KRISNA tidak ingat bagaimana bisa mereka terjebak di tempat ini. Bagaimana ciuman yang semula terhenti, lalu dimulai lagi, dan kini berubah menjadi candu dan menggebu-gebu.
“Apa gue kurang menarik?” Yura bergumam lirih, matanya terlihat sayu seiring dengan kesadarannya yang mulai menipis.“Lo mabuk, Ra.”Yura menggeleng cepat. “No, jawab gue, Kris. Apa gue kurang cantik?”Krisna menyelipkan anak rambut yang sempat menutupi wajah Yura. Bohong jika Krisna mengatakan bahwa Yura tidak cantik. “You look so damn beautiful.”“Really?”“Hm-mm. Lo cantik, Ra.”Seolah merasa dejavu, Krisna masih mengingat betul bagaimana kejadian ini pernah terjadi. Hanya tempatnya saja yang berbeda, tapi situasi ini hampir mirip dengan kejadian waktu itu.“Kiss me, please,” gumam Yura dengan sedikit memohon.“Lo mabuk, Ra. Lo tidur, ya?”Alih-alih mendengar perkataan Krisna, Yura justru semakin merapatkan tubuhnya dengan pria itu hingga kini keduanya tak lagi berjarak.“Lo bilang gue cantik, tapi lo nggak mau cium gue? Lo bohongin gue,” racaunya lirih.“Gue nggak bohong, Ra.” Krisna masih mencoba menahan Yura agar tidak semakin menggila. “Gue cuma nggak mau lo menyesali apa yang akan lo lakukan setelah ini.”“Lo nolak gue,” gumamnya lirih. “Gue pasti nggak menarik di mata lo.”“Apa gue di sini nggak cukup membuktikan kalau gue tertarik sama lo, hm?”Yura menyeringai kecil. “Well, kalau lo nggak mau cium gue, biar gue yang cium lo.”Lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi, Yura mendorong Krisna agar terduduk di sofa. Perempuan itu naik ke atas pangkuan Krisna, lalu melekatkan bibirnya di atas bibir pria itu. Memagutnya dengan penuh kelembutan.Bukan tanpa alasan Krisna menolaknya. Meskipun dalam hatinya, Krisna berusaha menahan diri agar dinding pertahanannya tidak runtuh. Dia hanya tidak ingin terlihat brengsek dengan mengambil kesempatan disaat kondisi Yura yang sudah mulai kehilangan kesadarannya.Namun saat Yura mulai bergerak semakin liar. Ciumannya semakin dalam dan menjadi terburu-buru. Dinding pertahanan Krisna runtuh dalam sekejap.Kedua tangan Krisna lantas melingkar di pinggang Yura, membalas ciumannya dengan tak kalah terburu-buru. Berulang kali pria itu mengutuk dalam hatinya.Entah siapa yang pertama kali memulainya. Yura sudah mulai menurunkan dress floral yang dikenakannya, membuat Krisna tidak henti-hentinya tertegun. Terlebih tato yang ada di bagian perut perempuan itu, yang berhasil mencuri perhatiannya. Tubuh Krisna terasa mulai mendidih dan hampir menggila sekarang.Yura bahkan sama sekali tidak memberikan kesempatan Krisna untuk memberontak. Perempuan itu kembali menciumnya, melumat bibirnya dengan membabi buta.“Ra…”Krisna menggeram tertahankan saat Yura bergerak ke atas pangkuannya. Mencium bibir Krisna dengan rakus, bersamaan dengan tubuhnya yang menggeliat gelisah.Krisna bisa saja menghentikannya. Namun sebagian dari dirinya memilih untuk menolaknya. Kedua tangan Krisna bergerak ke belakang, mencengkram pinggul Yura sembari sesekali menggerakkannya.