Share

Masuk Perangkap

Rasa takut Faleesha seketika memuncak. Jantungnya hampir melompat keluar saat mendapati sosok yang telah merenggut kesuciannya, berdiri dengan gagahnya mengancam orang lain di sana.


“Tuan, kami mohon sekali lagi, kami terpaksa memakai hasil penjualan untuk memutar modal. Kalau tidak, bagaimana kami menggaji para pegawai,” pinta sang pemilik toko.


“Itu bukan urusanku, janji tetaplah janji. Kau harus melunasinya tepat waktu,” jawabnya.


“Tapi, Tuan. Saya bersedia membayar laba lebih tinggi jika Anda bersedia mengulur waktu satu Minggu lagi, yang terpenting, tolong jangan menutup usaha saya ini,” tawarnya lagi.


Salah satu bawahan Sanders yang lain tersenyum. “Nah, itu baru namanya bisnis yang menguntungkan. Karena kau sudah membuang-buang waktu kami ke mari,” sahutnya.


“Terima kasih banyak, Tuan,” timpal sang pemiliki toko membungkukkan badan berkali-kali.


“Tapi kau harus ingat, jika ingkar, aku bisa mengobrak abrik tempat ini,” ucap bawahan Sanders meninggikan suara. 


Deg!

Faleesha menggeleng. Dia berada di waktu yang tidak tepat. Jangan sampai Sanders tahu keberadaannya di sini.

Gadis itu mundur teratur.

Hanya saja, karena gugup, Faleesha sampai tidak melihat ada vas bunga di sampingnya.


Prang!

Dia tak sengaja menyenggol salah satunya.

“Siapa itu?” Sanders menoleh cepat.

Bawahan pria itu segera melihat keluar barangkali ada seorang penguping.


Namun, tak ada siapa pun di sana.

"Tuan, hanya ada vas yang pecah secara mendadak."

Mendengar itu, Sanders seketika menyunggingkan senyum devil. “Josh! Cepat periksa sekitar, jangan biarkan penguping itu lolos,” titahnya.

“Baik, Tuan.”


***


“Cepat jalan, Pak!" seru Faleesha begitu sampai di dalam taksi.

Tak dipedulikannya bunga yang ingin dibelinya.


Dia bahkan masih mengatur deru napasnya yang tidak beraturan setelah berlari dari tempat kejadian.


“Loh, Nona. Nggak jadi beli bunga?” tanya supir heran.

Gadis itu menggeleng pelan. “Nggak jadi. Yuk, jalan saja, Pak. Cepat!” desaknya.


“Baik, Non.”

Taksi itu pun segera kembali melaju. 


Kala menyadari dia sudah jauh dari toko bunga itu, barulah Faleesha menghela napas, lega.


“Memangnya ada apa, Non?” tanya supir itu kembali kala Faleesha tampak sudah tenang.


“Nggak apa-apa, Pak. Saya takut dikejar orang gila,” jawab gadis itu asal.


“Hah?”

Sang sopir tampak bingung. Dia ingin kembali bertanya, namun tiba-tiba saja sebuah mobil hitam menyalip taksinya.


“Berhenti!” seru salah satu pria yang Faleesha sadari sebagai bawahan Sanders.


Tubuh Faleesha sontak lunglai. 

Bagaimana mungkin mereka bisa mengejar secepat itu?


“Jalan saja terus, Pak. Jangan dihiraukan,” ujar Faleesha cemas.


Keringat dingin keluar membasahi kulitnya. Dia tidak mau berurusan dengan Sanders. Terlebih setelah melihat adegan pemerasan tadi. 


“Tapi, Non-”


“Sudah jalan saja, nggak usah tapi-tapi. Nanti saya kasih tip,” potong Faleesha semakin panik saat taksi dipepet terus oleh bawahan Sanders. 


Meski bingung, sang sopir pun menurut.


Hanya saja…

CIT!

Brak! 


Tiba-tiba tabrakan tidak bisa dielakkan…. 

Kepala Faleesha bahkan terbentur ke samping jendela dengan keras. 

Mobil hitam yang dikendarai bawahan Sanders itu memepetnya hingga ke bahu jalan. 

Di sisi lain, sopir taksi tidak bisa menguasai setir. 

“Maaf, Non. Ini ada apa? Saya nggak mau ikut-ikutan,” ucap supir itu dengan gemetar. 

Tampaknya dia panik karena mengalami kejadian seperti ini. 

Faleshaa menghela napas. 

Benar, dia tidak bisa melibatkan orang lain. “Tidak apa-apa, Pak. Saya turun di sini,” ucapnya lalu memberi uang dan tip pada supir itu. 

Dia segera melesat keluar berlari kencang dari sana–tak menyadari bahwa Sanders melihat itu semua. 

“Jangan biarkan dia kabur,” titahnya lalu turun dari mobil. 

Josh mengangguk. Pria kekar itu menyusul Faleesha yang menuju kerumunan orang. 

Sayangnya, dia kesulitan sebab Faleesha begitu cepat menghilang. “Sial! Di mana gadis itu?” makinya.

