Rasa takut Faleesha seketika memuncak. Jantungnya hampir melompat keluar saat mendapati sosok yang telah merenggut kesuciannya, berdiri dengan gagahnya mengancam orang lain di sana.
Faleesha menggeleng. Dia berada di waktu yang tidak tepat. Jangan sampai Sanders tahu keberadaannya di sini.
Gadis itu mundur teratur.
Hanya saja, karena gugup, Faleesha sampai tidak melihat ada vas bunga di sampingnya.
Dia tak sengaja menyenggol salah satunya.
“Siapa itu?” Sanders menoleh cepat.
Bawahan pria itu segera melihat keluar barangkali ada seorang penguping.
"Tuan, hanya ada vas yang pecah secara mendadak."
Mendengar itu, Sanders seketika menyunggingkan senyum devil. “Josh! Cepat periksa sekitar, jangan biarkan penguping itu lolos,” titahnya.
“Baik, Tuan.”
Tak dipedulikannya bunga yang ingin dibelinya.
Gadis itu menggeleng pelan. “Nggak jadi. Yuk, jalan saja, Pak. Cepat!” desaknya.
Taksi itu pun segera kembali melaju.
Sang sopir tampak bingung. Dia ingin kembali bertanya, namun tiba-tiba saja sebuah mobil hitam menyalip taksinya.
Bagaimana mungkin mereka bisa mengejar secepat itu?
CIT!
Brak!
Kepala Faleesha bahkan terbentur ke samping jendela dengan keras.
Mobil hitam yang dikendarai bawahan Sanders itu memepetnya hingga ke bahu jalan. Di sisi lain, sopir taksi tidak bisa menguasai setir. “Maaf, Non. Ini ada apa? Saya nggak mau ikut-ikutan,” ucap supir itu dengan gemetar. Tampaknya dia panik karena mengalami kejadian seperti ini. Faleshaa menghela napas. Benar, dia tidak bisa melibatkan orang lain. “Tidak apa-apa, Pak. Saya turun di sini,” ucapnya lalu memberi uang dan tip pada supir itu. Dia segera melesat keluar berlari kencang dari sana–tak menyadari bahwa Sanders melihat itu semua. “Jangan biarkan dia kabur,” titahnya lalu turun dari mobil. Josh mengangguk. Pria kekar itu menyusul Faleesha yang menuju kerumunan orang. Sayangnya, dia kesulitan sebab Faleesha begitu cepat menghilang. “Sial! Di mana gadis itu?” makinya.Di sisi lain, Faleesha tengah meringkuk di salah satu kios kosong. Seketika dia sadar tidak boleh terus berdiam diri di lorong itu. Bisa saja ada orang jahat yang juga mengawasinya. Terlebih sejak tadi hatinya tak tenang. “Tapi, bagaimana caranya?” lirihnya. “Oh kau bersembunyi di sini rupanya!” Deg!Baru saja hendak memikirkan jalan keluar, dua orang berjaket kulit mendekatinya. Tapi … mereka bukan bawahan Sanders yang Faleesha lihat tadi?“Siapa kalian?” tanya Faleesha hati-hati. “Kami suruhan nyonya Ervina. Nyonya menyuruhmu kembali pulang.” Mendengar itu, kepala Faleesha terasa pening. Belum lolos dari bawahan Sanders, kini ditambah lagi dua pria tak jelas.Gadis itu curiga. Jangan-jangan, mereka sudah mengikuti Faleesha sejak keluar dari rumah? Tidak! Faleesha tidak akan pernah kembali pada ibu tirinya!Dia lantas mundur perlahan dan mengambil langkah seribu. Lari!“Hei, jangan kabur!” pekik pria itu dengan kencang. Namun, Faleesha tak peduli dan terus berlari.Tak lupa, dia berusaha untuk meminta tolong. Sayangnya, orang-orang tampak takut melihat tampang orang yang mengejar Faleesha.Gadis itu mulai panik kala justru tiba di gang sempit. Bagaimana jika orang-orang ini berniat membunuhnya di jalan buntu itu?