Home / Rumah Tangga / Hasrat Liar Paman Suamiku / Kita Bukan Suami Istri Yang Sesungguhnya!

Share

Kita Bukan Suami Istri Yang Sesungguhnya!

Author: CitraAurora
last update Last Updated: 2025-09-10 08:48:40

Setelah Rendra pergi, Laura buru-buru melepas pelukannya namun David menahannya. 

“Paman!” Protes Laura. 

Pria itu tertawa, melihat keponakannya judes begini dia semakin tertantang. 

“Jangan lupa upah menyembunyikanmu tadi.” Bisiknya. 

Bibir pria itu menggigit kecil daun telinga Laura dan Laura merinding dibuatnya. 

Laura tak menggubris ucapan David, dia menyambar tasnya kemudian pulang. 

Malam itu Rendra pulang dengan membawa bunga mawar untuk Laura, dia juga membawa setumpuk berkas yang akan ditunjukkan pada sang istri. 

“Laura Sayang.” Rendra mendekat bibirnya hendak mengecup pipi Laura tapi Laura segera menghindar. 

“Maaf Mas aku pilek.” Alasan Laura saja. 

Rendra tersenyum kemudian mengelus rambut sang istri. 

“Sudah minum obat? Jangan sakit-sakitan ya.” Sok perhatian padahal dia tidak ingin Laura menyusahkannya saja. 

Wanita itu mengangguk, siapa sangka tutur lembut penuh cinta itu hanyalah kamuflase. 

“Ini bunga untuk kamu.” Bunga mawar cantik berada di hadapannya. 

Setelah itu dia memberikan berkasnya pada Laura. 

“Lihat lah sayang, sebentar lagi perusahaan akan mengadakan pameran, aku butuh desain perhiasan terbaru, tolong buatkan ya.” Rendra memijat istrinya, merayu supaya Laura bersedia mendesain untuknya.

“Aku lelah Mas, belakangan ini pikiranku nggak fokus, kamu minta tolong Nona Monika saja bukanlah dia juga seorang desainer perhiasan?” Berkas itu Laura letakkan kembali.

Lelah dengan pekerjaan rumah tangga kini harus mendesain pula.

Rendra menggeleng keras, dia tahu kalau desain Monica tak sebagus istrinya.

“Apa kamu tidak mau membantu suami kamu ini?” Tatapan pria itu nanar. 

Dia duduk sambil menunduk, jika Laura tidak membantunya bagaimana dengan janjinya pada David dan Monica?

"Aku kira kamu akan selalu mensupport aku Sayang." Kalimat lembut nan lirih itu mampu membuat Laura tak tega.

“Tapi kita belum menjadi suami istri yang sesungguhnya, kamu belum menunaikan kewajibanmu sebagai suami.” 

Ucapan Laura sontak membuat Rendra gugup, dia sama sekali tidak mencintai Laura, bagaimana bisa memenuhi kewajiban di ranjang? 

“Apa kamu menginginkannya?” Tanyanya. 

Kini gantian Laura yang gugup, “Tidak.” Jawabnya. 

“Syukurlah, aku janji sayang setelah pameran besok akan mengajakmu bulan madu keluar negeri.” 

Laura hanya tersenyum sinis, mengajaknya atau Monica? 

“Tapi sekarang buat desain dulu ya.” Dia kembali membujuk. 

Tak hanya merayu, Rendra juga mengeluarkan jurus andalannya yaitu budi menolong orang tua Laura waktu itu. 

Mendengar itu Laura teringat kembali, waktu itu Rendra bak malaikat. Meskipun Rendra mengkhianatinya tapi budi itu tidak akan bisa hilang dari ingatan Laura. 

“Baiklah aku akan membuat desain untuk kamu Mas tapi namaku cantumkan di desain-desain buatanku nanti.” Pintanya. 

“Oke.” 

Malam itu Laura mengerjakan desainnya di ruang kerja Rendra, sepuluh desain yang diminta suaminya tentu memerlukan waktu. 

Satu desain saja bisa menghabiskan waktu satu sampai dua hari. 