“Damn it!”Berbagai macam umpatan meluncur dari bibir Krisna, terlebih saat desahan pelan lolos dari bibir perempuan itu. Dan detik itu juga Krisna mulai kehilangan akal.Krisna lantas menggendong Yura tanpa melepaskan pagutannya. Langkahnya bergerak pelan menuju ruangan yang terlihat gelap. Hanya ada cahaya temaram yang berasal dari lampu kecil di atas nakas.Dengan gerakan pelan, Krisna merebahkan Yura di atas tempat tidur. Lalu pria itu merangkak ke atas dan tatapan keduanya bertemu.“Kita harus berhenti, Ra?” Gelengan samar Yura menjawab pertanyaan Krisna. “Kamu tahu, kalau aku nggak akan bisa berhenti setelah ini, kan? Aku nggak mau kamu menyesal, Ra.”Krisna tahu ini bukan pertama kalinya bagi mereka. Mereka pernah melakukannya saat itu, hanya saja Krisna tetap tidak ingin bertindak seperti pecundang.“Let's do it, Kris,” gumam Yura parau.Terlambat sudah untuk menghentikan kegilaan ini. Gairah panas yang kini sudah mengalir di sekujur tubuh Krisna, tak bisa dihentikan lagi. Hasratnya kembali menyala-nyala, terlebih saat telinganya menangkap samar suara perempuan itu.“I want you, Kris.”Krisna mulai merangkak ke atas Yura setelah melepaskan pakaian yang dikenakannya. Lalu mencium sudut bibir perempuan itu dengan penuh kelembutan. Sementara satu tangannya mulai menyelinap di balik celana dalam hitam yang dikenakan Yura, menyentuh bagian sensitif perempuan itu.“Akh…” Yura menggigit bibirnya bagian dalam. Rasa panas di kerongkongannya setelah meneguk cocktail tadi bahkan tidak seberapa dengan apa yang dirasakannya saat ini. “Damn you, Kris!”“You like it?”Yura tidak menjawab. Namun kedua tangannya yang menarik tubuh Krisna dan kembali menciumnya, menjadikan persetujuan bagi Krisna untuk melanjutkan apa yang sejak tadi ingin dilakukannya.Krisna semakin memperdalam ciumannya, menenggelamkan wajahnya di antara leher dan tulang selangkanya. Membaui aroma peach yang menguar dari dalam tubuh perempuan itu, yang sejak tadi telah membuat Krisna menggila.“Kris…”Tangan Krisna lantas menelusup ke belakang, melepaskan kaitan di balik punggung Yura dengan mudah.Sedetik kemudian bibir Krisna tenggelam di dada Yura. Menciumnya dengan tak sabaran, meninggalkan jejak kemerahan di sana. Sementara tangannya tak berhenti bergerak di bawah sana.“I like this tato,” puji Krisna pada tato yang ada di perut bagian kanan Yura, lalu menciumnya dengan lembut. “May I?”Anggukan samar yang menjadi jawaban atas pertanyaannya, membuat Krisna tak ingin menyia-nyiakan waktu yang dimilikinya. Pria itu lantas melangkah menuju nakas, meraih bungkusan kecil berbentuk pipih, lalu memasangnya.Pria itu lantas kembali menghampiri Yura. Dia bergerak sembari memosisikan dirinya di antara kedua kaki Yura, lalu kembali menciumnya bersamaan dengan gerakan mendesak pelan terasa di bawah sana.“Kris…”“Sakit?”Yura menggigit bibirnya bagian dalam sembari menggeleng. Perempuan itu melenguh pelan seiring dengan Krisna yang bergerak perlahan di atasnya. Dadanya membusung ke atas bersamaan dengan rasa nikmat yang menghantam dengan begitu hebatnya.Krisna menurunkan pandangannya lalu mencium kening Yura dengan lembut. Tatapannya bertemu selama beberapa saat, bersamaan dengan Krisna yang mengentakkan tubuhnya dengan gerakan konstan.Desahan yang saling bersahut-sahutan terdengar memenuhi ruang kamar yang gelap itu. Krisna mencium bibir Yura bersamaan dengan pria itu yang menghujamkan tubuhnya semakin dalam.Tidak peduli jika gerakannya hampir meremukkan sekujur tubuh Yura, Krisna semakin mempercepat gerakannya. Peluh keringat membanjiri sekujur tubuhnya, tak membuat Krisna menghentikan kegilaannya.