnya, biar bisa antar ke Jakarta. Kalau ada, cari mobil sekelas Rubicon, Pajero dan Alphard. Kalau nggak ada ya, di bawah itu juga boleh,” perintah Herlambang.“Baik Tuan besar,” ucap Dadang keluar Vila.Setelah itu, Herlambang menemui Emi yang sedang membuat keredok pesanan Elena.“Emi, apa pesanan Elena sudah selesai?” tanya Herlambang.“Sudah selesai, Tuan,” ucapnya.“Apa ada stroberi yang bisa dipetik?” tanya Herlambang.“Ada Tuan, apa saya petik sekarang?” tanya Emi kembali.“Ya, kamu petik, cari yang bagus-bagus,” titah Herlambang.Emi pun menganggukkan kepalanya dan berlalu dari hadapan Herlambang, menuju kebon stroberi yang berada di sebelah Vila tersebut. Setelah itu, Herlambang pun masuk ke dalam kamar untuk mengajak El