Beranda / Urban / Hasrat Sang Pewaris / Bukan Sekedar Nasabah Bank Elite

Share

Bukan Sekedar Nasabah Bank Elite

Penulis: Chana Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-23 10:39:00

Anggia terperangah, matanya tak berkedip menatap wajah Saka. 

Angia benar-benar keheranan, hari ini ia tersentak berkali-kali oleh berbagai keanehan yang ditunjukkan oleh Saka -teman kampusnya yang dikenal miskin hingga mendapat gelar GEMBEL KAMPUS. 

"Ini bank elite, Saka! Orang miskin seperti kita mana mungkin punya tabungan di bank ini!" jelas Anggia yang terlihat semakin resah.

Saka tersenyum menatap wajah Anggia yang ternyata sangat cantik jika dilihat dengan lekat. Jika ditambah sedikit make-up, mungkin Anggia bisa menjelma menjadi mahasiswi kampus yang paling cantik, mungkin.

Saka hanya membalas keresahan Anggia itu dengan tersenyum saja.

"Aku pulang, sudah cukup masalah tadi, aku gak mau terbawa masalah lagi!" pungkas Anggia sambil berjalan meninggalkan Saka.

"Tunggu, Anggia!"

Saka mengejar Anggia.

"Aku antar pulang, tapi nanti setelah aku selesaikan urusanku di sini, kalau kamu tidak mau ikut ke dalam, kamu tunggu saja di cafe itu," ucap Saka sambil menunjuk sebuah cafe di sebrang jalan.

Anggia menatap cafe itu, cafe yang cukup mewah.

"Gak usah khawatir, pesan aja apa pun yang kamu mau, nanti aku yang bayar," ucap Saka sesumbar itu meskipun saat ini ia hanya memegang uang sepuluh ribu saja.

Tapi itu bukan masalah, sebentar lagi ia akan menarik uang dalam jumlah besar di Bank Gold ini.

Anggia terlihat berpikir hingga akhirnya ia pun mengangguk, sepertinya ia mencoba percaya kepada Saka.

Setelah Anggia memasuki cafe, Saka kemudian berjalan menuju pintu masuk bank.

Namun, baru saja Saka hendak masuk, seorang security langsung menghadang langkah Saka.

"Berhenti, Mas!" hardik sang security sambil menyentuh dada Saka, "ada perlu apa, Mas?" lanjutnya sambil menatap jaket ojol yang dikenakan oleh Saka.

"Mau ngambil uang," jawab Saka singkat.

Sang security langsung mengerutkan keningnya, sepertinya ia tak percaya jika lelaki berjaket ojol dengan celana jeans lusuh di hadapannya ini merupakan costumer bank elite ini.

Sang security pun sekali lagi menyelidiki Saka dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Ini Bank Gold, Mas? mungkin Mas salah bank," ucap security itu sambil menatap Saka.

"Ini sudah benar, bank ini tujuanku," jelas Saka.

Sang security itu mengerutkan keningnya kembali, matanya menyipit memperhatikan Saka.

Saat itu, Saka mulai merasa terintimidasi oleh tatapan security itu.

"Aku ingin menemui Smith," celetuk Saka.

Saka tak ingin membuat Anggia lama menunggu maka Saka pun akhirnya menyebutkan nama Smith kepada sang security.

Sang security langsung terlihat mengerjap dan menatap Saka dengan lekat.

"Kamu tahu siapa Tuan Smith?" tanya sang security dengan mata yang membulat.

Saka menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak mengenalnya tapi aku ingin menemuinya," jawab Saka tenang sambil menatap ke dalam kantor melalui kaca tebal yang mengkilat.

Di dalam terlihat para petugas bank yang cantik-cantik dengan senyum manisnya sedang melayani costumernya yang kesemuanya terlihat berkelas dengan jas dan dasi mereka.

"Heh! Aku kasih tahu ya, Tuan Smith itu manager bank ini, jadi jangan songong dengan hanya menyebut namanya, panggil beliau dengan sebutan Tuan!" sentak security itu sambil mengacungkan tangannya.

Saka tersenyum tipis, ia dididik keluarganya untuk menjadi orang paling kuat, di mana pun dia berada.

Keturunan Sadewa bukan orang yang mudah tunduk pada siapa pun, keturunan Sadewa harus menjadi penguasa di bumi mana pun yang ia pijak.

Tapi ... Saka belum diijinkan untuk menggunakan seluruh kekuatannya, ia sedang menempuh proses ujian dari keluarganya.

"Baiklah, aku ingin menemui Tuan Smith," ucap Saka dengan santai.

"Nah gitu dong," timpal sang security merasa menang, "tunggu di sini!" lanjutnya sambil menunjuk hidung Saka.

Sang security masuk ke dalam kantor.

Dari kaca terlihat security itu berbincang dengan salah seorang wanita muda yang bisa dibilang paling cantik di sana.

Wanita itu langsung bangkit dari kursinya saat mendengar laporan dari security.

Entah apa yang terjadi, tapi wanita itu dengan gugup dan panik langsung berlari keluar dan menghampiri Saka.

Namun, perubahan wajah terjadi saat wanita dengan tulisan nama Vanessa itu melihat sosok Saka.

"Maaf ada perlu apa ya, Mas?" tanya Vanessa sambil menatap jaket ojol lusuh yang dikenakan oleh Saka.

"Mau bertemu Smith, eh Tuan Smith maksudku," jawab Saka sambil melirik si security yang berdiri tegap di belakang Vanessa.

Vanessa kembali menyelidiki sosok Saka lebih teliti lagi.

Saka hanya diam, fokusnya kini hanya ke bibir wanita itu yang sangat indah dengan pahatan alam yang memukau.

"Mas udah ada janji?" selidik Vanessa.