“Ra…” desahnya parau.Napas Krisna mulai tersengal-sengal. Perputaran oksigen di sekitarnya mulai menipis, Krisna mengentakkan tubuhnya sekali lagi, kali ini dengan gerakan tak sabaran.“Kris…”Krisna menundukkan wajah untuk mempertemukan tatapannya dengan Yura, kembali menciumnya. Bersamaan dengan gelombang nikmat meledak di dalam sana.Napas keduanya terengah-engah. Masih dalam kondisi Krisna yang ada di atas, pria itu kembali menatap sepasang mata teduh Yura.“Are you okay?”“Hm. I just wanna sleep.”Krisna lantas turun dari tempat tidur, kemudian melangkah menuju ke kamar mandi. Tidak peduli jika sekujur tubuhnya penuh keringat dan kelelahan. Setelah melepaskan karet pengaman dan membuangnya ke tempat sampah. Krisna lantas meraih handuk kecil yang ada di atas kabinet, lalu membasahinya dengan air hangat. Sebelum kemudian kembali menghampiri Yura, membersihkan tubuh perempuan itu dengan lembut.Tatapannya tertuju ke arah Yura yang saat ini tengah terlelap. Ada perasaan bersalah yang mendadak hadir di hatinya.Mungkin jika pertanyaan ‘siapa yang membutuhkan bantuan’, tidak hanya Yura, tapi Krisna juga membutuhkannya.Bukankah Krisna juga perlu tempat untuk bernaung disaat hatinya tengah kacau setelah pertemuannya dengan Awan kemarin?Dia butuh tempat pelarian sekaligus pengalihan, dan ternyata keberadaan Yura sedikit banyaknya memberikan bantuan.***Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya.YURA ingin sekali mengutuk dalam hatinya. Bagaimana bisa dia melakukan kesalahan sefatal ini, padahal jelas-jelas dampaknya tidak baik pada hati dan pikirannya?Perempuan itu lantas menarik selimutnya hingga sebatas dada. Langit masih terlihat gelap, matahari bahkan belum tampak dari balik tirai jendela. Tapi Yura sepagi ini sudah berteriak hingga membangunkan Krisna yang juga dalam kondisi sama-sama polos. “Astaga, Ra. Aku masih ada dua jam lagi buat tidur sebelum nanti terbang. Bisa nggak, sih, nggak usah pakai teriak segala?”Yura menggigit bibirnya dengan wajahnya yang tertunduk. “Kris…”“Hm?” sahut Krisna dengan wajahnya yang sedikit mengantuk.“Kita lupakan yang terjadi semalam, okay? Gue dalam keadaan mabuk dan anggap saja nggak pernah terjadi apa-apa di antara—”“Kalau aku nggak mau?”Yura termangu selama beberapa saat. Alih-alih menggunakan gue-lo sebagai sapaan seperti biasanya, Krisna sudah menggantinya dengan sebutan aku-kamu dalam percakapannya.“Kris, gue—”“Kamu menye
SEMINGGU telah berlalu semenjak kejadian di Bali saat itu, Yura tidak henti-hentinya memikirkan Krisna. Entah apa yang telah dilakukannya saat itu. Tapi bayang-bayang Krisna, bagaimana pria itu memujanya, menatapnya seolah dia menginginkannya, dan juga sentuhannya. Semuanya masih terekam jelas di benak Yura.“Wah, mulai nggak waras lo, Ra!” desis perempuan itu saat sekujur tubuhnya meremang karena memikirkannya.Mobil yang dikendarai perempuan itu berbelok melewati pagar, lalu Yura menurunkan kaca mobilnya untuk menyapa penjaga depan rumah tersebut, sebelum kembali melajukan mobilnya.Begitu mobilnya sudah terparkir dengan sempurna, Yura lantas turun dan langsung bergegas menuju teras rumah tersebut.Tangannya terangkat hendak mengetuk pintu, bersamaan dengan pintu yang ada di hadapannya sudah lebih dulu dibuka, dan Bi Siti muncul dengan senyuman lebarnya.“Pagi, Bi Siti.”“Eh, Neng Yura. Apa kabar, Neng?” tanya Bi Siti dengan senyuman lebarnya.“Baik, Bi. Bibi apa kabar?”“Alhamdulil