“Nah, kena kau sekarang,” ujar pria itu dengan senyum lebar. Langkahnya cepat langsung menyambar lengan Faleesha dan menyeretnya paksa. “Lepaskan! Aku tidak mau ikut kalian! beraninya sama perempuan!” pekik Faleesha meronta. Plak“Diam!” hardik pria itu menampar wajah cantik Faleesha, “Lebih baik simpan tenagamu untuk kejutan yang lebih besar!” Faleesha menyadari pria itu menyeringai.Dia segera waspada dan memutar otak…..Digigitnya punggung tangan pria itu dengan keras, hingga cengkeramannya terlepas. “Argh, dasar jalang! Beraninya kau menggigitku,” bentak pria itu marah. Faleesha memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali melarikan diri. Hanya saja, pihak lawan sepertinya tak menyerah.Mereka mulai tampak kembali mengejar.Sayangnya, langkah Faleesha melambat, mulai kelelahan akibat tenaganya terkuras habis. Tumitnya terasa kebas. Dia terengah-engah mengatur napas yang memburu. “Anda butuh bantuan, Nona?” Seorang pria berbadan seperti pegulat keluar dari mobil Lamborgini yang kebetulan terparkir di sana, tiba-tiba menawarkan bantuan.Meski seram, Faleesha pikir ini kesempatannya untuk selamat.Lagipula, kita tak boleh menilai orang dari penampilannya saja, kan?Jadi, gadis itu pun mengangguk. “Ya, tolong saya!” Tanpa pikir panjang dia lekas menjawab. “Baiklah, silakan Anda-” “Hei, gadis itu milik kami,” teriak dua pria berjaket yang memacu larinya lebih cepat. Faleesha lantas dengan cepat bersembunyi di balik badan pria pegulat. Pria itu menatap lawannya dan tersenyum datar.Bugh!Perkelahian seketika tak dapat terelakkan. Hebatnya, penolong Faleesha mampu membuat tumbang dua pengejar suruhan ibu tirinya.“Jangan berani ganggu dia!”Setelah berkata demikian, pria itu beralih menatap Faleesha. “Mari saya antar pulang, Nona.” Lagi-lagi, Faleesha mengangguk.Lelah fisik dan mental membuatnya menurunkan kewaspadaan.Dia pun masuk lewat pintu mobil belakang. Mendaratkan tubuhnya dengan lega. “Terima ka– Baru saja dia hendak mengucapkannya dengan tulus, Faleesha sadar ada orang lain yang duduk di sampingnya. “Kita bertemu lagi, gadis kecil.” Senyum khas yang melekat di wajah tampannya membuat Faleesha seketika gemetar. “Tuan Sanders?” Faleesha lantas berusaha membuka pintu mobil dengan paksa. Namun, sia-sia karena pintu itu terlanjur dikunci oleh pria yang tadi menolongnya dan sekarang duduk tenang di kursi pengemudi. Wajah Faleesha semakin pucat pasi kala menyadari Sanders membuat jarak keduanya menipis. “Jangan mendekat!” “Jangan takut, Faleesha,” ujar Sanders mengikis jarak, "kau ingat perjanjian kita, kan?"Sedangkan di tempat berbeda, ibu tiri Faleesha tengah marah besar ketika mendapat laporan dari anak buahnya. “Apa?” pekik Ervina. “Jadi, kalian gagal membawa Faleesha?” “Maaf, Nyonya. Sebenarnya kami sudah hampir berhasil, tapi tiba-tiba saja ada orang yang menyelamatkan Faleesha,” timpal pria berambut botak, takut. “Menyelamatkan dia? Kenapa kebetulan sekali?” “Saya juga tidak tahu. Ini di luar dugaan kami. Kami sungguh minta maaf, Nyonya,” balas anak buah yang lain.“Dasar nggak becus. Percuma aku bayar kalian mahal-mahal.”Waja Ervina begitu kecewa. Hal ini membuat kedua suruhannya hanya bisa tertunduk lesu. “Maaf, Nyonya. Tapi, tolong beri kami kesempatan sekali lagi untuk mencarinya,” ujar pria botak itu lagi. Ervina menautkan kedua alisnya. “Mau cari ke mana? Badan doang gede, tapi kalah sama anak ingusan!”“Tunggu, apa kalian mengenal orang yang menolong Faleesha?” selidik Ervina. “Kami tidak memgenalnya, Nyonya.” “Sial!” Lagi-lagi Ervina mendengus. Siapa orang yang te
