Share

Hasrat Janda Pemikat
Hasrat Janda Pemikat
Author: Almeira. S

Bab 1. Malam Terlarang

Dalam gelap kamar hotel yang mewah berbintang lima, gemuruh erangan tak tertahankan menggema di setiap sudut. Pertemuan tak terduga antara dua insan yang tak pernah saling bersinggungan, kini tengah memadu kasih di atas lembutnya sprei dan ranjang yang mewah.

Bruk!

Secara tak diduga, tubuh gagah seorang lelaki menindih Mey yang tak berdaya sebab telah dikuasai oleh alkhohol. Sentuhan-sentuhan lembut pria itu, membelai tubuh Mey, menciptakan lenguhan yang meliuk-layuk diantara dinding-dinding marmer dingin kamar yang gelap.

"Ahhh.." melodi yang mendorong gairah semakin meluap-luap.

Tak sampai disitu, lelaki tersebut melahap lembut bibir Mey dengan nafsu yang menggebu. Namun, Mey tidak menolak cumbuan tersebut, malah membalas dengan permainan bibirnya yang begitu liar.

'Ini pasti mimpi, akhirnya aku bisa bercumbu denganmu, suamiku. Walaupun percumbuan ini hanyalah sebuah mimpi!' benak Mey dengan hasrat yang kian bergerilya dalam dirinya.

Mey yang terlena oleh alkhohol, terjebak dalam khayalan, bahwa ia tengah bercinta dalam mimpinya dengan sang suami yang beberapa bulan lalu telah pergi meninggalkan dunia untuk selamanya.

Perlahan, wajah lelaki itu merayap di antara leher dan telinganya. Hembusan napas dan memainkan angkup-angkup miliknya dengan ganas, membuat Mey menggigit bibirnya dan menggeliat tak terkendali.

"Ahh.." desah lembut Mey, tak sanggup menahan sensasi pada setiap bagian sensitifnya.

"Tubuhmu, malam ini milikku!" bisik lelaki itu seraya melepas helai kain yang membalut diri Mey.

Tanpa disadari, keduanya terbuai dalam gairah yang telah menguasai pikiran. Kedua insan yang baru saja bertemu di klub malam itu, melanjutkan adegan terlarang yang semakin panas dalam kamar hotel mewah yang berhiaskan cahaya temaram.

"Ssshh.. Ahhh.. Ahh.." Mey menderu nakal di setiap sentuhan yang membelainya.

"Tubuhmu, begitu menawan sayang. Bagaikan mawar yang semerbak, dan anggrek biru yang tak dapat kuraih. Rasa tubuhmu seperti butiran morfin yang menyusup ke dalam otakku," bisik lelaki itu, menyelipkan kata-kata puitis di antara erangan kepuasan.

Mey, membalas dengan menyuarakan kenikmatannya, "Kamu juga, sayang.. Ahh.. Aku sangat merindukanmu.. Bercinta denganmu, membuatku serasa melayang-layang di udara."

Dalam tarian yang menggelora di atas ranjang, pria yang tengah mencumbunya itu, membuat Mey merasa kian mabuk kepayang. Walaupun pendingin ruangan telah diatur menjadi enam belas derajat celsius dan terasa sangat dingin. Akan tetapi, mereka berdua mengeluarkan buliran keringat yang membasahi satu sama lain, seakan merasakan panasnya momen yang tengah dilakukan.

"Ohhh..." desah lelaki itu, merasakan puncak kenikmatan pada malam yang terpahat hasrat dan nafsu.

Setelah malam yang terpuaskan oleh gairah yang membara, keduanya memilih untuk bersandar dalam dekapan yang romantis, tertidur di dalam selimut tebal nan hangat.

**

Pagi telah tiba, sinar mentari menembus celah-celah tirai jendela kamar hotel. Secara perlahan, Mey membuka matanya dan terbangun dengan kepala yang terasa pusing. Namun, ia terkejut saat menyadari dirinya tidur satu ranjang dengan seorang lelaki yang tak dikenal olehnya, dan lebih mencengangkan lagi, mereka berdua tertidur tanpa sehelai kain yang melingkup tubuhnya.

"A-apa yang terjadi?" desis Mey, seraya berusaha mengingat malam sebelumnya.

