Share

Kematian Pak Albert

Orang yang paling dekat dengan kita adalah orang yang paling berpotensi untuk menyakiti dan menghancurkan diri kita sendiri. 

"Merangkul lalu menusuk." Itulah yang dirasakan oleh Ella saat ini. 

Perempuan itu duduk di sudut kamar dan menatap ke luar jendela. Hujan mengguyur kota malam ini, menyertai sedih dan juga kecewa yang saat ini sedang menggerogoti seluruh tubuhnya.

"Tuan!" teriak salah seorang pelayan dari lantai dasar rumah. 

Ella yang mendengar hal itu sontak menyeka air matanya dan buru-buru mengecek apa yang telah terjadi. Dilihatnya, Pak Albert terbaring di atas lantai.

"Apa yang terjadi dengan Ayah?" tanya Ella panik melihat kondisi ayahnya yang begitu sangat mengenaskan dengan wajah pucat membiru.

"Aku sama sekali tidak tahu, Nona. Aku pun sangat terkejut melihat kondisi Tuan yang sudah seperti ini," kata sang pelayan.

"Kalau begitu, cepat panggil sopir dan kita bawah Ayah ke rumah sakit," perintah Ella sembari mengguncang tubuh ayahnya dan mencoba memanggilnya agar tersadar.

Meskipun dia marah dan kecewa terhadap sikap ayahnya yang sudah sangat kelewatan, tapi sebagai seorang anak, dia sama sekali tidak ingin jika sampai terjadi apa-apa kepada ayahnya. Apalagi ketika melihat kondisi ayahnya yang nampak begitu sangat buruk dan menyedihkan.

"Tidak perlu, Ella. Semuanya hanya akan sia-sia jika kamu membawa Ayah ke rumah sakit. Sebentar lagi maut akan datang dan menjemput Ayah," ujar Pak Albert lirih yang nampak kesulitan untuk menarik nafas.

"Ayah merasa begitu sangat bersalah kepadamu dan juga Ibumu. Ayah telah menghianati kalian demi perempuan itu," sambungnya.

"Ayah, bertahanlah! Ayah pasti akan baik-baik saja," kata Ella memegang tangan ayahnya dengan kuat. 

"Tidak, Ella. Ayah telah meminum racun sianida, dan sebentar lagi nyawa Ayah akan melayang," kata Pak Albert dengan busa yang sudah mulai keluar dari mulutnya, namun dia tetap berusaha untuk mengucapkan kata maaf terhadap putrinya itu. 

Ella sama sekali tidak mengerti apa yang menjadi penyebab sehingga ayahnya terlihat begitu sangat menyesal. Padahal tadi pagi ayahnya seperti sangat tidak peduli dan tidak merasa bersalah sedikit pun dari dalam dirinya.

"Ayah! Kenapa ayah melakukan ini? Ella akan membawa Ayah ke rumah sakit." Ella terus aja berlinang air mata. 

"Maaf, Nona. Sopir baru saja keluar mengantar seorang pelayan untuk menjaga Nyonya Sailo di rumah sakit," sahut salah seorang pelayan.

Saat ini hanya ada sopir tersebut yang masuk kerja, sementara sopir yang lain kebetulan sedang mengambil cuti. 

"Kalau begitu, bantu aku mengangkat Ayah ke mobil. Aku yang akan menyetir kali ini," ucap Ella tak ingin mengulur waktu. 

Sebenarnya, Ella bukanya tidak bisa mengemudi. Hanya saja Pak Albert melarangnya mengemudi sendiri, karena dia adalah anak tunggal. Pak Albert tidak ingin jika anak semata wayangnya itu mengalami kecelakaan. Sungguh alasan yang cukup konyol bagi Ella, tapi karena tak ingin membantah ayahnya, dia pun memilih untuk tak mengemudi selama ini. 

"Perempuan itu rupanya hanya ingin menghancurkan dirimu, Nak. Dia memanfaatkan Ayah untuk bisa membuatmu hancur. Dan Ayah pun begitu sangat bodoh percaya dengan perempuan seperti dia. Setelah merasa puas, saat ini dia telah pergi dan mencampakkan Ayah. Sekali lagi, Ayah benar-benar minta maaf," kata Pak Albert sambil berlinang air mata. 

Bahkan saat ini nafasnya pun nampaknya sudah berada di ujung tenggorokan. Mata putihnya kini nampak mendominasi. Hanya dengan hitungan detik, dia pun kembali ke pangkuan Tuhan dengan penuh rasa berdosa dan penyesalan. Namun tidak ada lagi gunanya ketika maut telah datang menjemput. Dia sudah tak sanggup lagi menanggung rasa malu sehingga lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya.

