LOGINApa sebenarnya yang ingin David tunjukkan padanya? Kenapa harus ke kantor?
Tepat pukul sebelas siang, Laura datang ke kantor, tanpa lapor ke resepsionis wanita itu langsung saja naik ke atas. Setibanya di lantai paling atas gedung perkantoran Laura menjadi bingung pasalnya di depannya kini ada dua ruang CEO, entah dimana ruangan milik David. “Ruangan Paman yang sebelah mana?” Kepalanya menoleh kiri dan kanan menerka-nerka. Hingga salah satu ruangan itu terbuka, seseorang baru saja keluar dari dalam. Sekilas dia melihat David, lalu wanita itu melangkah masuk ke dalam ruangan. “Paman.” Suara lembutnya mencuat yang diiringi langkah menuju meja kerja sang Paman. “Aku kira kamu tidak datang.” David bangkit dari kursi kebesarannya, mengajak Laura untuk duduk di sofa. Netra wanita itu memutar, ruangan David sangat estetik. Siapa yang mendesainnya? “Apa yang ingin kamu tunjukkan paman?” Tanya Laura. Tatapannya mengarah ke David yang kini duduk di sampingnya. “Santai Sayang, sebentar lagi pertunjukannya akan dimulai.” Tangan David menaikkan dagu Laura, sambil tersenyum licik. Tak suka dengan sikap David, Laura segera membuang tangan pamannya dengan kasar.“Jaga sikap Anda Paman!” Dadanya masih saja bergejolak tiap David menyentuhnya meskipun dia beberapa kali terbuai dengan permainan ranjang pamannya itu. “Baiklah baiklah.” Pria itu menurut. Tak ada obrolan berarti di antara keduanya hingga David melihat alat penunjuk waktu yang melingkar di pergelangan tangannya. “Sudah waktunya.” Dia bangkit. Pria itu berjalan dan membuka tirai, “Kemarilah Laura dan lihatlah.” Titannya. Perlahan Laura bangkit dan berjalan mendekat, dia semakin bingung, kenapa dari ruangan David bisa melihat ruangan Rendra? “Kamu memasang cermin dua arah?” Laura terkejut, apa sebenarnya motif David hingga diam-diam mengintai suaminya? “Exactly.” David tersenyum. "Kenapa kamu bersikap seperti ini kepada keponakanmu sendiri Paman! hal ini kurang pantas!" Bibir Laura terus memaki David. Mereka terlibat perberdebatan yang cukup serius, Laura merasa David memiliki niat buruk terhadap suaminya. Hingga terlihat Monica masuk ke dalam ruangan Rendra. "Lihatlah." Pria itu kembali memberikan perintah mengurai perdebatan mereka. Laura memberengut kesal, apanya yang dilihat? Monica adalah sekretaris Rendra, jadi wajar datang ke ruangan atasannya. "Kamu menyuruhku kesini hanya untuk melihat obrolan Monica dan Mas Rendra Paman?" Wanita itu menghela nafas dalam-dalam, dadanya kembali bergejolak hebat. Tatapan tajamnya kini mengarah pada sang Paman yang terlihat menikmati pemandangan ruang sebelah. Tak tahan lagi Laura memutuskan untuk pulang saja. “Belum! tetaplah di tempatmu.” David menarik tangan Laura yang sudah ancang-ancang ingin pergi. Benar saja, mereka yang awalnya ngobrol biasa kini mulai melakukan hal yang lebih berani. Monica pindah duduk ke pangkuan Rendra sementara pria itu dengan nakal malah menenggelankan wajah ke dada sekertarisnya yang sedikit bahenol itu. “Lihatlah kelakuan suami kamu Laura.” Bisik David. Wanita itu sangat terkejut, dia tak menyangka jika Rendra tega mengkhianatinya. Air matanya merembes keluar, meski hatinya sakit tapi dia juga tidak ingin melewatkan pertunjukan suaminya. Air mata Laura tak berhenti menetes, setelah Rendra dan Monica terlihat bermain cinta-cintaan di atas meja kerja. “Tega kamu Mas.” Sambil terisak. Melihat istri keponakannya David tak tega, Rendra memang bajingan, bermodalkan kata cinta membuat seorang Laura terjerat cinta palsunya. David menutup kembali tirai itu, kemudian membawa Laura dalam pelukannya. Dia tidak memiliki tujuan lain selain ingin membuka mata Laura agar sadar siapa Rendra sebenarnya. “Air matamu terlalu mahal untuk pria seperti Rendra Laura.” Tangannya tergerak menghapus air mata Laura. Wanita itu tersenyum getir, kemudian mendongakkan kepala menatap David. “Kamu betul Paman.” Sakit hati dikhianati membuat Laura tak kuasa, dia ingin melampiaskan amarahnya dengan melakukan hal yang sama dengan David. Di ruangan sebelah Rendra dan Monica sudah menuntaskan percintaan mereka