"Anda ingin saya melakukannya? Kenapa Anda tiba-tiba ingin membatalkan pertunangan?" Asistennya terkejut dan menatapnya dengan tatapan curiga. "Kau tidak perlu tahu. Hanya lakukan saja apa yang aku perintahkan!" ucap Lucian dengan dingin. "Bos, bagaimana bisa kau mengatalkan acara yang hanya tinggal beberapa hari lagi? Apa kau sudah mendiskusikan ini dengan Nona Luna?"tanya Asistennya. Lucian melipat tangannya di depan dada. "Cepat lakukan sekarang dan kau yang akan bertanggung jawab urusan kantor selama 3 hari!" Asistennya hanya menghela nafas pasrah. Dia hendak pergi, tetapi berhenti saat melihat Leanna yang hanya menggunakan kemeja Lucian. Asistennya sebenarnya meragukan tentang pikirannya, tetapi saat dia melihat Leanna duduk di pangkuan Lucian dan mereka saling berciuman di bibir, semua menjadi lebih jelas. Asistennya memegang kepalanya yang merasa pusing karena memelihat kelakuan Bosnya. Lucian melihat keberadaan Asistennya. "Kenapa kau masih berada di sini? Cepat pe
Malam harinya, Leanna tidur dalam keadaan resah. Tubuhnya bergerak dengan tidak nyaman, keningnya berkeringat. Leanna membuka matanya, "Tidak!" Nafasnya masih tidak beraturan. Leanna melempar selimutnya dan langsung berlari keluar. Leanna menuju ke kamar Lucian. Saat pintu sedikit terbuka, Leanna mendengar suara Lucian yang sedang mengobrol dengan seseorang di telepon. "Jangan khawatir, lebih baik kau fokus saja urusanmu di sana, kau kirim saja ukuran dan model cincin yang kau inginkan, aku akan membelinya. " Leanna mengepalkan telapak tangannya. Dia teringat mimpi yang dia alami. Leanna yang mengalami penyiksaan seperti yang terjadi tadi siang, tetapi yang berbeda, Lucian justru memunggunginya dan meraih tangan wanita itu. "Tidak. Aku tidak boleh membiarkan mereka menikah. Aku harus melakukan apa yang telah aku rencanakan, tidak ada waktu untuk menundanya lagi. " Leanna masuk ke kamar Lucian. "Paman!" Lucian dengan cepat mengakhiri panggilan. Dia menoleh ke arah Leanna yang
Lucian masuk ke dalam mobil, diikuti dengan Luna diam-diam tersenyum. "Semoga gadis itu tidak pernah muncul lagi dalam hidup Lucian," ucapnya dalam hati. Lucian melajukan mobilnya melewati Leanna. Cengkeraman tangannya pada kemudi begitu erat saat meliriknya dari kaca mobil. "Lucian, jangan khawatir. Bukankah kau bilang dia akan kembali ke apartemen?" Lucian tidak mengatakan apapun. Pandangannya fokus me depan dengan tatapan dingin. *** Leanna menatap mobil yang semakin menjauh dari pandangnya. Dia tidak menyangka bahwa Lucian akan benar-benar meninggalkannya seperti ini. Leanna menatap dengan sedih Dia menghadang taksi dan masuk ke dalam. "Nona, kemana kita akan pergi." Leanna terdiam sejenak. Dia merogoh tas kecilnya dan melihat uang yang ada disana. Leanna dengan terpaksa menyebutkan alamat rumah besar keluarganya. Taksi itu melaju menyusuri jalanan. Leanna hanya diam sepanjang jalan. Jujur, dia merasa takut bertemu orang-orang itu lagi, khususnya jika ibunya
"Jadi, kau sebenarnya sengaja terus menerus untuk berpihak pada Nona Luna untuk membuat keponakanmu menyerah pada perasaannya padamu, tapi kau takut dia akan membencimu?" ucap Asistennya setelah mendengar curhatan Lucian. "Menurutku kau harus segera menikahi Nona Luna atau setidaknya mengatur pertunangan lebih dulu." "Saranmu sungguh tidak membantu. Aku mulai ragu untuk memilihnya sebagai pasangan." "Bos, tidak mudah menemukan orang yang bisa mengendalikan keponakanmu itu. Selain itu, jika kau memilih yang lain maka keponakanmu pasti akan bertentangan dengannya juga karena dia ingin memilikimu. Bukankah sama saja?" Lucian mulai memikirkan apa yang dikatakan oleh asistennya. "Jika kau mempercepat peresmian hubungan dengan ikatan yang kuat dengan Nona Luna, maka dia pasti akan menyerah, dan jika kau tidak puas setelah menikah dengan Nona Luna maka kau bisa berpisah dengannya di saat keponakanmu sudah move on darimu." Asisten itu kembali memberikan penjelasan. "Selain itu, Tuan
Lucian melajukan mobilnya dengan cepat. Melalui jarak Mobilnya berhenti di tempat parkir sebuah rumah sakit. Lucian masuk ke dalam dengan terburu-buru. Dia masuk ke dalam sebuah bangsal, dia melihat Luna berada di sana. "Bagaimana kondisi Leanna?" "Dia sedang tertidur setelah mendapatkan suntikan." Lucian hendak masuk ke ruangan. Namun, Luna menghentikannya. "Lucian, maafkan aku. Seandainya aku tetap memaksa Leanna sebelumnya, ini pasti tidak akan terjadi." "Tidak apa-apa. Bukankah kau juga telah bertanggung jawab dengan membawanya ke rumah sakit ini? Leanna pasti akan mengerti." Lucian melepaskan tangan Luna. "Aku akan melihat Leanna." "Lucian, aku akan masuk bersamamu." Lucian membuka pintu. Saat itu, Leanna sudah bangun. "Paman, kenapa kau membawa wanita itu?" "Leanna, jangan seperti itu. Luna telah menolongmu saat pingsan," ucap Lucian. "Menolongku? Meskipun kesadaranku sedikit memudar, tapi aku yakin bukan dia yang menolongku! Paman, kau telah diberdaya olehny
"Aku telah membumbuinya dengan beberapa takaran dan juga kematangan daging juga bermacam-macam. Kau bisa memilih mana yang kau sukai," ucap Luna. Leanna terkejut. Dia tidak menyangka Luna telah mempersiapkan ini. Luna mengeluarkan beberapa mangkuk lainnya. "Yang ini kematangan dagingnya pas," kata Luna sambil menunjuk satu mangkuk. "Yang ini bumbunya lebih kuat dari sebelumnya. Luna menjelaskan satu persatu dari isi mangkuk itu. "Jika kau menyukai bumbu yang tajam dan menyengat maka aku menyarankanmu sup yang ini. " Leanna mencicipi salah satunya, begitu juga dengan Lucian (yang tidak sempat Leanna cegah) Leanna hendak memberikan komentar, tetapi Lucian terlebih dahulu bicara, "Rasanya tidak buruk." "Tuan Lucian, apa kau menyukainya? Apa ini sesuai dengan seleramu?" ucap Luna dengan antusias. Leanna merasa kesal. Dia tidak suka ada wanita lain yang mendapatkan pujian dari Lucian. "Ini pemborosan. Kau membuat terlalu banyak makanan. Jika kau menikah dengan pamanku, maka