Di sisi lain, Faleesha tengah meringkuk di salah satu kios kosong. 

Seketika dia sadar tidak boleh terus berdiam diri di lorong itu. 

Bisa saja ada orang jahat yang juga mengawasinya. Terlebih sejak tadi hatinya tak tenang. 

“Tapi, bagaimana caranya?” lirihnya. 

“Oh kau bersembunyi di sini rupanya!” 

Deg!

Baru saja hendak memikirkan jalan keluar, dua orang berjaket kulit mendekatinya. Tapi … mereka bukan bawahan Sanders yang Faleesha lihat tadi?

“Siapa kalian?” tanya Faleesha hati-hati. 

“Kami suruhan nyonya Ervina. Nyonya menyuruhmu kembali pulang.” 

Mendengar itu, kepala Faleesha terasa pening. 

Belum lolos dari bawahan Sanders, kini ditambah lagi dua pria tak jelas.

Gadis itu curiga. Jangan-jangan, mereka sudah mengikuti Faleesha sejak keluar dari rumah? 

Tidak! Faleesha tidak akan pernah kembali pada ibu tirinya!

Dia lantas mundur perlahan dan mengambil langkah seribu. 

Lari!

“Hei, jangan kabur!” pekik pria itu dengan kencang. 

Namun, Faleesha tak peduli dan terus berlari.

Tak lupa, dia berusaha untuk meminta tolong. Sayangnya, orang-orang tampak takut melihat tampang orang yang mengejar Faleesha.

Gadis itu mulai panik kala justru tiba di gang sempit. 

Bagaimana jika orang-orang ini berniat membunuhnya di jalan buntu itu?

“Nah, kena kau sekarang,” ujar pria itu dengan senyum lebar. 

Langkahnya cepat langsung menyambar lengan Faleesha dan menyeretnya paksa. 

“Lepaskan! Aku tidak mau ikut kalian!  beraninya sama perempuan!” pekik Faleesha meronta. 

Plak

“Diam!” hardik pria itu menampar wajah cantik Faleesha, “Lebih baik simpan tenagamu untuk kejutan yang lebih besar!” 

Faleesha menyadari pria itu menyeringai.

Dia segera waspada dan memutar otak…..

Digigitnya punggung tangan pria itu dengan keras, hingga cengkeramannya terlepas. 

“Argh, dasar jalang! Beraninya kau menggigitku,” bentak pria itu marah. 

Faleesha memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali melarikan diri. 

Hanya saja, pihak lawan sepertinya tak menyerah.

Mereka mulai tampak kembali mengejar.

Sayangnya, langkah Faleesha melambat, mulai kelelahan akibat tenaganya terkuras habis. 

Tumitnya terasa kebas. Dia terengah-engah mengatur napas yang memburu. 

“Anda butuh bantuan, Nona?” 

Seorang pria berbadan seperti pegulat keluar dari mobil Lamborgini yang kebetulan terparkir di sana, tiba-tiba menawarkan bantuan.

Meski seram, Faleesha pikir ini kesempatannya untuk selamat.

Lagipula, kita tak boleh menilai orang dari penampilannya saja, kan?

Jadi, gadis itu pun  mengangguk. “Ya, tolong saya!” 

Tanpa pikir panjang dia lekas menjawab. 

“Baiklah, silakan Anda-” 

“Hei, gadis itu milik kami,” teriak dua pria berjaket yang memacu larinya lebih cepat. 

Faleesha lantas dengan cepat bersembunyi di balik badan pria pegulat. Pria itu menatap lawannya dan tersenyum datar.

Bugh!

Perkelahian seketika tak dapat terelakkan. 

Hebatnya, penolong Faleesha mampu membuat tumbang dua pengejar suruhan ibu tirinya.

“Jangan berani ganggu dia!”

Setelah berkata demikian, pria itu beralih menatap Faleesha. “Mari saya antar pulang, Nona.” 

Lagi-lagi, Faleesha mengangguk.

Lelah fisik dan mental membuatnya menurunkan kewaspadaan.

Dia pun masuk lewat pintu mobil belakang. Mendaratkan tubuhnya dengan lega. 

“Terima ka– 

Baru saja dia hendak mengucapkannya dengan tulus, Faleesha sadar ada orang lain yang duduk di sampingnya. 

“Kita bertemu lagi, gadis kecil.” 

Senyum khas yang melekat di wajah tampannya membuat Faleesha seketika gemetar. “Tuan Sanders?” 

Faleesha lantas berusaha membuka pintu mobil dengan paksa. 

Namun, sia-sia karena pintu itu terlanjur dikunci oleh pria yang tadi menolongnya dan sekarang duduk tenang di kursi pengemudi. 

Wajah Faleesha semakin pucat pasi kala menyadari Sanders membuat jarak keduanya menipis. “Jangan mendekat!” 

“Jangan takut, Faleesha,” ujar Sanders mengikis jarak, "kau ingat perjanjian kita, kan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status