Mey segera menutup mulut dengan kedua tangannya, sebab menyadari sesuatu. 'T-tunggu.. Jadi, semalam bukan mimpi?' benaknya terombang-ambing dalam kebingungan.

'Astaga, ya Tuhan. Apa yang telah kuperbuat?'

'Maafkan aku, suamiku. Baru beberapa bulan engkau pergi, aku malah bermain dengan pria lain.'

'Aku ... Bukan istri ataupun ibu yang baik.'

Setelah merenung sejenak, pandangan Mey mengarah ke wajah lelaki yang masih terlelap di sampingnya. Ia terus menatap lelaki itu secara seksama seraya mengerutkan dahi.

'Hey, tunggu. Pria ini ... Kenapa wajahnya sangat mulus? Oh, astaga. Lihat, kulitnya sama sekali tidak memiliki pori-pori!'

'Apakah dia gay?'

'Astaga naga ... Tidak mungkin dia gay! Semalam dia begitu agresif seperti singa, dan aku menikmati segala permainannya.'

'Ya Tuhan ... Apa yang sedang kupikirkan?'

Mey dengan hati-hati menyingkir, tubuhnya beranjak dari ranjang, dan memungut setiap helaian pakaiannya yang berserakan di lantai.

Kemudian, ia membersihkan dirinya di dalam kamar mandi yang mewah. Air hangat yang mengalir deras dari shower membuatnya tersadar bahwa ia telah melakukan kesalahan yang besar. "Aku telah mengkhianati suamiku! Maafkan aku, sayang. Aku benar-benar frustasi dengan pekerjaan di kantor sehingga, istri bodohmu ini melampiaskan dengan alkhohol," gerutu Mey pada diri sendiri, menyesali perbuatan menjijikkan yang sudah terjadi.

Setelah membersihkan diri di kamar mandi, Mey mengambil tas dan ponselnya yang tergeletak di meja. Namun, matanya yang tajam, teralihkan oleh kilauan jam tangan elegan yang dihiasi oleh berlian pada setiap sisinya. Jemarinya merasa setiap bagian jam tangan itu, lalu matanya berkaca-kaca sebab merasa kagum.

'Wah, gila. Pasti jam tangan ini mahal dan mungkin harganya ratusan juta atau bahkan miliaran. Apa dia orang kaya?'

'Ah, sudahlah. Mau kaya atau tidak, aku tak peduli. Yang jelas, aku harus cepat-cepat pergi dari sini.'

Saat Mey melangkah ke rak lemari dekat pintu keluar kamar untuk mengambil sepatunya, ia kembali memperhatikan sesuatu milik pria itu. Kali ini, ia memandangi sepatu yang tampaknya terlihat sangat eksklusif.

'Barang mahal lagi? Oh my god, sepatu ini kan limited edition,' benak Mey terkagum-kagum kala melihat setiap detail sepatu itu.

Tak lama, Mey berhasil keluar dari hotel mewah berbintang lima itu tanpa membangunkan lelaki tampan yang tidur dengannya. Akan tetapi, perempuan itu tak menuju rumah untuk pulang, justru Mey memilih untuk pergi ke kantornya. Sebagai pegawai magang, tentu, Mey tidak ingin berbuat kesalahan dengan absen kerja. Setibanya di kantor, seperti biasa, suasana riuh dengan karyawan yang bertukar gosip yang tidak begitu penting.

Ketika Mey baru saja duduk di kursinya, manajer divisi memanggilnya dengan nada yang bergema. "Mey.. Kemarilah!"

Sebagai seorang bawahan, tentu, Mey langsung beranjak dari tempat duduknya dan bergegas menuju meja bosnya, Theo. "Ada apa pak?" tanya Mey dengan sopan.

Pria berkepala empat itu bangkit dari duduknya, "Mana proposalmu?"

"Di meja pak. Sebentar, saya ambil," balas Mey seraya melangkah ke mejanya.

Theo juga ikut melangkah di belakang Mey, "Ikuti aku!"

"Kemana pak?" tanya Mey penasaran.

"Sudah, jangan banyak tanya kamu!" balasan tajam dari Theo.

Akhirnya, Mey menuruti bosnya dengan melangkah di belakang punggungnya. Theo membawa Mey ke gudang kantor yang gelap gulita, dan di sana ia memiliki niat buruk untuk melecehkan bawahannya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status