"Ayah!" Ella hanya bisa berteriak sekencang-kencangnya karena saat ini dia telah menjadi seorang anak yang tak memiliki ayah. 

Perempuan yang dianggapnya sebagai seorang sahabat hanya dalam sekejap telah merenggut semua kebahagiaan dan merusak keluarganya yang harmonis selama ini.

Pemakaman Pak Albert pun dilakukan keesokan harinya. Saat itu, dunia terasa runtuh dan hancur bagi Ella. Dia sudah tak memiliki tempat lagi untuk mencurahkan segala isi hati. Laki-laki yang telah menjadi cinta pertamanya, kini telah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Ayahnya begitu sangat mencintainya selama ini, tapi godaan dari seorang perempuan bejat membuat semuanya berubah.

"Ella, kami semua ikut berduka cita atas apa yang telah terjadi pada ayahmu. Kita doakan semoga beliau bisa bahagia di alam sana," kata Siska—salah seorang sahabat Ella. 

Siska tidak mengetahui tentang penyebab kematian ayah Ella. Dia mengira bahwa kematian itu terjadi karena serangan jantung yang menimpa Pak Albert.

"Oh, iya, ngomong-ngomong di mana Alena? Apa dia tidak datang ke pemakaman?" tanya Andre karena dia sama sekali tidak melihat keberadaan perempuan itu.

Ella merasa muak jika nama itu disebut. Tapi dia mecoba bersikap tenang agar semua orang tidak mengetahui tentang apa yang telah dilakukan oleh Alena terhadap keluarganya sampai saat ini. 

"Dia bilang sedang tidak enak badan. Lagian sudahlah, tidak apa-apa," kata Ella. 

"Ya sudah kalau begitu. Sepertinya kita harus pamit sekarang." Setelah menghibur Ella, Siska dan juga yang lainnya kini berpamitan untuk segera kembali. 

***

"Hahaha!" Alena terus saja tertawa terbahak-bahak sambil menikmati sebotol anggur yang saat ini sedang berada tepat di tangannya. 

Dia sangat yakin bahwa saat ini Ella pasti merasa begitu sangat sedih dan hancur setelah kematian ayahnya. Ia tidak menduga bahwa laki-laki tua bangka itu akan menjemput ajalnya secepat ini.

"Sungguh Ella yang sangat malang. Saat ini air matamu pasti terus saja membanjiri wajahmu yang menyebalkan itu. Sungguh sahabatku yang menyedihkan," kata Ella yang kemudian meneguk anggur langsung dari botolnya.

Di apartemen miliknya tersebut, dia terlihat bersenang-senang. Padahal apartemen ini diberikan oleh Pak Albert secara diam-diam untuknya tanpa sepengetahuan Ella. Ella mengira bahwa apartemen ini dibeli langsung oleh Alena setelah menerima gaji dan bonus pertamanya bekerja di perusahaan. Tapi nyatanya, ini semua adalah hadiah dari hubungan gelapnya dengan Pak Albert.

"Aku pikir ayahmu adalah laki-laki yang cerdas dan juga berpendidikan. Tapi nyatanya dia begitu sangat mudah untuk dimanfaatkan. Berkat dia, aku bisa memiliki apartemen dan mobil idamanku sendiri. Kamu memang benar-benar sangat cerdas Alena." 

Perempuan itu terus memuji dirinya atas segala hal yang dianggapnya sebagai sebuah prestasi. Menghancurkan hubungan orang lain adalah suatu kebanggaan baginya. Dia akan senang ketika melihat orang yang dia benci menderita.  

"Kita liat saja, aku akan kembali membuatmu menderita setelah ini." 

Alena masih memiliki niat jahat lagi di dalam benaknya. Dia tidak akan pernah berhenti menghancurkan kehidupan Ella. 

Dia kemudian meraih ponsel miliknya dan berbicara dengan seorang pria dari balik telepon.

"Bagaimana? Sudahkan kamu siapkan barang yang aku minta?" tanyanya.

"Iya, Bos. Anda tentang saja. Aku sudah mempersiapkan semua yang Anda inginkan," jawab pria dari balik telepon tersebut. 

Seketika, sebuah lekukan senyum indah kini terpancar dari bibir Alena. Dia tak sabar lagi untuk menjalankan rencana jahatnya itu.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status