Share

Bab 06. Diantar pada Mama

Mobil telah sampai di sebuah rumah minimalis modern berpagar besi. Terang benderang yang menandakan bahwa penghuninya masih siaga.

"Masuklah sendiri ke rumah itu," ucap Mr. Batam tanpa menoleh pada Zeta. Terlalu sibuk pada iphone canggih di tangannya. Dia telah dijemput lagi sang sopir dan kini kembali bergabung setelah sempat menghilang. Entah dari mana, Jeta enggan mencari tahu.

"Ini rumah siapa?" Jeta tidak beranjak. Merasa enggan jika rumah itu kosong dan harus kesepian lagi di tempat asing.

Perjalanan panjang setelah dari Kinabalu dan meninggalkan negeri Sabah, ternyata tidak sampai di tujuan begitu saja. Akan tetapi masih jauh dan lama yang beberapa kali Jeta berpindah penginapan di kepulauan Riau.

Hampir tiga hari di perjalanan tanpa tujuan. Lelaki itu selalu pergi lama sendiri yang datang-datang langsung mengajak pergi untuk berpindah hotel dan kota. Apakah dia mafia?

"Kamu lihat saja itu rumah siapa," ucapnya lagi dengan masih tanpa mengangkat wajah.

"Aku ikut denganmu saja. Rasanya bosan, badanku sakit semua jika harus mendekam terus dalam rumah dan kamar," ucap Jeta tanpa beranjak. Perjalanan selama ini rupanya mampu membuat sedikit trauma.

"Kali ini tidak, itu bukan penginapan. Rumah itulah tempat singgah dan tujuanmu. Kamu pun bebas keluar dan pergi. Tetapi kena pulang ke rumah ini kembali. Sekarang keluarlah," ucap lelaki itu sungguh-sungguh mengusir.

Meski heran dan enggan, Jeta mengalah dan akan beranjak saat lelaki itu kembali bicara. Bahkan dengan menatap lekat wajahnya.

"Jeta, aktifkan ponselmu sepanjang waktu. Jika coba abai, jangan salahkan aku andai hilang sabarku," ucap Mr. Batam yang mengandung ancaman serius. Jeta kembali duduk di posisinya dengan galau.

"Sebenarnya apa salahku? Kenapa kamu selalu mengancamku?" Jeta sangat kesal dan lelah. Tapi tidak berguna mengeluarkan amarah. Lelaki itu selalu bersikap seperti batu yang tuli dan bisu.

"Turunlah. Jangan lupa bagaimana bersikap seperti yang kupesan!" Lelaki itu sempat berseru sebelum Jeta memasuki pagar rumah.

Jeta mendekati pintu dan memencet tombol bell yang menempel di dinding. Sambil mengamati keadaan sekitar. Rumah itu indah, mungil dan bersih. Rasanya nyaman sekali andai minum kopi saat malam hari di gazebo pojok halaman. Jiwa petualang Jeta seketika menghalu.

Ceklerk

"Siapa?" Wanita setengah baya yang membuka pintu mencermati wajah Jeta. Matanya kemudian membelalak.

"Mama Fani ...?!" Jeta histeris.

"Je … Jeta …?!" Wanita itu pun tercengang sambil menganga menyebut Jeta. Sedetik kemudian membawa gadis di depan pintu ke dalam pelukan. Mereka saling berpelukan erat.

Jeta sempat menoleh sekilas ke arah pagar. Mobil sedan hitam berlalu pergi meninggalkan deru halus dan sinar sorot lampunya yang terang.

"Bagaimana kamu bisa sampai di Batam? Tadi itu siapa, Jeta?" Wanita itu masih terlihat heran dan memandang Jeta tidak percaya. Sambil melirik juga ke pagar.

"Aku dapat musibah di Kinabalu, Ma. Tim penyelamat mengantarku ke sini. Mereka kata lebih dekat jaraknya ke Batam daripada ke Jawa," ucap Jeta memberi alasan setelah reda terkejutnya.

"Memang lebih dekat, tetapi juga jauh. Lebih lama waktu tempuhnya. Ah, Jeta … Mama sudah bilang, jangan pernah mendaki lagi. Kamu sudah sarjana, saatnya tidak main-main lagi." Wanita itu berekspresi khawatir pada Jeta.

"Ini terakhir mendaki dengan teman sehobi yang satu angkatan. Kami akan saling berpisah. Habis ini tidak lagi. Aku janji, lagian akan serius sambung pendidikan lagi, Ma …," rayu Jeta sungguh-sungguh.

"Hemmh, Mama percaya sayang .… Ah, Mama sangat rindu denganmu. Apa kedua kakakmu sehat?" Wanita itu membelai kepala Jeta. Dari sorot matanya terlihat sangat sayang.

"Alhamdulillah, mereka baik-baik saja, Ma. Mbak Rara dan Mbak Riri mungkin sebentar lagi sama-sama akan melahirkan. Mama Fani akan ada cucu …," ucap Zeta tersenyum.

"Ya Allah … Benarkah Jeta? Jika begitu, Mama ingin pulang sebentar melihat cucu-cucuku barang sebentar. Sekalian nganter pulang kamu ke Jawa. Eh, apa Jeta ingin ngerasa tinggal di Batam dulu?"

Wanita yang bernama Fani itu bertanya lembut dan tersenyum. Dalam matanya ada sorot harap agar Jeta berkeinginan tinggal dan menemani di pulau ini. Akan ada banyak lowongan pekerjaan di kota industri international Batam Raya.

"Entahlah, Ma. Aku bingung," sahut Jeta. Mama Fani pun membawa Jeta ke bagian dalam rumah.

