Beranda / Romansa / Hasrat Liar Sahabat Suami / 45. Pria pembawa ketenangan

Share

45. Pria pembawa ketenangan

Penulis: Cherry Blessem
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-25 22:33:58

Fabio masih tampak menunggu balasan Rani. Status onlinenya tak pernah padam, seperti ia benar-benar tidak melepaskan ponselnya sedetik pun.

Rani mengetik, menghapus, mengetik lagi. Jarinya ragu, pikirannya kusut. Ia ingin ditenangkan, ingin seseorang memeluk dan berkata semuanya baik-baik saja—tapi ia sendiri tidak tahu bentuk pertolongan seperti apa yang mampu menutup retak di hatinya.

Akhirnya ia memilih pesan paling aman.

"Aku sedang istirahat sebelum masak makan siang."

Begitu terkirim, seluruh tubuhnya kehilangan tenaga. Ia jatuh duduk di lantai ruang tamu, menarik lutut, memeluknya erat. Seolah ia mencoba mengumpulkan sisa keberanian yang masih tersangkut entah di mana. Air mata mengalir tiba-tiba, pelan tapi menghantam. Ruangan yang sunyi seolah memantulkan rasa sakitnya.

Tak lama, ponsel berdering.

Fabio menelepon.

Rani terlonjak kecil. Ia buru-buru menghapus air mata, meski bekasnya tidak mungkin hilang begitu saja. Ia ragu—mengangkat atau tidak? Fabio adalah tempat ia berhar
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   77. Di rumah sakit lagi

    “Rumah sakit?” tanya Rani begitu mereka memasuki halaman rumah sakit. Matanya refleks menyapu gedung tinggi berwarna pucat itu, dadanya mendadak terasa mengencang.Mira tidak langsung menjawab. Perhatiannya tertuju pada setir, matanya sibuk mencari lahan parkir yang kosong. Rani pun akhirnya terdiam—ia merasa jawaban itu tak perlu lagi diucapkan.“Ibu Pak Fabio sedang dirawat inap sejak Anda bertemu beliau tadi,” jelas Mira akhirnya, nadanya tetap datar.Rani terkejut. “Apa?!”Mira tidak menanggapi seruan itu. Ia mematikan mesin, turun dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Rani dengan sikap sigap dan profesional.“Biar saya antar, Bu,” katanya singkat sambil memberi isyarat agar Rani mengikutinya.Rani menuruti. Langkahnya tertahan sedikit di belakang Mira, pikirannya masih berputar. Mereka menuju lantai yang sama seperti sebelumnya, namun berhenti di kamar yang berbeda. Saat pintu dibuka, pemandangan di dalam membuat langkah Rani terhenti.Fabio tertidur di sisi ranjang sang ibu. T

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   76. Membawa Rani pergi

    “Halo,” Fabio langsung mengangkat telepon begitu melihat nama itu muncul di layar ponselnya.“Halo, Fab.” Suara berat di seberang terdengar tenang dan santai. Entah kenapa, hanya mendengarnya saja sudah cukup membuat semangat Fabio sedikit merosot. “Ada apa? Aku lihat kamu nelepon.”Pikiran Fabio seketika melayang pada Mira yang kini sedang dalam perjalanan menjemput Rani. Apakah perempuan itu sudah tiba di sana? Atau justru sedang menghadapi situasi yang tidak ia ketahui?“Iya, Bim.” Fabio menarik napas pelan sebelum melanjutkan. “Oh ya, aku lagi nyuruh asisten aku buat jemput Rani. Ada beberapa sumbangan yang mau aku kasih. Kamu mau ambil sekalian?” tanyanya, merapikan kebohongan yang telah ia siapkan jika nanti Mira muncul di rumah itu.“Waduh, Fab. Nggak usah repot-repot,” jawab Bima cepat, meski nada suaranya jelas terdengar sungkan bercampur tertarik. “Emang apa sumbangannya?”“Cuma sembako aja. Biar Rani aja yang ngambil kalau kamu lagi sibuk,” jawab Fabio ringan. Lalu, seolah

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   75. Bayang-bayang kecurigaan