“Mau, kan, nemenin aku ke acara keluarga?”Ada jeda sesaat sebelum akhirnya Yura memutuskan untuk menjawab. Di antara semua sikap yang pernah ditunjukkan Krisna, baru kali ini Yura melihat mata kelam Krisna memancar ke arahnya.Pria itu mendesah frustasi, wajahnya tertunduk seolah ada sesuatu yang tengah disembunyikannya, tapi tidak berhasil diungkapkan olehnya. “Aku pernah gagal bertunangan dengan seseorang. Semuanya sudah siap, tapi aku pernah mengacaukan segalanya dan membuat mereka kecewa,” aku Krisna. “Dan aku nggak mau bikin mereka kecewa untuk kedua kalinya, Ra.”“Lo nggak mungkin ngenalin gue sebagai cewek lo atau calon istri lo, kan?” tembak Yura tidak menyetujui ide Krisna.“Kalau itu bisa membantu, kenapa nggak?”Yura memutar matanya sembari berdecak. “Lo nggak mungkin bohong sama mereka kan, Kris? Bukannya mereka akan jauh lebih kecewa kalau lo bohong sama mereka?”“Kalau begitu nggak usah bohong sama mereka.”Sementara Yura hanya mendecak.“Niat awalnya kan memang pengen
“Ra, ada tamu di bawah, tuh.”Suara ketukan dari luar kamarnya, sejenak mengalihkan perhatian Yura yang sejak tadi sibuk menatap dirinya di depan layar kaca. Wulan—Mama Yura, tengah berdiri di ambang pintu dengan kedua tangannya yang bersedekap.“Siapa, Ma?”“Nak Krisna.” Wulan lantas melangkah mendekati Yura, lalu duduk di tepian ranjang tidurnya dengan matanya yang tak lepas dari menatap putri semata wayangnya.“Biar aja nunggu sebentar, Ma. Aku bentar lagi selesai, kok.”“Mama udah lama banget nggak ketemu sama dia. Mama pikir… kamu udah nggak sama dia lagi.”“Aku sama Krisna memang cuma temenan doang, Ma. Mama ngarepin apa, sih?”Wulan tersenyum. “Apa kamu nggak pengen nikah juga, Ra? Mau sampai kapan kamu sendiri terus, hm? Bahkan Sasi udah punya anak, kan?”“Aku nggak sendiri, kok. Kan ada Mama di sini yang bakalan nemenin aku,” jawab Yura tanpa memalingkan wajahnya dari depan kaca.“Mama serius, Ra. Mama nggak tenang kalau kamu masih sendiri begini. Emang kamu nggak tertarik sa
Dengan diselimuti rasa gugupnya, Krisna mengayunkan langkahnya melewati pintu depan rumah itu. Tangannya yang kini tengah menggenggam tangan Yura, membawa perempuan itu masuk lebih dalam hingga langkah mereka terhenti tepat di samping taman.Samar sekali Krisna mendengar suara seseorang yang tengah berbicara di sana. Matanya lurus ke depan, sementara Yura yang kini berdiri di sampingnya, bisa merasakan genggaman tangan Krisna semakin erat.“Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh keluarga besar saya yang sudah menyiapkan acara pertunangan ini.” Sayup-sayup suara Steven terdengar. “Dan di hadapan semua orang yang ada di sini…”Jeda sesaat, tatapan Steven kini teralihkan pada sosok perempuan yang tengah berdiri di sampingnya. “Rembulan Nawang Maninggar, will you marry me?”“Terima! Terima! Terima!” Suara gemuruh semua orang membuat suasana berubah menjadi riuh. “Will you spend the rest of your life with me?”Lalu anggukan samar dari perempuan itu mengubah suasana yan