sementara David dan Laura akan memulai percintaan mereka. Rasa nikmat membuat mereka lupa jika tengah berada di kantor. “Terus Paman.” Merengek meminta David untuk memompanya lebih cepat. Suara desahan menggema setelah sama-sama mendapatkan pelepasan. “Tak kusangka kamu ganas juga Laura.” Kata David setelah menuntaskan hasrat mereka. “Maaf Paman, aku terbawa emosi.” Sahut Laura malu. “Aku malah senang.” David merapikan pakaiannya, begitu pula dengan Laura. Wanita itu kembali terdiam, mungkin rasa sakit yang sempat teralihkan mencuat kembali. Air matanya menetes, selama ini dia sangat mencintai suaminya tapi pria itu malah mengkhianati ketulusannya. Tak tega, David membawa Laura ke dalam pelukannya kembali. Bersamaan Rendra masuk untuk mengantar laporan, dia sangat terkejut melihat pamannya memeluk seorang wanita. “Paman.” Rendra memanggil David. Laura sangat gugup dia takut kalau sang suami tahu keberadaannya. “Paman sembunyikan aku.” Bisiknya memohon. “Baik tapi tidak gratis.” Sahutnya. Laura semakin gugup saat Rendra berjalan mendekat ke sofa. “Baiklah.” Laura tak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pamannya. Senyuman licik terukir di wajah David, kemudian pria itu meminta keponakannya untuk berhenti. “Jangan mendekat, kamu menakuti kekasihku.” Titahnya. Seketika Rendra berhenti sementara Laura menenggelamkan wajahnya di bidang datar sang paman. “Letakkan di meja lalu keluarlah!” David kembali memberikan titah. Rendra meletakkan laporannya, tapi tidak segera keluar, dia mencoba mencari tahu siapa kekasih David. “Paman ada yang ingin aku bicarakan.” Dia sungguh penasaran dengan wanita yang kini dipeluk pamannya sehingga mencari alasan. Selama ini David begitu bersih, bahkan saat sekolah dulu dia tidak pernah dekat dengan makhluk yang namanya wanita. Satu-satunya wanita yang David cintai tak mungkin tergapai tapi kini tiba-tiba ada wanita dalam pelukannya. Siapakah dia? “Aku bilang keluar! Nanti bicarakan di rumah!” Suara bariton David menggema. Rendra tersentak dan buru-buru keluar. Di depan pintu pria itu masih menatap pamannya heran, rasa penasarannya begitu besar. “Sejak kapan dia tertarik dengan wanita lain?"“Sayang besok aku harus ke luar negeri selama 3 hari, kamu nggak papa kan aku tinggal sendiri.” David nampak cemas meninggalkan istrinya sendiri tapi dia juga harus ke luar negeri untuk mengurusi bisnisnya. Laura menggeleng tentu dia tidak apa-apa toh di rumah ada ART dan juga Rendra. “Nggak papa Mas, kan ada Mas Rendra dan juga Art.” Laura tersenyum menatap suaminya.David sangat was-was, takut kalau Laura kenapa-kenapa di rumah selama dia tidak ada.Pukul 06.00 pagi David, Revan dan Laura sudah berada di bandara, Laura melambaikan tangan ketika David sudah masuk ke dalam. “Cepat pulang ya Mas.” teriak Laura sambil tersenyum.Selepas mengantar David, Laura langsung pulang, hari ini David melarangnya pergi ke kantor karena memang tidak ada pekerjaan. Wanita itu menurut saja kebetulan dirinya juga kurang enak badan. Saat melihat makanan di meja makan, tiba-tiba perutnya bergejolak. “Aku kenapa ya kenapa mual begini.” Gumam Laura heran. Menunggu rasa mualnya menghilang Laura berg
“Pak dia bisa mati.” Bisik Gio. Setelah berpikir sejenak, pria itu melepaskan cekikannya. “Sekali lagi kamu berkata buruk tentang Laura, siap-siap menemui malaikat maut!” Hardik Erik. Anisa bergegas pergi sebelum dia benar-benar bertemu malaikat maut. Di depan gerbang kantor Erik, Anisa mengumpat lagi. Dia mengutuk Erik dan Laura agar tidak selamat. “Semoga kamu yang akan bertemu malaikat maut!” Teriaknya kesal. Kini Anisa bingung sendiri, Rendra sudah tidak bisa diharapkan, apakah dia harus kembali ke kotanya dengan tangan kosong? Apakah impian menjadi istri David harus pupus? “Sudahlah yang penting cari aman dulu, nanti bisa kembali lagi di waktu yang pas.” #####Sore itu Setibanya di rumah Erik langsung masuk ke dalam kamarnya ketika dia membuka pintu terlihat pemandangan yang sangat indah. Air liurnya mengucur deras, hasrat yang selama ini tak pernah bangun tiba-tiba merengek, meronta ingin dipenuhi. “Wanita ini bisa-bisa tak memakai pakaian sama sekali.” Kakinya melang
