Suasana kelas terasa begitu mencengkam. Ezra sedari tadi tidak berhenti untuk menggerutu. Bahkan meja yang tidak bersalah pun ikut ia tendang karena rasa kesalnya pada Aksa. Ezra memang pendiam saat baru pertama kali masuk sekolah, tapi siapa sangka jika pria itu juga memiliki sisi nakal sama seperti remaja lainnya.
"Kena kan lo? Lagian sok jago sih nantang Pak Aksa." Aldo duduk di meja sambil menikmati pentolnya.
"Kalo liat dia bawaannya kesel mulu."
"Salah apa Pak Aksa sama lo?" Kali ini Era yang bertanya.
"Kesel aja, sok berkuasa banget."
Lala mendengkus, "Dia emang berkuasa kali, Zra. Dia yang punya sekolah. Bego lu."
"Kok lo betah sih deket sama Pak Aksa?" tanya Ezra pada Era.
"Bian yang bikin betah. Kalo Pak Aksa sih emang galak tapi nggak papa, suka kasih duit bensin soalnya." Era menyeringai.
"Cuma duit bensin, Ra."
Era berdecak, "Udah dibilang gue utang budi sama keluarga Pak Wijaya."
"Tetep aja dia
Hari Senin adalah hari yang Era tunggu. Khusus hari ini, dia sangat semangat untuk berangkat ke sekolah. Era ingin menemui Aksa yang rutin melakukan rapat mingguan di sekolah. Semenjak marahnya Aksa, Era tidak bertemu dengan pria itu hingga saat ini. Bahkan Bian dan Bu Ratna juga tidak berkunjung ke panti. Hal itu membuat Era berpikir, apa dia melakukan kesalahan? Jika iya, Era yakin jika itu bukanlah masalah besar. Seharusnya Aksa tidak berlebihan seperti ini bukan?Sejak dari jam pelajaran pertama dan kedua, Era berkali-kali ijin ke kamar mandi. Bukan kamar mandi yang menjadi tujuannya, melainkan ruangan kepala sekolah. Seperti orang hilang, Era berjalan hilir mudik sambil mengintip jendela ruang kepala sekolah, berharap jika akan melihat Aksa. Namun sepertinya kepala sekolah sedang tidak menerima tamu. Sedikit membuat Era kecewa dan berlalu kembali ke kelas. Bunyi bel istirahat mulai terdengar. Era tanpa menunggu teman-temannya langsung berlari ke luar ruangan. Ruang
Suasana gedung olah raga terlihat sangat ramai. Turnamen basket sudah dimulai. Bersama dengan Pak Roni, Aksa duduk di kursi khusus untuk para wakil sekolah. Hari ini ada pertandingan dari beberapa sekolah, oleh karena itu gedung ini terlihat ramai dan sesak oleh para pendukung. Aksa mulai menikmati jalannya pertandingan. Dia tersenyum bangga melihat anak-anak didiknya yang memiliki poin lebih unggul. Dia juga bisa melihat Ezra duduk di bangku cadangan. Aksa akan bersikap tidak peduli untuk saat ini.Suara melengking dari salah satu pendukung membuat semua orang tertawa tapi tidak untuk Aksa. Dia mencari asal suara itu dan terkejut saat melihat Era yang berdiri di kursi penonton dengan spanduk berukuran sedang di tangannya."Anak 12 nggak ada pelajaran tambahan, Pak?" tanya Aksa pada kepala sekolah."Ada, tapi khusus pertandingan sekolah kita aja mereka bisa ikut, Pak. Habis selesai, mereka langsung kembali ke sekolah," ucap Pak Roni menjelaskan, "Biar mere
Kehilangan. Semua orang tentu tidak ingin merasakan hal itu. Namun bagaimana jadinya jika kau merasa kehilangan tanpa tahu penyebab kenapa harus merasa kehilangan? Itu yang dirasakan Era saat ini. Sudah berhari-hari tidak bertemu dengan Bian membuatnya resah dan bingung. Tentu Era tidak tinggal diam. Dia juga sudah menghubungi Bu Ratna, tapi kesibukan menjadi alasannya. Era sadar jika ada sesuatu yang aneh di sini. Sesibuk apapun Bu Ratna, wanita itu pasti akan menyempatkan diri untuk berkunjung ke panti."Ra!" Aldo menepuk bahunya, "Ikut liat pertandingan kan?"Era mengerutkan dahinya untuk berpikir. Jam sekolah sudah selesai dan saat ini banyak murid yang akan menuju lokasi turnamen basket secara bersama-sama. Era ingin ikut, tapi dia mempunyai rencana lain kali ini."Gue skip dulu ya?”"Kenapa nggak ikut?" tanya Lala kecewa. Tentu saja kecewa, grup mereka tidak akan sama jika salah satu di antara mereka memilih untuk absen."Nggak ta