Kini Faleesha masuk ke dalam salah satu deretan kamar yang tersedia di lantai atas. Dindingnya terukir seperti relief, gadis itu berdecak kagum. “Silahkan istirahat, Nona,” ujar maid. “Tolong tunggu sebentar, saya akan membawakan makanan dan pakaian anda setelah ini.” Faleesha hanya mengangguk tanpa sepatah kata pun. Dia bingung harus berbuat apa. Nasibnya berakhir di tangan Sanders. Entah bagaimana, pria itu selalu mampu menyetir Faleesha agar menuruti kemauannya. “Nona. Saya membawakan Anda pakaian baru. Silakan membersihkan diri terlebih dahulu.” Tak berselang lama, Maid itu kembali dengan membawa pakaian bersih. Faleesha sontak mendongak. Diamatinya wanita paruh baya itu yang terlihat seusia dengan Bu Yooshi. “Maaf, Anda akan melayani saya di sini?” “Benar, Nona. Kalau butuh apa-apa, bisa panggil saya. Tidak perlu segan,” jelas Beatrice.Maid itu memberikan setumpuk pakaian baru yang masih terlipat rapi. “Baiklah, Bu,” jawab Faleesha asal. “Tolong panggil nama say
Sayangnya, Faleesha tertidur semakin dalam. Dia hilang kesadaran dari relita dan justru tenggelam dalam bayangan masa kecilnya yang kembali tergambar jelas. Kerinduannya pada sang ibu seperti belati tajam yang menusuk jantungnya. “Mama, di mana kamu, mereka jahat,” ujar Faleesha saat dia berumur delapan tahun. Masa itu, kehidupan yang pahit dan getir telah dimulai. Hari-hari bahagianya perlahan sirna. “Faleesha!” Kembali suara bariton Sanders menggema. Tangan kekarnya meraih tubuh mungil Faleesha yang melemah. Gadis itu bisa merasakan tidurnya begitu nyenyak. Siapa yang memanggilnya?Apa ini hanya sebuah halusinasi? “Kenapa kamu melakukan hal bodoh seperti ini?” Sanders tampak khawatir. Beberapa kali menepuk lembut wajahnya, tak ada reaksi. Pria itu membawanya dengan sigap dan meletakkannya di ranjang. Beruntung Beatrice melapor padanya, jika Faleesha mengunci pintu kamar mandi. Tubuhnya masih berbalut pakaian dan celana jins. Lekuk badannya tercetak jelas dibalik kain
Ada getar tak biasa dalam hatinya. Namun, Faleesha tak boleh lengah, hanya karena perlakuan Sanders mulai melunak. Gadis itu sontak meronta. Apalagi ketika dia merasakan sesuatu yang keras menempel sempurna di dekat pahanya. “Tidak ada salahnya kita coba lagi, aku akan memberi jeda agar kau juga menikmatinya,” ucap Sanders, "kali ini, sampai selesai." Faleesha menggeleng pelan dengan tatapan memohon. “Aku mohon, Tuan. Jangan,” ujarnya. “Ini hukuman untukmu karena tidak patuh.” Tatapan Sanders menggelap. “Lagi pula, kau sudah menjadi milikku, Sayang.” Sentuhan Sanders semakin liar. Dia bahkan menyentuh titik-titik sensitif Faleesha, hingga gadis itu merasakan sensasi aneh itu lagi. Srak! Dalam sekejap, Sanders berhasil menanggalkan pakaian Faleesha. Gerakannya gesit tanpa bisa dihalau oleh gadis itu. “Jangan diteruskan, aku mohon. Aku bersedia lakukan apapun, asalkan Anda melepasku-” Ucapannya terbata dengan air mata yang mulai luruh. Faleshaa merasa tubuhnya sangat kotor.