“Abang!”Suara panggilan seorang perempuan sontak membuat Krisna dan Yura menoleh bersamaan. Disha yang baru saja menyadari keberadaan mereka, lantas menghampirinya usai berbincang dengan beberapa kerabatnya.“Sha, kenalin, ini Yura.”Disha menerbitkan senyuman lebar. “Hai, Kak Yura. Aku Disha. Adiknya Abang yang paling cantik sedunia. Akhirnya, bisa kenal sama pacarnya Abang, ya.”Yura balas menjabat tangan Disha. “Aku Yura. Senang bisa ketemu sama kamu, Sha.”“Setelah sekian lama Abang nggak pulang-pulang, sekalinya dia pulang yang dibawa justru kabar bahagia.” Disha tiba-tiba berhambur memeluk Yura. “Makasih ya, Kak Yura.”Masih dalam kebingungannya, Yura memutuskan untuk menyimpan banyak pertanyaan di kepalanya. Dia membalas pelukan Disha, yang anehnya, dia bisa merasakan betapa hangatnya keluarga Krisna.“Kak Yura udah makan?”“Belum, Sha.”“Bang, Kak Yura masa nggak diambilin makan, sih? Ambilin dong, Bang.”Krisna terkekeh. “Ya udah, yuk, kita ambil makannya barengan!”“Yuk, Ka
“Lo pasti udah gila, Ra!” Yura menjeduk-jedukkan kepalanya di atas meja. Menyadari kebodohan yang baru saja dilakukannya.Perempuan itu tidak yakin betul alasannya mengapa tiba-tiba dia mengajak Krisna menikah. Yang dia pikirkan adalah bagaimana caranya dia membantu Krisna untuk tidak terlihat menyedihkan di depan mantan kekasihnya. Tapi kenyataannya, dia justru terjebak dengan ucapannya sendiri.Segala penerimaan dan kebahagiaan yang memancar di tengah keluarga Krisna semalam menjadi satu-satunya alasan Yura. Terlepas dari tindakannya yang berhasil membuat hati Awan memanas, Yura menyukai bagaimana Maura dan Davin tertawa bahagia menyambut keberadaannya. Pun begitu dengan Disha, Freya, dan keluarga lainnya. “Ra, lo gila, ya!” Suara teguran Leon sontak membuat perempuan itu menoleh dengan wajahnya yang ditekuk. Leon baru saja keluar dari ruangan Wira setelah dipanggil oleh atasannya.Yura menegakkan posisi duduknya, lalu menggeser kursinya agar bergerak ke samping kubikel sahabatnya
YURA mengayunkan langkah memasuki kediaman rumahnya saat waktu sudah menunjuk angka enam petang. Badannya terasa lelah luar biasa, meskipun dia tidak ada tugas liputan di luar kantor, kenyataan bahwa ada banyak laporan yang harus dikerjakannya membuat perempuan itu kelelahan.“Ra…”Perempuan itu berjengit kaget saat suara seseorang memanggil namanya. Yura lantas menoleh, dan mendapati Abhimana berdiri di depan teras rumahnya.“Sejak kapan Om berdiri di sana?”“Dari tadi. Kamu lagi mikirin apa, sih?”“Nggak ada.” Yura kemudian mengayunkan langkahnya melewati Abhimana begitu saja. Namun langkahnya kembali terhenti begitu pria itu kembali bersuara.“Tadi siang makan siang sama siapa, Ra?” tanya Abhimana kemudian.Yura menoleh, tampak ragu menjawab pertanyaan dari pria itu. “Sama mamanya Krisna.”Abhimana manggut-manggut, agak terkejut mendengar jawaban Yura. “Susah sejauh mana kamu mengenal dia?”Yura mengembuskan napas lelah, lalu menatap ke arah Abhimana. “Aku sama Krisna sudah mau mel