"Damian, tolong jemput aku di jalan Krispati!" Leo menghubungi Damian melalui telepon selularnya.
"Jalan Krispati? Kenapa kamu sampai sana?"Jelas saja Damian kaget dan penasaran mendengar nama jalan yang disebut Leo. Arah perusahaan mereka jelas tidak melalui jalan itu, tapi saat ini Leo ada di sana. Ada apa?"Aku kecelakaan," jawab Leo."Leo, jangan bercanda! Lalu, bagaimana kondisimu? Apa kamu terluka parah?" Bla ... bla ... bla ... dan masih banyak lagi pertanyaan Damian untuk Leo."Stop, Damian!" seru Leo. "Aku tidak apa-apa. Hanya mobilku yang penyok. Aku sudah panggil mobil derek," sambung Leo semakin kesal mendapat banyak pertanyaan dari Damian. Meski maksud Damian memberi perhatian dan khawatir, tapi mendengar pertanyaan yang banyak membuat kepalanya semakin terasa pusing dan sakit.Karena melamun, Leo mengalami kecelakaan. Mobilnya menghantam pembatas jalan. Untung laju kendaraannya tidak terlalu cepat sehingga tidak menimbulkan cidera yang serius."Selamat ulang tahun, Om Leo."Tiba-tiba Alana muncul dari arah pintu luar kamarnya sembari membawa kue ulang tahun. Di atasnya ada lilin menyala menunjukkan banyaknya angka umur Leo, sedangkan Leo yang masih panik dan cemas langsung terkejut dan shock. Di tangannya masih menggenggam telepon selular. Bahkan masih dalam posisi menghubungi nomor Alana. Jantungnya hampir lepas mencemaskan keponakannya. Dia pikir Alana kembali terhanyut dalam kesedihan sehingga melakukan sesuatu yang bisa membahayakannya. Namun, sekarang keponakannya itu berdiri di depan mata dengan senyum lebar, wajah ceria. Leo merasa lega, tapi juga kaget."Om Leo, kok malah bengong, sih?" Alana mendekat.Lamunan dan keterkejutan Leo langsung tergugah. Leo segera menyadarkan diri dengan memberikan senyum canggung, tapi senang. Dia senang karena keponakannya masih mengingat hari ulang tahunnya di saat dia sendiri tidak mempedulikannya."Alana?" lirih Leo dengan perasaan haru."Ayo, Om, make a wish! Buat permohonan, te
“Surprise!” seru Alana.Alana membentangkan lebar kedua tangan ke samping. Kaki jenjangnya yang hanya dibalut dengan hotpants perlahan melangkah mundur mendekati meja makan bundar dengan kain putih berumbai. Di atas meja telah ada dua piring terisi menu special, dua gelas minuman, vas kaca bening dengan mawar merah merekah dan harum. Tidak lupa dua lilin kecil menyala menambah suasana malam menjadi romantis.Senyum Alana lebar membuat semua yang terlihat semakin menjadi cantik. Alana yang Leo pikir sedang dalam kesedihan ternyata menyiapkan kejutanan untuknya. Menyiapkan makan malam yang bisa dikatakan romantis. Makan malam di halaman belakang dengan latar belakang kolam renang. Lampu taman menambah cahaya terpancar dengan indah.“Alana, ini semua?”Leo belum bisa percaya atas semua yang dilihat di depan matanya saat ini. Dia tidak pernah menduga Alana akan memberinya kejutan seindah dan seromantis ini. Keponakan kecilnya dulu, kini sudah besar dan sudah bisa mendesain makan malam yan
"Nanti siang aku jemput. Kabari saja kalau kuliahnya sudah selesai!" ucap Leo sembari mengusap pucuk kepala Alana."Emm." Alana mengangguk menyetujui.Leo membalas senyuman Alana."Ya sudah, keluarlah! Tunggu apa lagi?" tanya Leo heran melihat Alana tetap tenang duduk tanpa menunjukkan akan keluar dari mobilnya.Bukannya lekas keluar, Alana malah menunjukkan wajah cemberut, merajuk padanya."Kenapa? Mau minta kiss?" Tiba-tiba Leo menggodanya."Ish!" Alana memukul lengan Leo. "Om Leo mesum!" seru Alana langsung refleks menutupi bibirnya menggunakan punggung tangan. Dia terkejut, Leo balik menggodanya. Beberapa hari lalu, dia yang menggoda.Leo terkekeh melihat wajah lucu Alana."Makanya cepat keluar!" ucapnya mengusir. Bahkan Leo membuka kunci dan mendorong pintunya agar Alana lekas pergi.Sayangnya, meski pintu sudah terbuka, Alana tidak juga segera pergi. Gadis itu malah kembali merajuk seperti anak kecil. "Apalagi? Uang saku?" Leo geram, la
"Akhirnya, kamu jatuh cinta juga, Leo," ucap Damian sangat senang.Bahkan Damian sampai pindah tempat duduk mendekati Leo dan langsung merangkul pundak sahabatnya itu. Damian terlihat sangat senang seperti mendapat kejutan besar saat mendengar pengakuan Leo tentang perasaannya. Meski itu terhadap Alana, keponakannya sendiri, dia tidak peduli. Yang terpenting baginya adalah Leo telah bisa merasakan cinta."Kita harus rayakan hal ini."Damian bangkit dari duduknya, berjalan mengambil wine yang tersimpan di dalam lemari khusus milik Leo, lalu kembali duduk dan menuang pada dua gelas."Mari rayakan berita besar ini!" ajaknya sembari memberikan satu gelas pada Leo dan mengajaknya bersulang.Meski mengangkap apa yang dilakukan Damian berlebihan, tapi Leo tetap minum wine yang diberikan padanya."Dengan begini, kamu membuktikan bila kamu laki-laki sejati, Leo," ucap Damian lagi sembari merangkul pundak Leo."Kamu terlalu banyak omong, Damian." Leo menepis tangan