Hari minggu, hari di mana semua orang terbebas dari beban pekerjaan yang menumpuk. Biasanya orang-orang akan bersantai atau bermalas-malasan di atas kasur, tapi tidak untuk keluarga Aksa. Di pagi hari, rumah sudah heboh karena tingkah Bian."Nek, nanti bawa sepatu olahraga ya. Bian mau main bola," ucap Bian dengan mulut yang penuh akan nasi.Bu Ratna hanya mengangguk dan memasukkan semua keperluan Bian ke dalam tas. Sudah ada Bibi yang membantunya menyuapi cucunya sarapan."Mau warna merah, Nek." Bian kembali berbicara sambil menunjuk sepatu berwarna ungu."Ini warna ungu, Bian.""Iya, itu maksud Bian, yang warna ungu." Bian tertawa.Tidak ada kata santai untuk Bu Ratna. Di pagi hari, dia harus sudah siap dengan keperluan Bian dan dirinya. Hari ini Bu Ratna akan pergi ke Bandung, tapi tidak dengan Bian. Bu Ratna akan menitipkan cucunya ke panti."Mana Papa kamu? Kok belum turun? Katanya mau anter ke panti," tanya Bu Ratna setela
Setiap orang pasti memiliki rahasia yang harus disimpan dengan rapat. Namun bagaimana jadinya jika rahasia itu terbongkar dan diketahui oleh banyak orang? Itu yang dirasakan Aksa saat ini. Seperti kata peribahasa, angin tak dapat ditangkap, asap tak dapat digenggam yang artinya rahasia tidak selamanya dapat disembunyikan, akhirnya akan terbuka juga.Aksa tidak pernah menyesal dengan apa yang dia katakan pada Era malam itu. Hatinya justru merasa lega. Aksa memang takut akan jawaban Era, tapi setelah beberapa hari menenangkan diri, dia memilih untuk menerima apapun jawaban Erananti."Nggak ke kantor, Sa?" tanya Bu Ratna melihat anaknya berdiri santai di samping kolam renang.Aksa yang sudah rapi dengan kemeja kantornya masih terlihat santai dengan secangkir kopi panas di tangannya. Pria itu menoleh dan tersenyum pada ibunya,"Sebentar lagi," jawab Aksa kembali menatap kolam renang."Kangen Era ya?" tanya Bu Ratna tepat sasaran,"Kamu b
Bagi Era, tidak ada keinginan lain selain memelukBiansaat ini. Setelah lomba berakhir, dengan cepat dia mengemasi barangnya dan berlari kecil menghampiriBian. Anak kecil itu terlihat lucu saat melambaikan tangannya pada Era.Langkahkakinyaterhenti saat Ezra muncul di hadapannya. Pria itu tersenyum sambil melambaikan tangannya. Melihat itu, Era mendorong Ezra dan kembali berlari menghampiriBian."Sialan lo, Ra!" teriak Ezra kesal."Bodo!" balas Era menjulurkan lidahnya.Saat sudah berada di hadapanBian, Era menunduk dan memelukbocahitu erat. Begitu erat sampai membuatBiantertawa karena tingkah Era."Kenapa nggak pernah main ke panti?" tanya Era sedikit merenggangkanpelukannya.Biantampak bingung dan mulai menatap ayahnya. Mata Era menyipit melihat itu. Dengan kesal dia menatap Aksa yang memilihuntukmengalihkan pandangannya."NggakdibolehinPapa
Hari Minggu, hari di mana Aksa lebih senang berada di rumah untuk beristirahat. Namun, tidak untuk sekarang. Aksa masih mengingat jelas ucapan Era untuk lebih meluangkan waktu bersamaBian. Sekecil apapun itu, pasti akan membekas dan berkesan di hati anaknya.Di dalam mobil, Aksa tersenyum sambil menatap jalandi depannya. Sesekali dia melirikBianyang tengah bernyanyi di sampingnya.Pagi tadi, Aksa mengajakBianuntuk olahraga di taman. Memang hanya dirinya yang olahraga, karenaBianmemilih bermainbersamaanak-anak lainnya. Tipikal seorangBian, mudah sekali untuk bersosialisasi, sama seperti ibunya."Mau es krim, Pa.""Habis olahraga kok makan es krim?" tanya Aksa masih fokus menyetir."Dikit aja, Pa. Nanti habis makanBianolahraga lagi.""Mau es krim rasa apa?" Aksa menghentikan mobilnya di depan kedai es krim."Durian!" teriakBiansemangat."E
Mantan terindah. Menurut Aksa, tidak ada yang namanya mantan terindah. Jika memang terindah, tentu suatu hubungan tidak akan berakhir. Pasti akan dipertahankan bagaimanapun caranya. Jika memang sudah berakhir, berarti dia bukanlah pasangan terindah yang diberikan oleh Tuhan.Sesimpelitulah isi pikiran Aksa.Dari kejauhan,diabisa melihat Renata yang tengah berenang bersamaBian. Mereka tertawa bersama dan Aksa bersyukur akanhal itu. Setelah menunggu setahun lebih, akhirnya Renata bisa datang untuk mengunjungi anaknya.Kesibukannyasebagai pembawa acara kuliner di Belanda yang membuatnya sulit untuk mencari waktu luang."Sa! Ayo, ikut renang!"panggilRenata saat melihatAksayang hanya diam.Aksa menggeleng dan membiarkanBianmenikmati waktu bersama ibunya. Sudah dua hari wanita itu rutin berkunjung ke rumahnya. Tujuannya hanya satu, yaitu menemaniBiandan melepas rindu dengan a