Jeta mendapat kamar tidur yang diberikan sang mama kepadanya. Gadis itu memasuki kamar setelah menghabiskan sepiring makan malam. Ruangan yang kecil tetapi tertata dengan baik dan rapi. Sedikit pengap, mungkin tidak ada yang menempati.

Jeta terduduk di ranjang, benar-benar merasa mendapat kejutan, tiba-tiba lelaki itu mengantarkan pada rumah sang mama di Batam. Mengingat lelaki itu tidak pernah sekali pun membahas dan bertanya tentang sesiapa pun keluarganya. Siapa dia ... penasarannya kian menggunung.

Merasa kian curiga akan siapa sebenarnya lelaki penyelamatnya itu. Ancaman model bagaimana dan akan diterapkan di situasi yang bagaimana? Jeta benar-benar merasa bingung mengingat video asusila dirinya di tangan Mr. Batam.

Bunyi lirik asyik ponselnya dari dalam tas cantik yang diberi lelaki itu menarik perhatian. Jeta segera mengambil dan membuka pesan di aplikasi hijau. Rupanya, lelaki itu sudah mencuri juga nomor ponselnya dan sekarang pun berkirim pesan panjang.

*Besok ada mobil sedan hitam milikku dengan sopir yang biasa. Akan menjemputmu di depan pintu pagar. Kurang lebih tepat pukul delapan malam*

*Ingat. Dilarang lambat!*

*Pria penyelamatmu*

Alamak! Sok penyelamat pulak! Jeta meletak ponsel dengan ekspresi yang masam. Sejuta sangka berkecamuk di dada. Bisa jadi lelaki itu akan menjualnya. Atau melempar pada satu mucikari … secara Batam terkenal sebagai kota malam gemerlap yang bebas.

Yang jelas, Jeta yakin lelaki itu tidak ada minat kepadanya. Bahkan, juga menyangkanya sebagai seorang gay atau tidak berminat pada perempuan. Reaksinya begitu datar saat tidak sengaja melihat Jeta habis mandi hanya mengenakan handuk saja di salah satu hotel saat perjalanan.

Lelaki itu juga tidak bereaksi kala Jeta marah besar dan mengumpat kasar tiada habisnya. Bahkan duduk santai di ranjang dengan bermain smartphone, sementara Jeta sambil terbirit kembali ke kamar mandi memakai baju.

"Aku sudah mengetuk pintu banyak kali. Ternyata tidak dikunci. Ini bukan hotel berbintang yang pintunya mengunci sendiri. Kamu harus ingat dan selalu mengontrol pintunya."

"Aku hanya ingin bilang bahwa malam ini aku ada urusan dan akan kembali besok siang."

Begitulah ucapan lelaki itu sebelum keluar dari kamar begitu saja dan santai. Berjalan lurus dan tenang menuju pintu tanpa memandang lagi pada Jeta.

Tok Tok Tok

Jeta berdiri dan bergegas menghampiri pintu. Ternyata mama Fani sedang berdiri menunggunya.

"Ada apa, Ma?" Jeta bertanya lembut dengan membuka lebar pintu kamar.

"Jeta, Mama ingin mengajakmu keluar makan besok malam. Apa kamu sudah punya baju yang cantik? Mama lihat kamu tidak membawa banyak barang," Mama Fani bertanya juga sangat lembut. Memandangi baju Jeta yang masih sama dengan yang dipakai saat datang.

"Baju Jeta terbawa tim penyelamat, Ma. Jeta nggak ada baju lain lagi," ucap Jeta. Baru menyadari beberapa setel bajunya terbawa di carrier Mr. Batam.

"Ya sudah. Besok pagi kita cari baju-baju kamu dulu di Nagoya Mall. Sekarang kamu istirahat dulu saja," ucap Mama Fani sambil menarikkan pintu untuk ditutup.

"Eh, Ma. Besok malam pukul berapa? Kayaknya Jeta enggak ikut. Orang penyelamat ngajakin kumpul." Jeta menolak dengan raut yang berat.

"Duh, padahal Mama niat banget ngajakin kamu, Jeta. Tapi ya mungkin lain kali saja mengajakmu," ucap Mama Fani tampak kecewa.

"Acara apa sih itu, Ma? Apa makan-makan biasa?" Jeta bertanya sambil tersenyum menggoda mamanya.

"Sahabat Mama memiliki putra yang tidak pernah terlihat bersama perempuan. Tiba-tiba putranya itu mau ngenalin calon istri. Jadi sahabat Mama ngajakin biar suasananya tidak terlalu canggung …," jelas Mama Fani. Saat diperhatikan, Jeta menangkap raut sipu dan merona di wajah ayu mamanya.

"Sahabat Mama adalah lelaki? Spesial?" Jeta bertanya dengan senyum yang kian menggoda.

"Sudah tidur. Jangan lupa besok belanja baju kamu ya sayangnya Mama," ucap Fani tersenyum merona sebelum benar-benar menutup pintu. Jeta tahu, jawaban pertanyaannya adalah iya semua. Sang mama sedang memiliki pria idaman hati dan spesial.

Ah, sayang sekali Jeta tidak bisa ikut dan berkenalan. Lelaki aneh itu telah mengancam, Jeta gentar menolak meski si Mr. Batam selalu membuatnya kesal dan terasa meresahkan!

🙏🍎🙏

Terima kasih sudah membaca. Semoga karyaku menghiburmu.

Harap follow, subscribe dan koment likenya. 🙏🍎

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rifatul Mahmuda
jangan-jangan ... ahh aku jadi nebak sendiri nih
goodnovel comment avatar
nur ofie
wah, surprise sekali!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status