Kayden baru saja tiba di kediaman keluarga Easton dan langsung menuju kamar Lea. Tanpa ragu, ia mengangkat tangannya dan mengetuk pintu.Hening. Tidak ada jawaban.Ia mengetuk sekali lagi, kali ini lebih keras. Namun, tetap saja tak ada suara dari dalam.Sebelumnya, ia sudah mencoba menghubungi Lea berkali-kali, tetapi panggilannya terus berakhir tanpa jawaban.Ada yang tidak beres.Perasaan itu mencuat begitu saja di benaknya.โKe mana sebenarnya wanita ini?โ gumamnya pelan.Tanpa membuang waktu, ia segera turun ke lantai satu. Begitu matanya menangkap sosok pelayan, ia langsung memanggilnya.Pelayan itu menghampiri dengan sikap hormat. โAda yang bisa saya bantu, Tuan Muda?โโDi mana Lea Rose? Apa dia sudah pulang?โ Suaranya terdengar serius, nyaris menuntut jawaban.Pelayan itu tampak ragu sesaat sebelum menjawab, โMaaf, Tuan โฆ Nyonya Rose tidak ada di rumah. Dia pergi.โEkspresi Kayden berubah serius. Mata birunya tajam menatap pelayan yang tampak gelisah.โKemana dia?โPelayan itu
Ponsel Kayden bergetar di tangannya, layarnya menampilkan pesan dari Jonas.[Nyonya Rose sudah ditemukan. Berikut lokasinya: Desa Winterhollow, sebuah daerah terpencil di utara Eldoria, jauh dari pusat kota]Tanpa membuang waktu, Kayden memasukkan ponselnya ke dalam saku dan berbalik meninggalkan Kaelyn Brown tanpa sepatah kata pun.โKayden!โ panggil Kaelyn, suaranya dipenuhi kepanikan. Namun, pria itu tidak sedikit pun menoleh.Dengan langkah mantap, Kayden menuju mobilnya dan segera menyalakan mesin. Ia menarik napas dalam, berusaha menahan gejolak di dadanya, lalu menginjak pedal gas. Kendaraan melaju, meninggalkan rumah keluarga Easton di belakang.Cahaya matahari pagi mulai meninggi, menyinari jalanan kota yang mulai sibuk. Meski lalu lintas tidak terlalu padat, Kayden tetap memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, melewati kendaraan lain tanpa ragu. Setiap detik terasa berharga. Namun, di balik ekspresinya yang tampak tenang, pikirannya terus berpacu.โBertahanlah ... Little Ros
Mendengar ancaman Kayden, Kaelyn terguncang hebat. Bayangan Noah diusir dari keluarga Easton adalah mimpi buruk baginya. Dengan penuh ketakutan, ia memohon putranya untuk menurut.โNoah, kamu harus menceraikan Lea,โ suaranya bergetar cemas.Namun, Noah tetap teguh. Selama ini, ia sudah banyak mengalah pada Kayden, dan kali ini ia bertekad tidak akan menyerah.โTidak, Bu! Aku tidak akan menceraikannya, bagaimanapun juga!โ tegasnya.Kaelyn semakin panik. โJangan bodoh, Noah! Apa gunanya mempertahankan wanita itu jika kita kehilangan segalanya?!โ bentaknya.Noah menatap ibunya tajam. โTidak akan! Dia hanya menggertak, dan Ayah tidak akanโโโKamu pikir aku hanya bercanda?โ Kayden menyela dengan tatapan dingin. โDengan satu kalimat dariku tentang kalian berdua, Ayah pasti akan menyingkirkan kalian. Kamu tahu betul, Noah, selama ini Ayah hanya menomorsatukanku dan mendengarkanku.โIa tersenyum tipis sebelum menambahkan, โLagipula, sampai detik ini Ayah tidak bertindak apa pun, padahal dia s