Malam sudah larut tapi Laura masih sibuk di ruang kerja suaminya. 

David datang menemui Laura dia sungguh heran dengan Laura yang mau saja dibodohi Rendra. 

“Padahal aku sudah menunjukkan kebenaran Rendra padanya tapi dia masih saja bodoh.” pria itu menggumam sembari menatap Laura. 

“Sayang.” Ucapan Sayang mencuat yang dibarengi dengan suara langkah kaki mendekat.

“Apa!” Jawab Laura ketus tanpa menatap David.

“Mana upahku, kapan kamu akan membayarnya?” Pria itu duduk di ujung meja, dengan kaki menopang tubuhnya. 

“Bayar apa Paman?” 

Laura pura-pura tak tahu dia berharap David menyerah dan pergi namun yang terjadi justru sebaliknya, pria itu malah memeluknya. 

Dia meronta mencoba melepaskan pelukan sang Paman. 

“Aku sibuk Paman jadi tolong jangan ganggu aku!” Pintanya menyuruh David untuk pergi. 

Bukan David namanya kalau menyerah begitu saja dengan sikap keponakannya.

Tak sengaja netra David melihat desain Laura, lalu pria itu mengambilnya. 

“Desain sebagus ini kamu berikan pada orang lain.” Heran dengan Laura yang begitu bodohnya.

Tak ingin hasil kerja keras Laura sia-sia, David mencoba memberikan penawaran.

“Berikan desain ini padaku nanti di pameran akan aku pajang namamu.” Berharap Laura berubah pikiran. 

Namun jawaban Laura membuat David tak tahu lagi harus bagaimana. 

“Mas Rendra juga akan memajang namaku.” Sahutnya. 

“Kamu yakin dia akan memajang namamu? Setiap ada pameran tak sekalipun aku melihat namamu, kebanyakan nama Monica yang selalu ada.” Netranya menatap wajah Laura yang mulai meragu. 

Tak ingin terus berdebat soal desain, David menarik tubuh keponakannya itu, dia juga mengendus jenjang leher si wanita. 

David ingin membuat Laura melupakan pekerjaannya karena dia tahu semua hasil kerasnya akan jadi sia-sia bahkan ada pihak lain yang diuntungkan. 

“Paman jangan,” bisiknya.

Bukannya berhenti tangan David menyusup masuk ke dalam baju Laura, tangan nakalnya memegang apa yang bisa dipegang hal ini membuat hasrat wanita itu terbangun. 

“Paman sudah,” meskipun bibirnya berkata sudah namun tangan Laura justru menekan tangan David supaya mengerjainya lebih kuat. 

Antara mulut dan perbuatan tidak sinkron sama sekali.

Keduanya saling bertaut hingga terdengar suara langkah kaki mendekat. 

Laura buru-buru mendorong tubuh David hingga ciuman mereka terlerai. 

“Paman ada Mas Rendra.” Laura nampak gugup. 

“Kenapa memangnya biar saja dia tahu.” David mendekatkan tubuh Laura ke tubuhnya. 

Ceklek… 

Pintu dibuka. 

“Sayang.” Panggilan Rendra menggema, kemudian dia berjalan mendekat. 

“Bagaimana desainnya? sudah dapat berapa?” Tanya Rendra. 

“Satu Mas.” Cicitnya. 

Mata Laura terpejam desahan kecil lolos begitu saja dari mulutnya. 

“Kamu kenapa?” Rendra curiga dengan istrinya yang terlihat seperti orang berhasrat. 

David yang bersembunyi di bawah meja sengaja menggoda Laura. 

Tangan nakalnya bergerilya di antara pangkal paha istri keponakannya itu. 

Tubuhnya menggeliat rasa nikmat tidak bisa disembunyikan. 

“Nggak Papa Mas.” Dia berusaha tenang meski hasratnya sudah meledak-ledak.

Rendra mengabaikan ekspresi istrinya dia lebih tertarik dengan desain yang istrinya kerjakan.