"Sial!" Tiba-tiba Barca melayangkan tinju ke arah dinding tepat di samping kepala Alana. Pria itu sangat marah mendengar semua perkataan Alana. Barca merasa selama ini telah dibodohi dan dipermainkan oleh Alana.Alana memejamkan mata rapat merasa ngeri saat melihat sekelebat tinju Barca ke arahnya. Tulang kakinya terasa mengalami lumpuh layu seketika. Tubuhnya gemetar ketakutan. Sembari terpejam rapat, sembari mengepalkan tinju. Kedua bibirnya pun mengatup rapat saling menggigit."Kamu mempermainkan aku, Alana!" seru Barca penuh penekanan menahan amarahnya.Perlahan Alana memberanikan diri membuka mata dan mengumpulkan keberaniannya kembali. Sayangnya, dia kembali dibuat terkejut. Saat matanya terbuka, wajah Barca ternyata berada tepat di depan wajahnya dengan jarak yang dekat. Tatapannya tajam penuh kemarahan. Napasnya menderu memburu.Keberanian yang baru saja dikumpulkan, tiba-tiba harus lumpuh lagi. Terlebih saat pria di depannya menyeringai seperti vampire
"Apa ini sangat sakit?" Sesampainya di rumah, Leo langsung mengoleskan salep pada kulit Alana yang memerah. Dia sangat hati-hati saat mengoleskan salep pada pergelangan tangan Alana."Tadinya sakit, tapi sekarang sudah tidak terlalu," jawab Alana.Alana memperhatikan wajah Leo yang serius saat mengoleskan salep pada tangannya. Dari wajahnya, Leo tampak sangat khawatir padanya. Dia juga melakukan dengan sangat hati-hati dan lembut, sepertinya tidak ingin olesannya menambah rasa sakit."Auw!" Alana mengaduh kesakitan."Sakit?" Leo semakin cemas."Sedikit."Alana tersenyum melihat Leo sangat perhatian padanya. Terlebih saat pria itu mencoba meringankan rasa sakit pada tangannya dengan cara meniup lembut. Leo benar-benar memberinya perhatian khusus membuatnya merasa tenang, senang dan nyaman. "Om," panggilnya."Sakit?" Leo melihatnya sebentar, lalu kembali meniup tangan Alana."Tidak," jawab Alana dengan suara rendah.Alana sangat terharu. L
"Selamat siang, Mbak," sapa Alana pada petugas customer service."Selamat siang, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" jawab wanita itu membalas sapaan Alana dengan senyum ramah."Saya mau bertemu dengan om Leo," ucap Alana."Om Leo?" Wanita itu tampak kaget dan juga bingung mendengar Alana menyebut Leo dengan sebutan 'Om' bukan 'Tuan' atau 'Bapak'."Em ... maksudku tuan Leo." Alana mengoreksi panggilannya untuk Leo."Oo ... Tuan Leo?"Alana mengganggu senang pada akhirnya wanita itu paham."Apa sudah membuat janji?" tanya wanita itu.Tiba-tiba senyum Alana menghilang. Ini bukan kali pertama dia datang ke kantor Leo. Namun, ini kali pertama dia bertemu dan melihat wanita yang ada di depannya."Belum, tapi aku-'"Maaf, Nona. Kalau belum, tolong Anda tunggu di sana!" Wanita itu menunjuk sofa di sudut ruang. "Saya akan melakukan konfirmasi terlebih dahulu pada sekretaris tuan Leo," sambungnya."Tapi, Mbak. Aku-"Baru juga mau menjelaskan siapa dirinya, wanita itu sudah memotong ucapannya dan
"Leo, kamu belum menjawab pertanyaanku?" ucap Asti.Leo melebarkan mata ke arah samping untuk melihat Alana yang saat ini duduk di sampingnya. Sedangkan Asti dan damaian, mereka duduk sejajar di hadapan Leo dan Alana.Dia tersenyum tipis saat tatapannya terbalas oleh Alana, meski dengan aura kesal dan tajam. Leo tahu keponakannya itu terlihat tidak suka, hanya saja dia tidak tahu alasan pasti Alana menunjukkan wajah jeleknya."Leo?" Asti kembali mendesak.Lirikan wanita itu tertuju pada Alana dengan senyum tipis dan makna mendalam. Selanjutnya mengarahkan pada Leo. Saat melihat Leo, senyumnya mengembang lebih lebar, lebih terlihat manis dan senang. Bahkan binar matanya tampak bercahaya tidak seperti saat melihat Alana.Alana mendengus berat sembari menggerakkan tubuh, mengubah posisi duduk. Tadi wajahnya terlihat kesal dan marah, tapi kali ini Alana menunjukkan wajah dengan senyum mencibir. Lirikannya pun tidak kalah bengis dan jutek dari Asti saat melihat wanita itu."Memangnya, apa