Dua hari setelah kejadian itu, malam di kediaman keluarga Easton terasa lebih sunyi dari biasanya.Lea baru saja kembali ke kamarnya setelah makan malam. Ia duduk di tepi ranjang, membiarkan keheningan menyelimuti dirinya sebelum suara pintu terbuka tanpa ketukan lebih dulu.Noah berdiri di ambang pintu dengan ekspresi dingin, tanpa emosi seperti biasanya. Tanpa berkata apa pun, ia melangkah masuk dan melemparkan sebuah amplop cokelat ke atas meja di samping tempat tidur.Lea menatap amplop itu, lalu mengangkat wajah menatap Noah dengan kening berkerut. โApa ini?โ tanyanya hati-hati.Noah memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. โBukalah, dan tandatangani,โ jawabnya singkat.Tanpa menunggu reaksi dari Lea, Noah segera berbalik dan melangkah keluar, membiarkan pintu terbuka lebar di belakangnya.Lea menatap kepergiannya dengan bingung, lalu menunduk ke arah amplop itu. Jemarinya yang sedikit gemetar perlahan meraihnya, kemudian membuka segelannya dengan hati-hati.Ketika selemb
Pada akhirnya, perpisahan antara Noah dan Lea tak bisa lagi dihindarkan. Setelah resmi bercerai, Lea kembali ke kediaman orang tuanya. Tentu saja, kepulangannya membawa kejutan besar bagi kedua orang tuanyaโterutama Astrid Galen, ibu tirinya.โApa?!โ suara Astrid meninggi, nyaris berteriak. โKamu dan Noah Easton bercerai?โ Matanya membulat menatap Lea seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Lea mengangguk pelan. Sejak awal, ia bahkan tak berani mengangkat wajahnya, wanita itu hanya menunduk dalam diam menghadapi reaksi orang tuanya.โKamu sudah gila?โ bentak Astrid, nada suaranya penuh kemarahan. โKenapa Noah Easton menceraikanmu?โIa memijat pelipisnya dengan frustasi, seolah mencoba memahami kebodohan seperti apa yang telah dilakukan Lea hingga berakhir seperti ini.Di kursinya, Liam Thompson memberikan reaksi serupa. Wajahnya sama sekali tak bersahabat. Ekspresinya menunjukkan kekecewaan yang mendalam.โKamu melakukan apa sampai diceraikan seperti ini, Lea?!โ bent
Jari-jari Lea gemetar saat ia merogoh ponselnya dari dalam mantel. Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi tidak ada yang lebih menyakitkan dari kenyataan bahwa ia telah diusir tanpa belas kasihan. Napasnya masih tersengal akibat isak tangis yang belum mereda.Dengan ragu, ia menatap layar ponselnya, nama yang terpampang di sana membuat hatinya semakin berdebar kencang. Kayden Easton.Lea menggigit bibirnya, menekan panggilan dengan sisa keberanian yang ia punya. Nada sambung terdengar. Sekali. Dua kali. Lalu suara berat itu masuk ke telinganya.โLittle Rose?โLea membuka mulutnya, tetapi tidak ada suara yang keluar. Tenggorokannya tercekat. Ia menutup mata, berusaha meredakan getaran di tubuhnya sebelum akhirnya berhasil bersuara, meskipun lemah dan nyaris putus-putus.โA-Aku diusir. Aku tidak punya tempat untuk pergi ....โHening di seberang sana. Begitu hening hingga Lea hampir mengira panggilannya terputus. Namun, sesaat kemudian, suara Kayden terdengar lagiโlebih rendah, lebih taja
Malam sudah semakin larut. Lea berdiri di depan jendela, memandangi salju yang turun perlahan. Di bawah sana, beberapa kendaraan masih melintas di jalanan yang mulai lengang. Cahaya lampu dari gedung-gedung di kejauhan terasa seperti satu-satunya teman di tengah malam yang sunyi.Meski Kayden telah memberinya tempat tinggal yang nyaman dan hangat, hatinya tetap terasa kosong dan dingin.Bukan karena perceraiannya dengan Noah, tetapi karena kenyataan bahwa ia harus terusir dari rumah orang tuanya akibat perceraian itu.Lea mengeratkan pelukannya pada diri sendiri. Sudah lebih dari tiga puluh menit ia berdiri di sini. Kakinya mulai pegal, tetapi sesuatu yang tak kasat mata seolah menahannya untuk tetap tinggal.Tiba-tiba, sebuah tangan merayap perlahan di pinggangnya, diikuti kecupan hangat yang mendarat di pucuk kepalanya.โMengapa belum tidur? Apa yang kamu lakukan berdiri di sini sendirian?โ Suara berat dan serak itu terdengar lembut di telinga Lea.Lea menyandarkan kepalanya di bahu