    Terkejut oleh bunyi nampan yang jatuh, Rani buru-buru membungkuk mengambilnya. Tangannya sedikit gemetar. Ia berniat segera kabur dari ruang tamu sebelum situasi semakin canggung, namun langkahnya terhenti ketika pria muda itu kembali menahan pergerakannya.“Kemarin perginya sama Mas Bima, kan?” tanyanya santai, seolah hanya basa-basi. Namun bagi Rani, kalimat itu terasa seperti jerat.“Enggak,” jawab Bima ringan sambil mengambil cangkir kopi dan menyesapnya. “Waktu itu dia pergi sama teman-temannya,” lanjutnya, terdengar yakin.Dada Rani berdebar kencang. Ia menelan ludah, matanya bergantian memandang dua laki-laki di hadapannya dengan perasaan ngeri. Tubuhnya terasa dingin. Ia ingat jelas bagaimana Fabio memperkenalkannya sebagai istri. Bukan teman dan bukan istri sahabatnya. Hanya Istri.“Aneh,” gumam pria muda itu sambil mengernyit. “Aku taunya Mbak Rani pergi sama Mas Bima. Soalnya yang aku dengar, Mbak Rani sama suaminya,” ujarnya, ragu namun tetap menatap Rani seakan mencoba m

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   74. Tamu yang aneh

    Mendengar itu, Fabio refleks menarik tangan Rani, berniat membawanya menjauh sebelum hal buruk terjadi. Namun Mira cepat menahan lengan Rani, langkahnya mantap seperti biasa.“Sebaiknya Ibu Rani saya antar pulang, Pak,” ucap Mira tegas, tatapannya lurus pada Fabio.Fabio ingin membantah. Ada ketidaksukaan yang jelas di wajahnya. Tapi ekspresi Mira yang serius—ditambah sifatnya yang jarang sekali bercanda—membuat Fabio sadar bahwa keadaan ini bukan hal remeh.Dengan berat hati, ia melepaskan genggamannya pada Rani.“Aku akan menemuimu,” kata Fabio lembut, suaranya seperti memohon.Rani buru-buru menggeleng. “Jangan,” tolaknya. Ia menggigit bibir sebelum melanjutkan, “Aku dengar, beberapa tetanggaku mulai menyadari keberadaan kamu. Maafkan aku, Kak. Tapi aku nggak yakin kita boleh bertemu untuk sementara waktu di rumahku.”Fabio mendesah panjang. Rasanya seperti seluruh dunia sengaja memisahkan mereka setiap kali ia mencoba meraih kebahagiaan.Mira kemudian menggiring Rani menuju mobil.

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   73. pembicaraan rahasia

    Mereka berhenti di depan sebuah rumah besar bergaya modern dengan bangunan yang tinggi, terasa dingin, dan cukup mengintimidasi. Halaman depannya saja tampak jauh lebih rapi dan mewah dibanding seluruh lingkungan tempat tinggal Rani. Mira turun lebih dulu, lalu membuka pintu mobil untuk Rani dengan gerakan anggun khasnya. Rani menatap pantulan dirinya di kaca mobil—daster lusuh, rambut dijepit seadanya. Ketidakpercayaan melintas di wajahnya. Ia menelan ludah, merasa kecil di hadapan bangunan semegah itu. “Kenapa kita ke sini?” tanyanya pelan, nyaris berbisik. “Anda akan tahu ketika masuk nanti,” jawab Mira, tak banyak ekspresi namun tatapannya seolah menilai kondisi Rani dengan hati-hati. Rani mengigit bibir, ragu untuk turun. “Kamu …, tidak ikut?” Mira menggeleng pendek. “Tidak. Saya hanya mengantar sampai sini saja.” Suaranya tetap datar dan profesional, seolah garis batas jelas sudah digambar di antara mer

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   72. Secara tak terduga dijemput

    Dada Rani benar-benar tercekat. Ia mematung, hanya bisa melihat bagaimana ibu mertuanya menarik gagang pintu dan membukanya tanpa sedikit pun keraguan. Begitu pintu terbuka, perasaan Rani jatuh mendadak—seolah tenggelam sampai dasar bumi.“Halo?” sapa Dina, ibu mertuanya, dengan suara dibuat-buat lembut.Rani terbelalak. Suara itu pasti bukan Fabio. Ia mendengar jawabannya sebelum sempat bernapas lega.“Halo, Bu.” Suara perempuan yang terdengar tegas dan familiar, jelas sekali bukan Fabio.Perlahan, Rani melongok dari belakang untuk memastikan dengan matanya sendiri.“Kamu siapa, ya?” tanya Dina dengan nada bingung yang berubah cepat menjadi nada menantang.“Saya Mira. Saya mencari Ibu Rani.” jawab perempuan itu, suaranya datar, dingin, tanpa basa-basi.Rani melihat ibu mertuanya menatap Mira dari ujung rambut hingga ujung kaki—tatapan khas Dina yang penuh penilaian. Mira berdiri tegap dengan ekspresi nyaris tak bergerak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status