Sontak raut wajah Rendra berubah jika Laura ikut ke pameran otomatis dia akan mengklaim kalau semua desain itu adalah miliknya. Rendra tertawa mencoba mengalihkan perhatian David, “Laura capek paman dari tadi dia bersih-bersih rumah,” katanya sembari mengelus rambut istrinya. Kini tatapan Rendra beralih ke Laura, “Iya kan sayang kamu capek.” Dia mencoba mengintimidasi Laura lewat tatapannya berharap wanita itu tak terpengaruh dengan ucapan David. “Aku tidak capek kok mas,” jawabnya yang membuat Rendra kembali tak karuan. “Kamu ini sekali-kali ajaklah istrimu menghadiri acara perusahaan.” Ujar David. Renda kini serba bingung bagaimana jika istrinya benar-benar ikut ke pameran. “Laura lebih senang di rumah paman daripada menghadiri acara-acara seperti itu,” dia kembali mengintimidasi Laura namun istrinya bersikeras ingin ikut ke pameran. Pria itu nampak memutar otak mencari alasan agar Laura tidak marah karena bukan namanya yang terpampang di desain-desain nanti. “Baiklah kamu b
Di depan lobi sopir sudah menunggu David Laura yang ingin bertolak ke ibukota. Ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil Rendra tiba-tiba menghadang dan mengetuk kaca mobil David. “Paman, kenapa paman ada di pulau ini?” tanya Rendra. Tahu ada Rendra di luar mobil Laura bingung dimana lagi dia akan bersembunyi. David menarik tubuhnya dan menyembunyikan wanita itu dalam dekapannya. “Tenang saja.” Kemudian dia membuka kaca mobilnya. “Ada Pak Rendra? Kenapa kamu menghalangi jalanku?” tatapan dingin David mengarah ke keponakannya itu. “Paman Kenapa di sini?” Dia mengulang pertanyaannya. “Aku berlibur dengan kekasihku, Kenapa?” Masih dengan tatapan dinginnya. Awalnya Rendra hanya ingin menegur pamannya tapi mendengar serta melihat kekasih David, Rendra pun ingin bertanya lebih. Dia terus menatap kekasih David, Rendra nampak familiar dengan postur tubuh wanita itu. “Kenapa dia seperti Laura?” Batinnya dengan terus menatap wanita itu.Rendra berharap si wanita juga menoleh padanya a
David gugup sendiri mendengar ucapan keponakannya itu. Dia pun berpikir keras Mencari Alasan apa yang pas agar Laura percaya. “Itu… Aku tahu dari Rendra.” Kalimat itulah yang dia dapat. Laura tersenyum memang renda sama tahu tentang dirinya meskipun suaminya itu telah menghianatinya. Senyuman perlahan menghilang digantikan oleh raut wajah yang masam. “Kenapa?” David menatap Laura. “Aku heran dengan Mas Rendra paman di sisi lain dia begitu memperdulikan aku dan menyayangiku dengan segenap hatinya tapi disisi lain dia juga mengkhianati aku. Sebenarnya apa yang dia pikirkan?”Ungkapan hati Laura sontak membuat David kesal, menyesal dia mengharumkan nama Rendra di hadapan Laura, selain itu dia juga kesal dengan Laura yang mau saja dibodohi oleh Rendra. “Bodoh.” Satu kata pedas keluar dari mulut David. Mendengar itu Laura menjadi kesal selalu saja David mengetainya dengan kata itu. “Memang aku bodoh jadi jangan dekat-dekat denganku paman atau kamu akan ketularan.” Cicitnya sambil
Sepanjang malam David menjaga Laura, dia terus memeluk wanita itu seakan ingin seperti ini sepanjang hari. Ada rasa sesal di hatinya kenapa dulu… Ah, semua sudah terjadi yang terpenting saat ini dia selalu ada untuk Laura, meskipun dia tahu sedikit banyak Laura membencinya. Mentari datang menyapa, sinar matahari yang menembus celah gorden membuat tidur wanita itu terusik. "Sudah pagi." Dalam keadaan terpejam Laura menggumam. Mata Laura sontak melotot dan bergegas bangun, tubuhnya terasa sangat lelah mungkin karena semalam David menggempurnya habis-habisan. Melihat seorang disampingnya kekesalan Laura muncul kembali, meskipun semalam dia juga menikmati tapi kalau David tidak memaksanya percintaan panas mereka tidak akan terjadi. “Bajingan.” Kaki Laura menendang tubuh yang membelakanginya. Dia meluapkan amarahnya untuk semalam dan untuk pagi ini, hari sudah siang sementara dia masih berada di kamar David, entah bagaimana dia menjawab pertanyaan Rendra nanti. “Kamu apa-apaan
Rendra yang curiga memutar netranya, sedangkan dari bawah meja David memberikan ponselnya kepada Laura. “Ah iya tadi Paman ke sini dia mencarimu dan ponselnya ketinggalan.” Jelas Laura sembari menunjukkan ponsel David. "Ah begitu." Untunglah pria itu percaya, dia mengambil ponsel David dan hendak mengembalikannya. Setelah Rendra keluar Laura juga meminta David keluar. "Pergilah Paman, Mas Rendra mencarimu untuk mengembalikan ponsel jangan sampai dia kemari lagi." Laura sungguh kesal dengan David yang terus membahayakan dirinya. “Baiklah aku tunggu di kamar, kalau kamu tidak datang maka aku yang pergi ke kamarmu!” Lagi-lagi pria itu mengancamnya, entah apa yang David mau sebenarnya. Dalam keadaan yang seperti ini Laura sudah tidak fokus mendesain, pikirannya kacau karena ucapan David. Dia serba bingung, “Arrggg David kenapa kamu selalu mengusikku!” Di luar, Rendra berpapasan dengan David. Dia nampak mengerutkan alis, sedari tadi muter-muter mencari pamannya tak tau
Setelah Rendra pergi, Laura buru-buru melepas pelukannya namun David menahannya. “Paman!” Protes Laura. Pria itu tertawa, melihat keponakannya judes begini dia semakin tertantang. “Jangan lupa upah menyembunyikanmu tadi.” Bisiknya. Bibir pria itu menggigit kecil daun telinga Laura dan Laura merinding dibuatnya. Laura tak menggubris ucapan David, dia menyambar tasnya kemudian pulang. Malam itu Rendra pulang dengan membawa bunga mawar untuk Laura, dia juga membawa setumpuk berkas yang akan ditunjukkan pada sang istri. “Laura Sayang.” Rendra mendekat bibirnya hendak mengecup pipi Laura tapi Laura segera menghindar. “Maaf Mas aku pilek.” Alasan Laura saja. Rendra tersenyum kemudian mengelus rambut sang istri. “Sudah minum obat? Jangan sakit-sakitan ya.” Sok perhatian padahal dia tidak ingin Laura menyusahkannya saja. Wanita itu mengangguk, siapa sangka tutur lembut penuh cinta itu hanyalah kamuflase. “Ini bunga untuk kamu.” Bunga mawar cantik berada di hadapannya. Setelah itu