Lea terbangun dan merasakan sesuatu yang berat melingkar di pinggangnya. Ia mengerjapkan mata perlahan sebelum menyadari bahwa itu adalah lengan Kayden. Senyum tipis terukir di bibirnya, lalu ia kembali memejamkan mata, menikmati kehangatan yang menyelimutinya.Meski jam hampir menunjukkan pukul sembilan pagi, Lea enggan beranjak dari tempat tidur. Tubuhnya terasa nyaman dalam pelukan pria itu, seolah-olah dunia luar tak lagi penting. Salju di luar mungkin turun dengan deras, tetapi kehangatan yang mengalir dari tubuh Kayden membuatnya betah berlama-lama.Ia mendengar dengusan halus di belakangnya, lalu genggaman di pinggangnya mengerat. Tanpa membuka mata, Kayden menariknya lebih dekat hingga punggung Lea menempel sepenuhnya di dadanya.โKamu sudah bangun?โ Suara serak Kayden terdengar di telinganya.Lea tersenyum kecil. โMmm ... tapi aku belum ingin turun,โ jawabnya pelan.Kayden tidak menjawab, hanya menurunkan kepalanya ke lekukan leher Lea dan menghela napas panjang di sana. Hawa
Pagi itu, langit New York tampak cerah.Lea duduk santai di atas sofa, melipat kedua kakinya dan membiarkan tubuhnya bersandar nyaman ke sisi Kayden. Ia mengenakan kaus tipis dan celana santai. Dan sebotol air mineral setengah kosong tergeletak di meja kopi di depannya.Suara pembawa acara berita lokal mengisi keheningan apartemen dari layar televisi.โBreaking news. Astrid Galen resmi ditahan tanpa jaminan atas dakwaan percobaan pembunuhan terhadap Lea Rose Thompson,โ suara pembawa berita terdengar tajam. โSelain itu, bukti penggelapan dana dan pencucian uang yang melibatkan yayasan keluarga Thompson kini menyeret nama suaminya, Liam Thompson, dalam penyelidikan lanjutan.โNapas Lea tercekat sesaat. Ia menatap layar televisi dengan jantung yang berdebar tak terkendali. Akhirnya... hari itu datang juga.Kayden yang duduk di sebelahnya lantas mencondongkan tubuh sedikit, kemudian mengulur tangan dan membelai lengan Lea perlahan.Di televisi, potongan video memperlihatkan Astrid mengena
Lea sedang menikmati minuman soda rasa jeruk ketika ponselnya bergetar. Ia melihat nama di layar. Mama.Dengan gerakan tenang, ia meletakkan kaleng soda di atas meja dan menyambungkan panggilan.โHalo, Ma?โ sapanya.Suara ibunya terdengar tenang di seberang, menyatu dengan dengung samar mesin mobil. Julianne sedang dalam perjalanan kembali ke hotel.โSebastian Langley sudah mulai goyah,โ katanya tanpa basa-basi. โDia berpura-pura ragu, tapi nada suaranya, pilihan katanya, semua menunjukkan hal yang sama. Dia tertarik. Kalau semuanya sesuai rencana, Astrid hanya tinggal menunggu waktu sebelum ia tak punya tempat lagi untuk berdiri.โLea menyandarkan punggung ke kursi, tatapannya fokus ke luar jendela.โBagus,โ gumamnya. โAku sudah cukup lama menunggu momen ini.โJulianne terdengar menarik napas di seberang sebelum melanjutkan dengan nada lebih hangat. โAnggap saja ini bagian kecil dari penebusan atas kesalahan masa laluku, Lea. Karena dulu aku meninggalkanmu di rumah itu. Hidup bersama