Anisa merebut ponsel yang dibawa David, alangkah terkejutnya dia melihat dirinya sendiri dalam video itu. “Laura kamu!” Dia menatap tajam ke arah Laura ternyata Laura tak selugu yang dia kira, siapa sangka dia sudah menyiapkan diri. “Mau apa sekarang?” Tantang Laura kemudian mengambil ponselnya kembali. “Trik-trik seperti ini sudah aku pelajari, kamu pikir aku tidak tahu akal busukmu Anisa!” David benar-benar tak habis pikir dengan sikap Anisa, siapa sangka teman masa kecilnya itu kini berubah menjadi wanita licik dan penuh intrik. “Sikapmu kali ini benar-benar keterlaluan Anisa! Sepertinya kamu sengaja ingin membuat aku dan Laura salah paham.” Ujarnya tegas. Dengan air mata yang berderai, Anisa mencoba menjelaskan kalau ada salah paham. “Bukan seperti itu David, ada salah paham disini.” Ucapannya menatap David dan Laura secara bergantian. Salah paham? David dan Laura tertawa kecil, sudah jelas kalau Anisa ingin berulah. “Salah paham, apa matamu buta! Di video itu jelas-jelas
Netra Anisa menatap David, berharap dia itu mencegah istrinya untuk bertindak lebih. “David apa kamu juga akan mengusirku dari sini?” tanyanya. “Kalau istriku berkata demikian aku bisa apa,” jawab David yang membuat tubuh Anisa terhuyung ke belakang. Kakinya terasa lemas ia tak percaya kalau teman masa kecilnya itu akan mengusirnya. Anisa sangat kesal kalau dia tidak tinggal di rumah David lantas bagaimana bisa membuat David menjadikannya istri kedua? “Aku tidak mau David, aku mohon.” Wanita itu menangis, merengek pada teman masa kecilnya itu. Saat bersamaan Rendra datang, “Ada apa Anisa?” Tanya Rendra yang turut bergabung dengan mereka semua. “David dan Laura meminta aku pergi dari sini Ren?” Dia mencoba mengadu pada Rendra. “Memang begitu seharusnya.” Ternyata Rendra juga setuju kalau Anisa tidak tinggal bersama dengan mereka. Mendengar respon Rendra, sepertinya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. “Besok berkemaslah biar Rendra yang akan mengantar ke hunianmu yang baru.”
“Aku menyuruhmu untuk lembur dan menyelesaikan pekerjaan ini tapi kenapa sampai sekarang masih belum kamu kerjakan?” atasan Citra membanting berkas tepat di hadapannya.Wanita itu tersentak, baru saja sampai ruangan sudah dimarahi. “Maaf Bu hari sabtu kemarin saya sudah ada janji jadi harus segera pulang.” Jawab Citra sambil menatap atasannya sebentar kemudian menunduk. Wanita paruh baya itu menarik kursi kemudian duduk sambil menatap Citra dengan tajam. “Seharusnya masalah pekerjaan kamu selesaikan terlebih dahulu.” Ujarnya. Citra menjelaskan kalau janjinya tidak bisa ditunda bahkan pekerjaan ini tidak lebih penting dari janjinya. Mendengar ucapan Citra atasan itu menjadi murka, darahnya seakan mendidih. Baru kali ini ada bawahan yang berani mengesampingkan pekerjaan kantor demi janji yang mungkin nggak penting. “Kalau begitu pergilah ke ruangan HRD dan minta pesangon! mulai hari ini kamu aku pecat!” Citra menggeleng memohon pada atasannya itu supaya tidak dipecat. “Saya moho
Namun semua berbeda, Citra justru berjalan di depan Erik. Wanita itu seolah menjadi bodyguard bagi Erik. Apakah Citra yang akan menjadi Heronya? “Citra kamu apa-apaan! kalau ada hantu, apa kamu nggak takut?” Erik langsung protes mendapati dirinya justru dilindungi Citra, hal ini jelas membuat harga dirinya jatuh. “Tenang saja saya nggak takut sama hantu hantu jadi-jadian, hantu beneran saja malah saya ajak bicara.” Sahut Citra. Erik melongo menatap punggung istrinya sepertinya dia salah tempat mengajak Citra masuk ke dalam rumah hantu. “Astaga dia malah pawangnya.” Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Saat mereka berjalan tiba-tiba di samping Erik ada tuyul yang mengikutinya, pria itu berteriak bukan karena takut tapi terkejut. Melihat ekspresi Erik Citra tertawa, “Anda takut?” Terdengar mengejek. “Siapa yang takut! aku hanya terkejut tiba-tiba ada anak kecil di sampingku!” Sambil mengelus dadanya karena jantungnya masih belum berhenti berdegup. Tuyul itu tersenyum