Ya, Faleesha tak sanggup membayangkan nasibnya benar-benar berakhir di mansion megah ini.Bau parfum Sanders yang masih melekat di tubuhnya membuat Faleesha merasa risih.Tak mau berlarut, dia pun membersihkan diri dan mulai menyusun rencananya....***Tok tok tok!“Nona!”Suara maid menyambut Faleesha yang baru saja berganti handuk kimono.“Kenapa kau menggedorku seperti itu?” tanya Faleesha datar.“Tidak apa-apa. Saya hanya ingin memastikan nona baik-baik saja,” jawab sang pelayan. Tampaknya, dia sangat khawatir setelah drama Faleesha mencoba bunuh diri.“Oh.” Tidak seperti sebelumnya yang banyak tanya, Faleesha hanya melewati Beatrice dan menuju meja nakas. Dia mulai menyantap makanannya dengan tenang. Faleesha butuh tenaga untuk memikirkan cara lolos dari tempat ini, bukan?Sayangnya, Beatrice justru lega melihat tingkah Faleesha.Wanita paruh baya itu mengira jika Faleesha sudah menerima takdirnya dengan Sanders.“Non, kalau begitu saya tinggal dulu ya? Masih ada kerjaan yang
Faleesha terhenyak saat Sanders melempar tubuhnya ke atas ranjang. Sontak dia beringsut mundur menjauhi pria itu. “Kau ini berat sekali,” gerutu Sanders. Walaupun ranjang miliknya empuk, tetap saja Faleesha merasakan sakit karena anggota tubuhnya ada yang terkilir. Tiba-tiba Sanders meju mendekati Faleesha, membuat hawa mencekam melingkupi gadis itu.“An-anda mau apa?” suaranya tertahan di tenggorokan. Seringai iblis pun terbit di wajah Sanders sembari menatap lekat tubuh mungil yang tampak gemetar itu.“Hei, kenapa kau setakut ini.” Diusapnya wajah Faleesha dengan lembut. Tapi, tatapan netranya tidak bisa berbohong. Ada kemarahan yang terpendam di sana. Faleesha melihat gairah di mata Sanders, sehingga dia buru-buru merapatkan tubuhnya ke sandaran ranjang. “Kau tanya aku ingin berbuat apa?” tanya Sanders.“Rupanya kamu belum puas bermain-main denganku, Honey.” Senyuman licik kembali tersungging di bibirnya. Faleesha beringsut mundur. “Maafkan aku, aku hanya ingin meliha
“Nona, saya membawakan obat untuk anda.” Kepala pelayan masuk membawa nampan berisi obat tradisional. “Obat apa?” sela Faleesha datar. “Untuk kaki anda, ini ramuan tradisional, tapi sangat ampuh untuk meredakan sakitnya kaki anda,” jawabnya. Beatrice masih menunggu diambang pintu. Faleesha menghela napas panjang. “Masuklah.” Dia masuk dan meletakkan nampan itu ke meja nakas. “Anda harus selonjor dulu supaya saya bisa memijitnya.” Faleesha mengikuti perkataan Beatrice. Paruh baya ini tampak cakap dan berpengalaman dalam segala hal. “Apa Sanders mengatakan padamu jika aku terjatuh?” tanya Faleesha.Beatrice menggeleng. “Tuan hanya bilang, kaki anda terkilir, saya harus lekas mengobati,” jawabnya. “Nona, apa pun yang sedang coba anda lakukan, lebih baik anda pikir ulang-”“Maaf bukannya lancang, tapi pikirkan keselamatan anda. Satu atau dua kali, mungkin Tuan masih bisa menahan amarahnya, tapi-”“Tapi apa?” tanya Faleesha. “Tapi kalau sudah berulang kali, Saya takut Tuan akan
“Tuan Sanders memintaku untuk mengikutimu hingga ke dalam rumah sekalipun,” ujar Emily. Dia seumuran dengan Faleesha. Namun, caranya bersikap sudah seperti orang dewasa. Sesuai dengan arahan Sanders. Pria itu memberi dua pengawal yang menemani Faleesha. “Kalau kamu ikut, bagaimana cara menjelaskannya pada Papa?” protesnya. “Papaku orangnya curigaan, kalau dia semakin marah gimana?” Faleesha tak mau privasinya diketahui orang lain. “Terserah kau. Yang penting aku ikut, aku malas berduaan dengan dia di sini,” jawab Emily sekenanya. “Dia?” ulang Faleesha. Emily mengarahkan dagunya ke arah Nick yang terlihat santai-santai saja. “Oh, kamu tidak mau berduaan saja dengan Nick di dalam mobil?” lanjut Faleesha. Sedangkan Nick tetap memasang tampang cool. Pria berusia 26 tahun yang ditugaskan untuk mengawasi Faleesha sekaligus menjadi pengintainya. Rata-rata pria yang bekerja pada Sanders adalah pria yang terlatih bela diri. “Ck, aku juga malas semobil dengan wanita tomboi seperti