“Cepat selesaikan ya waktu kita tidak banyak.” Rasa puas terpancar ketika melihat desain sang istri. 

Anggukan kecil terlihat, Rendra tersenyum senang kalau Laura menurut begini. 

“Baiklah kamu selesaikan dulu aku tunggu di kamar.” Kemudian dia membalikkan badan. 

Baru berjalan beberapa langkah terdengar suara dering telepon. 

Jelas itu bukan suara dering telepon istrinya melainkan dari ponsel David. 

Rendra membalikkan badan, netranya melotot. “Kenapa aku mendengar suara dering ponsel paman? apa dia berada di sini?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Berlibur

    David gugup sendiri mendengar ucapan keponakannya itu. Dia pun berpikir keras Mencari Alasan apa yang pas agar Laura percaya. “Itu… Aku tahu dari Rendra.” Kalimat itulah yang dia dapat. Laura tersenyum memang renda sama tahu tentang dirinya meskipun suaminya itu telah menghianatinya. Senyuman perlahan menghilang digantikan oleh raut wajah yang masam. “Kenapa?” David menatap Laura. “Aku heran dengan Mas Rendra paman di sisi lain dia begitu memperdulikan aku dan menyayangiku dengan segenap hatinya tapi disisi lain dia juga mengkhianati aku. Sebenarnya apa yang dia pikirkan?”Ungkapan hati Laura sontak membuat David kesal, menyesal dia mengharumkan nama Rendra di hadapan Laura, selain itu dia juga kesal dengan Laura yang mau saja dibodohi oleh Rendra. “Bodoh.” Satu kata pedas keluar dari mulut David. Mendengar itu Laura menjadi kesal selalu saja David mengetainya dengan kata itu. “Memang aku bodoh jadi jangan dekat-dekat denganku paman atau kamu akan ketularan.” Cicitnya sambil

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Dia Sudah Mengkhianati Kamu Laura!

    Sepanjang malam David menjaga Laura, dia terus memeluk wanita itu seakan ingin seperti ini sepanjang hari. Ada rasa sesal di hatinya kenapa dulu… Ah, semua sudah terjadi yang terpenting saat ini dia selalu ada untuk Laura, meskipun dia tahu sedikit banyak Laura membencinya. Mentari datang menyapa, sinar matahari yang menembus celah gorden membuat tidur wanita itu terusik. "Sudah pagi." Dalam keadaan terpejam Laura menggumam. Mata Laura sontak melotot dan bergegas bangun, tubuhnya terasa sangat lelah mungkin karena semalam David menggempurnya habis-habisan. Melihat seorang disampingnya kekesalan Laura muncul kembali, meskipun semalam dia juga menikmati tapi kalau David tidak memaksanya percintaan panas mereka tidak akan terjadi. “Bajingan.” Kaki Laura menendang tubuh yang membelakanginya. Dia meluapkan amarahnya untuk semalam dan untuk pagi ini, hari sudah siang sementara dia masih berada di kamar David, entah bagaimana dia menjawab pertanyaan Rendra nanti. “Kamu apa-apaan

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Maafkan Aku

    Rendra yang curiga memutar netranya, sedangkan dari bawah meja David memberikan ponselnya kepada Laura. “Ah iya tadi Paman ke sini dia mencarimu dan ponselnya ketinggalan.” Jelas Laura sembari menunjukkan ponsel David. "Ah begitu." Untunglah pria itu percaya, dia mengambil ponsel David dan hendak mengembalikannya. Setelah Rendra keluar Laura juga meminta David keluar. "Pergilah Paman, Mas Rendra mencarimu untuk mengembalikan ponsel jangan sampai dia kemari lagi." Laura sungguh kesal dengan David yang terus membahayakan dirinya. “Baiklah aku tunggu di kamar, kalau kamu tidak datang maka aku yang pergi ke kamarmu!” Lagi-lagi pria itu mengancamnya, entah apa yang David mau sebenarnya. Dalam keadaan yang seperti ini Laura sudah tidak fokus mendesain, pikirannya kacau karena ucapan David. Dia serba bingung, “Arrggg David kenapa kamu selalu mengusikku!” Di luar, Rendra berpapasan dengan David. Dia nampak mengerutkan alis, sedari tadi muter-muter mencari pamannya tak tau

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Kita Bukan Suami Istri Yang Sesungguhnya!

