Sialan!
Grisse memaki dalam hati. Ia menyesal telah menaruh hati pada Krish. Ia juga menyesal karena terlalu cepat menilai Krish baik. Terlebih, mendapati kemungkinan bahwa Krish mengajaknya bercinta hanya untuk mengusir kebosanan laki-laki itu membuat Grisse semakin sakit hati. Krish, sama seperti Vidwan, memiliki pengalaman bercinta yang tidak sedikit. Hal ini membuat otak Grisse terus mengirim sinyal untuk membenci Krish. Namun, lagi-lagi, hatinya yang lemah seolah terus membuat penyangkalan. Hati Grisse merasa bahwa Krish tidak seperti Vidwan. Atau, singkatnya, Krish lebih baik dari Vidwan.
Tidak mungkin Krish sejahat itu.
Jangan mau dibutakan oleh kebaikan laki-laki, Grisse!
Tidak! Krish memang baik.
Hatimu lemah sekali.
Untuk sesaat, Vidwan bergeming setelah mendengar apa yang dikatakan Grisse. Gadis itu menginginkan perpisahan. Grisse menghendaki mereka tidak lagi bersama dan terikat satu sama lain.Kenapa? Kenapa Grisse menginginkan itu?Vidwan yakin Grisse tidak sendirian untuk sampai pada keputusannya tersebut. Pasti ada orang lain yang memengaruhinya. Dan semua kecurigaan Vidwan mengarah pada satu orang. Ya, satu-satunya orang yang sangat mungkin melakukan itu.Krish.Vidwan yakin bahwa Krish-lah yang berada dibalik keputusan Grisse. Entah apa yang sudah dikatakan Krish, tapi karena kecurigaannya itu Vidwan menjadi semakin membenci Krish. Krish sudah lancang menyentuh Grisse dan berhubungan badan dengan istrinya dan laki-laki itu juga, pastinya, mendorong Grisse berani membuat kepu
“Tentukan waktunya, Vidwan. Lalu kabari aku.” Ujar Krish sambil mengelap sudut-sudut bibirnya dengan serbet makan. “Agar aku bisa mengosongkan jadwal.” Imbuh Krish sembari meneguk air putih dalam gelas miliknya. Krish berdiri kemudian berpamitan pada Grisse dan Vidwan.“Aku pamit dulu. Ada janji dengan seseorang yang telah menungguku." Ujar Krish seraya mencuri pandang ke arah Grisse. Grisse yang tidak sengaja mengarahkan pandangan pada Krish, sontak menunduk."Terima kasih makan malamnya, Vidwan.” Krish mengulurkan tangan, mengajak Vidwan berjabat tangan. Tanpa ragu, Vidwan menyambut uluran tangan Krish. Mereka berjabatan dengan erat sambil sesekali berbasa-basi. Sementara Grisse, setelah mengelap mulutnya, ia akhirnya ikut berdiri sambil bersiap menyambut tangan krish bila laki-laki itu mengajaknya bersalaman.“Terima kasih, Grisse. Kau cantik sekali malam ini.” Tanpa ragu, Krish memuji penampilan Grisse. Pujian Krish memang terdengar tulus, tapi terdengar memuakkan di telinga Vid
Kali ini Grisse benar-benar beranjak dari ranjang Krish. Laki-laki itu bertanya dan Grisse menjawabnya sambil berlalu pergi. Grisse menuju lemari pendingin kemudian mengambil salah satu kaleng minuman soda yang tersedia. Sebenarnya Grisse tidak menyukai minuman bersoda, namun tidak ada minuman dingin lainnya selain minuman bersoda yang bisa Grisse minum. Beberapa menit kemudian, Krish menyusul Grisse. Laki-laki itu sudah menanggalkan pakaian atasnya. Ya, Krish kini bertelanjang dada. Laki-laki itu, dengan langkah santainya, tengah berjalan mendekati Grisse yang sedang duduk di kursi meja makan.“Kau tadi bilang ingin menceritakan sesuatu.” Ujar Krish sambil menarik salah satu kursi untuk kemudian ia duduki. Grisse mengangguk setelah menyesap minuman dingin miliknya.“Kau siap mendengarnya?” Tanya Grisse dengan nada meremehkan. Krish meringis lalu mendengus keras.“Jujur, aku bukan pendengar yang baik, tapi kamu adalah pengecualian.” Krish terdengar seperti sedang menggombal sehingga G
Grisse segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Rencananya ia akan merekam apa yang dikatakan Vidwan kemudian mengirimkannya pada Krish. Setelah aplikasi perekam dalam ponselnya siap, Grisse menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. Ia mencari tempat yang tepat sekaligus aman untuk menyembunyikan ponselnya. Klik. Suara pintu yang dibuka mengejutkan Grisse. Sudah tidak ada waktu lagi untuk mencari tempat paling aman untuk ponselnya. Grisse akhirnya menyembunyikan ponsel di balik bantal sofa yang kemudian ia sandari.“Hai.” Grisse beranjak dari duduknya untuk menyambut Vidwan. Sebenarnya, gadis itu gemetar luar biasa, namun ia berusaha menutupi dengan terus mengulas senyum. Beruntung Vidwan tidak menaruh curiga pada Grisse. Laki-laki itu melangkah mendekati Grisse lalu mencium pipi kanan dan kirinya bergantian.“Sudah lama menunggu?” Tanya Vidwan berbasa-basi. Grisse menggeleng gugup. Ia sengaja tidak bersuara karena takut suaranya bergetar sehingga membuat Vidwan curiga.“Kau mau