Setelah keluar dari ruang interogasi, Sebastian menerima pesan singkat.[Kita perlu bicara. Ini tentang Astrid. Hotel Aurelle, suite 907. โ J.R.]Sebastian menatap layar ponselnya lama. Rahangnya mengeras.Inisial itu saja sudah cukup menjelaskan segalanya.โAkhirnya aku berurusan dengan orang sepertinya,โ gumamnya pelan.Ia menyelipkan ponsel kembali ke saku jas, lalu melangkah pergi. Ia tahu, pertemuan itu akan mempersulit kasus yang seharusnya bisa selesai dengan mudah.Beberapa jam kemudian, Sebastian Langley datang tepat waktu.Julianne sudah duduk di sana, segelas bourbon setengah penuh di tangannya. Ia tak bangkit. Hanya menatap Sebastian dengan tatapan yang membuat siapa pun merasa sedang duduk di depan hakim, bukan seorang pengacara.Sebastian berdiri di tengah ruangan. Ia tampak tegang, tapi tak benar-benar menunjukkannya.โAku tahu kamu akan datang,โ kata Julianne tanpa basa-basi.Sebastian duduk, lalu membuka jasnya sedikit. โDan aku tahu kamu takkan tinggal diam. Jadi, ki
Pagi itu, Astrid baru saja keluar dari rumahnya dengan langkah tenang dan senyum percaya diri. Angin musim semi menerpa rambutnya yang terurai sempurna. Namun senyumnya langsung memudar saat melihat dua mobil polisi berhenti di halaman depan.Detik berikutnya, dua petugas keluar, langkah mereka cepat dan tegas.โAstrid Galen?โ tanya salah satu petugas dengan suara dingin dan berwibawa.Astrid mengerutkan kening. Ia berhenti, menatap mereka dengan sorot tak suka. โYa?โ jawabnya, alisnya terangkat dan nada suaranya penuh keangkuhan.โKami memiliki surat perintah penangkapan untuk Anda.โ Petugas itu menunjukkan dokumen dengan segel resmi.Astrid membaca cepat. Matanya membelalak ketika membaca tuduhan yang terteraโpenyalahgunaan kekuasaan, pemalsuan dokumen, dan pembunuhan berencana.โApa ini lelucon? Siapa yang menyuruh kalian?!โ suara Astrid meninggi, nadanya berubah tajam. โKalian sadar siapa aku?! Aku bisa membuat kalian kehilangan pekerjaan hanya dengan satu panggilan!โPetugas teta
Setelah makan malam selesai...Di luar ruang makan privat, Kayden menyentuh ringan lengan Lea untuk menahannya tetap di tempat. Yang lain sudah lebih dulu keluar.โAku perlu tahu sesuatu,โ ucapnya pelan.Lea menoleh. โAda apa?โโSilas.โ Kayden menatap Lea tajam. โSejak kapan kalian sedekat itu?โLea mengernyit, sedikit bingung. โAku tinggal di kediaman Ravenwood selama setahun. Dia orang yang sopan.โโDia terlalu tahu banyak tentangmu,โ tukas Kayden. โDan cara dia memandangmu barusan, itu bukan sekadar sopan.โLea menghela napas. โKami tinggal serumah cukup lama. Wajar kalau dia tahu beberapa hal.โโDan Rhael?โ tanya Kayden tanpa memberi jeda. โSejak kapan dia juga jadi bagian dari lingkaran dekatmu?โNada bicara Kayden terdengar tenang, tapi ada tekanan yang jelas terasa di wajahnya.Lea menatapnya tajam. โMereka bukan ancaman. Tidak ada yang berubah, Kayden.โKayden tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap wajah Lea, seolah mencari tanda-tanda bahwa wanita itu berbohong. Tangannya
Ruang Makan Privat โ Sebuah Restoran Mewah di Midtown ManhattanPintu kaca geser terbuka perlahan. Lea melangkah masuk lebih dulu, diikuti oleh Kayden yang berjalan di belakangnya dengan langkah tenang. Ruangan itu bernuansa hangat dengan meja makan bundar yang ditata rapi dengan linen putih.Julianne menyambut mereka dengan senyum hangat, sementara Rhael hanya melirik sekilas tanpa menunjukkan ekspresi berarti.โMa,โ sapa Lea sembari menghampiri dan memeluk Julianne dengan lembut.Julianne membalas pelukan itu. โKamu tampak lebih segar dari terakhir kali kita bertemu.โLea tersenyum singkat, lalu menoleh ke arah Rhael. โKamu juga datang.โโAku tidak datang untukmu,โ sahut Rhael pelan, lalu bersandar santai ke kursi. โAku hanya penasaran ingin melihat siapa pria yang membuatmu tak bisa berpaling ke lain hati.โLea menahan napas sejenak sebelum menoleh ke arah Kayden. โMa, Rhael โฆ ini Kayden.โKayden mengangguk sopan dan melangkah maju. โSenang akhirnya bisa bertemu denganmu secara lan