    Setelah Rendra pergi, Laura buru-buru melepas pelukannya namun David menahannya. “Paman!” Protes Laura. Pria itu tertawa, melihat keponakannya judes begini dia semakin tertantang. “Jangan lupa upah menyembunyikanmu tadi.” Bisiknya. Bibir pria itu menggigit kecil daun telinga Laura dan Laura merinding dibuatnya. Laura tak menggubris ucapan David, dia menyambar tasnya kemudian pulang. Malam itu Rendra pulang dengan membawa bunga mawar untuk Laura, dia juga membawa setumpuk berkas yang akan ditunjukkan pada sang istri. “Laura Sayang.” Rendra mendekat bibirnya hendak mengecup pipi Laura tapi Laura segera menghindar. “Maaf Mas aku pilek.” Alasan Laura saja. Rendra tersenyum kemudian mengelus rambut sang istri. “Sudah minum obat? Jangan sakit-sakitan ya.” Sok perhatian padahal dia tidak ingin Laura menyusahkannya saja. Wanita itu mengangguk, siapa sangka tutur lembut penuh cinta itu hanyalah kamuflase. “Ini bunga untuk kamu.” Bunga mawar cantik berada di hadapannya. Setelah itu

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Siapakah Wanita itu?

    Apa sebenarnya yang ingin David tunjukkan padanya? Kenapa harus ke kantor? Tepat pukul sebelas siang, Laura datang ke kantor, tanpa lapor ke resepsionis wanita itu langsung saja naik ke atas. Setibanya di lantai paling atas gedung perkantoran Laura menjadi bingung pasalnya di depannya kini ada dua ruang CEO, entah dimana ruangan milik David. “Ruangan Paman yang sebelah mana?” Kepalanya menoleh kiri dan kanan menerka-nerka. Hingga salah satu ruangan itu terbuka, seseorang baru saja keluar dari dalam. Sekilas dia melihat David, lalu wanita itu melangkah masuk ke dalam ruangan. “Paman.” Suara lembutnya mencuat yang diiringi langkah menuju meja kerja sang Paman. “Aku kira kamu tidak datang.” David bangkit dari kursi kebesarannya, mengajak Laura untuk duduk di sofa. Netra wanita itu memutar, ruangan David sangat estetik. Siapa yang mendesainnya? “Apa yang ingin kamu tunjukkan paman?” Tanya Laura. Tatapannya mengarah ke David yang kini duduk di sampingnya. “Santai Sayang, s

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Olahrag Di Atas Meja Makan

    Pagi itu, setelah membuka mata, Laura tak mendapati Rendra di sampingnya.“Ternyata apa yang dikatakan Paman semalam benar, Mas Rendra tidak pulang,” gumam Laura murung. Baru saja dia hendak bangkit, terdengar suara pintu terbuka. Rendra berjalan masuk kemudian duduk di sofa. “Sayang, kamu baru bangun?” tanya pria itu. Netra Rendra memutar melihat tempat tidur yang sedikit acak-acakan. “Kamu semalam habis ngapain saja, kenapa tempat tidur berantakan begitu?” Sontak Laura memelototkan mata. Dia tidak menyadari hal itu. Netranya turun memutar melihat tempat tidurnya. Wanita itu menggigit bibir, berusaha memutar otak untuk mencari alasan agar tidak membuat Rendra curiga. “Itu Mas… semalam aku kesal sehingga sedikit tantrum,” cicitnya sambil menatap Rendra takut-takut. Pria itu menghela nafas, kemudian duduk di samping sang istri. “Sayang, aku kerja demi kamu, demi keluarga kita. Tolong mengertilah,” kata Rendra lembut. “Jangan marah ya…” Tangan Rendra mengelus pipi sang istri.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status