Napas Grisse mulai tersengal akibat jantungnya yang memompa darah lebih cepat. Sementara otaknya sibuk menduga di mana ia berada sekarang. Mobil yang membawanya telah berhenti cukup lama, tapi penculiknya belum memerintahkan dirinya untuk turun.Di mana aku?Ke mana penculik ini membawaku?Jangan-jangan penculik ini tidak membawaku pada Vidwan.Mendapati benaknya mempunyai pikiran seperti itu membuat Grisse menggigil. Jika itu benar adanya, artinya Grisse benar-benar diculik. Ia dibawa kabur oleh si penculik, bukannya diserahkan pada Vidwan.Panik mulai menyerang Grisse ketika ia menyadari bahwa hal seperti itu berpotensi untuk terjadi. Ia mencoba memberontak dengan mengentakkan kakinya, menggerakkan tubuhnya, serta mencoba berteriak meskipun itu mustahil adanya. Dalam pikiran Grisse, ia harus bisa membebaskan diri. Ia harus segera mencari bantuan atau pergi ke kantor polisi.Krish. Grisse teringat Krish. Bukankah laki-laki itu mengatakan bahwa ia akan berjaga di sekitar kampus? Jika
Grisse bermaksud memohon pada si penculik agar dilepaskan, namun hal itu urung ia lakukan ketika merasakan dua tangan maskulin itu kembali menggerayangi pahanya. Lidah Grisse kelu. Segala bentuk perlawanan yang sebelumnya ada kini musnah, berganti desahan yang menunjukkan kenikmatan.Oh, kau murahan sekali, Grisse. Semudah itu kau takluk pada orang asing.Kau yakin dia Krish?Tanpa sadar Grisse menjawab ya untuk pertanyaan yang hanya ada dalam hatinya. Gerakan tangan Krish sempat terhenti karena suara Grisse, namun ketika ditunggu beberapa saat, Grisse tidak mengatakan apa pun lagi, Krish pun kembali melanjutkan aksinya.Andai laki-laki itu bukan Krish, apa yang akan kau lakukan? Tetap menikmati sentuhannya? Dasar kau murahan, Grisse.Grisse menggeleng untuk mengusir hujatan-hujatan dari dalam dirinya. Ia memang tidak bisa melihat siapa laki-laki yang bersamanya, tapi hati kecil grisse percaya bahwa Krishlah laki-laki itu. Krishlah yang berpura-pura sebagai penculik.Gelenyar nikmat k
"Jangan ke mana-mana!" Ujar Krish yang kontan disambut kernyitan kening oleh Grisse."Kenapa?" Ada nada protes dalam suara Grisse."Kau harus tetap di sini sampai hari pemotretan ilustrasi tiba." Jawaban Krish mematik kebingungan lagi di wajah Grisse. Gadis itu hendak kembali membuka mulut, namun dengan cepat Krish menempelkan telunjuknya di bibir Grisse.“Sstt, jangan bertanya lagi. Ini semua demi kebaikanmu.” Krish kemudian melangkah mendekati tangga.“Apa susahnya memberi penjelasan, Krish!” Pekik Grisse kesal. Krish tetap menuruni anak tangga dan mengabaikan Grisse.Tepat ketika Krish mencapai lantai satu rumahnya, ponselnya berdering nyaring. Melihat nama Vidwan muncul dalam layar ponselnya membuat Krish terdiam. Ia menimbang sejenak, perlu atau tidakkah untuk menerima panggilan Vidwan. Nyatanya, Krish harus menerima panggilan itu karena ponselnya tidak mau berhenti mengeluarkan nada dering yang cukup nyaring.“Krish.” Sapa Vidwan di ujung lain panggilan. Krish hanya menjawab den
"Kau bisa membahayakan dirimu sendiri, Grisse." Desis Krish yang jelas terlihat sedang menahan amarah. "Bagaimana jika seandainya penculik yang sebenarnya membawamu kabur?" Imbuh Krish. Laki-laki itu terus menunjukkan kemungkinan demi kemungkinan buruk atau bahkan terburuk yang bisa menimpa Grisse. "Aku benar-benar mengkhawatirkanmu." Nada bicara Krish terdengar nelangsa. Setelahnya Krish meraih Grisse lalu membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Krish memang tidak mengada-ada. Apa yang baru saja ia katakan bisa terjadi pada Grisse. Krish bersyukur karena rencananya berhasil. Kegelisahan akibat pikirannya yang tidak tenang kini benar-benar tidak terbukti. Grisse masih tetap bergeming. Gadis itu tahu bahwa Krish begitu mengkhawatirkannya. Jantung Krish yang berdetak cepat dapat Grisse rasakan dengan jelas. Grisse memilih diam, tidak menjawab apa pun. Hanya otak gadis itu yang sedari tadi membenarkan setiap ucapan Krish. "Kumohon jangan marah padaku." Bisik Krish lembut. Grisse masih