Sepeninggal Kayden, Lea melangkah pelan lalu duduk santai di sofa tunggal yang menghadap ke luar jendela. Pemandangan kota New York masih samaโhiruk-pikuk dan gemerlapโnamun ada sesuatu dalam dirinya yang berubah. Perlahan, jiwanya tak lagi serapuh dulu.Ponselnya yang tergeletak di meja kecil tiba-tiba bergetar. Lea menoleh, sekilas melihat layar, lalu segera meraihnya saat membaca nama yang tertera.โMama โฆ?โ sapanya begitu panggilan tersambung.Di seberang, suara Julianne terdengar tergesa, bercampur keramaian. โMama sekarang di bandara. Bisa kita bertemu?โLea mengernyit samar. โMama di New York?โโYa. Bersama Rhaelil. Dia bersikeras ingin ikut karena katanya rindu padamu.โLea tertawa kecil, merasa geli. โApa? Jadi anak itu merindukanku?โSamar-samar, suara Rhael terdengar dari belakang. โTidak! Aku ikut bukan karena merindukanmu! Aku ke mari untuk bersenang-senang!โLea terkikik. โBaiklah โฆ kalian bisa datang ke apartemenku. Nanti aku kirim alamatnya.โโBaik, Sayang. Sampai jumpa
Keesokan paginya, Lea menjadi orang pertama yang bangun. Ia tidak langsung mandi. Sebaliknya, ia memutuskan untuk menyiapkan sarapan lebih dulu karena tahu hari ini Kayden akan ke kantor.โOke, semuanya beres!โ serunya pelan dengan senyum lebar, merasa puas dengan sarapan sederhana dan secangkir kopi yang sudah tertata rapi di atas meja makan.Setelah memeriksa semuanya sekali lagi, Lea melangkah kembali ke kamar. Ia menaiki ranjang dengan pelan, lalu menunduk dan menciumi pipi Kayden yang masih tertidur lelap.โSelamat pagi, Tuan Muda Easton,โ bisiknya lembut di sela ciumannya.Kayden menggeliat kecil, lalu membuka mata perlahan. Tatapannya langsung bertemu dengan wajah Lea yang tersenyum di atasnya.โIni mimpi lain, hm?โ gumamnya serak karena baru bangun. Tangannya terulur mengusap pipi Lea. โKarena kalau iya, aku tidak ingin bangun.โLea terkikik pelan. โBukan mimpi, Sayang. Sarapan sudah siap. Kamu harus bangun sebelum kopimu dingin.โKayden menarik tubuh Lea agar jatuh ke pelukan
Kayden menggeleng pelan, lalu menaruh dagunya di bahu Lea. โUntuk sekarang, aku hanya ingin menikmati waktu kita. Aku sangat merindukanmu, Little Rose,โ bisiknya parau.Lea tersenyum tipis. Salah satu tangannya terulur, mengusap pucuk kepala Kayden dengan lembut. โBaiklah. Kita nikmati saja waktu berdua.โBagi Kayden, pelukan ini masih terasa seperti mimpi. Meskipun hangat kulit Lea begitu nyata di pelukannya, Kayden tak bisa mengusir keraguan dalam hatinya. Ada suara kecil yang terus bertanyaโjangan-jangan semua ini hanya mimpi yang terlalu indah untuk jadi kenyataan?Setelah beberapa saat berendam, Lea tiba-tiba menarik diri dari pelukan Kayden. Tanpa berkata apa pun, ia keluar dari bath tub. Buih sabun masih menempel di beberapa bagian tubuhnya yang putih dan mulus.Dengan langkah anggun, Lea berjalan menuju shower dan menyalakan air hangat. Saat buliran air membasahi tubuhnya, ia menoleh.Senyum manis menghiasi bibirnya. โKemarilah, Kayden,โ panggilnya lembut.Kayden tidak segera