"Tidak, tapi aku mau menemuinya," jawab Saka singkat.

Seketika itu pula Vanessa menghempaskan napasnya.

Sebelumnya ia mengira bahwa orang yang datang adalah tamu spesial yang dikatakan oleh Tuan Smith.

"Kalau tidak ada janji ... mohon maaf sekali, Mas tidak bisa menemuinya, beliau lagi sibuk, dia sedang menunggu tamu penting, lebih baik Mas kembalilah!" ucap Vanessa sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya yang tercetak padat di kain kemeja putihnya.

"Tapi aku mau menemuinya sekaligus mau menarik uang di sini," jelas Saka.

"Kamu ... mau menarik uang di sini?" celetuk Vanessa sambil tersenyum kecil seraya menggelangkan kepalanya.

"Mas, aku aja pegawai bank di sini gak sanggup untuk membuka rekening di sini, apalagi kamu yang ... maaf hanya driver ojol!" Vanessa sedikit menyindir Saka dengan pikiran logisnya.

"Ini bank khusus untuk pejabat dan pebisnis kalangan atas, bukan untuk orang miskin dan gembel seperti kamu!" imbuh sang security yang merasa lebih kaya dan lebih terhormat dari driver ojol seperti Saka.

"Sudah, Mas! lebih baik Mas pergi dari sini sebelum aku perintahkan security ini untuk menyeret Mas dengan paksa," ancam Vanessa sambil mengatupkan kedua tangannya.

Kesabaran Saka hampir hilang, bukan kepada Vanessa tapi kepada sang Scurity yang telah berbicara kasar kepadanya.

karena sebelumnya ia sudah ingin menghentikan segala hinaan di dalam hidupnya.

Akan tetapi, ia kembali mencoba bersabar apalagi di hadapan wanita secantik Vanessa.

"Tapi aku benar-benar mau menarik uang, Mbak Vanessa Arteja," jelas Saka sambil melirik papan nama di dada Vanessa.

Vanessa langsung membulatkan matanya, seketika itu pula tatapan mereka beradu beberapa detik lamanya.

"Kalau benar Mas mau menarik uang di sini, coba tunjukkan buku tabungan atau kartu ATM-mu!" pinta Vanessa sambil tetap menatap mata Saka dengan lekat.

Saka tersenyum tipis sambil merogoh sesuatu dari tas slempang di dadanya.

Saka merasa salut dengan Vanessa yang masih kuat untuk membalas tatapannya yang sejatinya memiliki aura yang sangat kuat.

Itu menandakan jika Vanessa merupakan wanita yang berbeda, wanita yang mungkin unik.

"Ini kartu ATM punyaku," ucap Saka sambil menyerahkan sebuah kartu berwarna hitam dengan garis keemasan di sudut dan sisinya.

Vanessa menerima kartu tersebut, menyelidikinya hingga berkali-kali, membolak baliknya dengan kening yang mengerut.

Tiga tahun bekerja di kantor ini, dari mulai menjabat sebagai Costumer Service hingga sekarang menjabat sebagai KABID Operasional, baru sekarang ia melihat kartu seperti ini.

Namun, belum juga Vanessa mengeluarkan komentar untuk kartu itu, tiba-tiba sang Scurity langsung mengambil kartu ATM itu dari tangan Vanessa kemudian melemparnya sembarang arah.

"Heh! Bank ini tidak mengeluarkan ATM seperti itu, jelas kamu mau menipu ya! Atau sengaja mau buat keributan di sini, hah! Mau nantang aku kamu hah!" Sentak sang scurity kali ini sambil mendorong dada Saka hingga Saka terpental beberapa meter.

Saka menepuk dadanya sambil menatap kartu ATM miliknya yang tergeletak di lantai.

Tangan Saka mengepal kuat, ia tak terima dengan perlakuan sang security terhadapnya.

"Apa? Mau ngelawan hah? Dasar driver ojol miskin!" sang security lagi-lagi mendorong dada Saka.

Saka hendak melepaskan pukulannya, namun tiba-tiba muncul lelaki paruh baya berkumis tebal dengan jas elegan yang melekat di tubuhnya.

Sang security dan Vanessa langsung membungkukkan badannya, mereka terlihat sangat menghormati lelaki itu.

Lelaki berjas itu langsung memungut kartu ATM yang tergeletak di lantai, ia menyelidiki karyu ATM itu dan seketika saja matanya langsung bergetar seiring tangan dan lututnya yang juga ikut bergetar.

"Milik siapa ini?" tanya lelaki itu.

"Itu kartu milik dia, Tuan Smith. Ojol itu hendak menipu dan membuat kekacauan di sini. Tapi tenang saja, Tuan, aku akan mengusirnya," jawab sang security dengan semangat seakan apa yang ia lakukan itu akan berbalas penghargaan yang setimpal.

Vanessa hanya diam dan tertunduk.

Sementara, mata lelaki yang ternyata adalah Tuan Smith itu langsung membulat sempurna.

"Apa kamu tahu, kartu ini adalah kartu ATM spesial, kartu yang hanya dimiliki oleh keluarga pemilik saham bank ini," jelas Smith dengan lantang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Sang Pewaris   HASRAT YANG TERPENUHI

    Malam itu, langit menggantung dalam gelap yang nyaris sempurna. Tapi di antara keheningan, sebuah rumah kecil di pinggiran kota menyala hangat. Lampu-lampu temaram menyinari dinding bata, dan angin malam menerpa tirai tipis dari jendela yang terbuka setengah.Saka duduk di tepi ranjang kayu yang sederhana namun rapi. Kemeja putihnya tergantung di sandaran kursi. Tubuhnya hanya terbalut celana panjang kain, sementara rambutnya masih sedikit basah setelah mandi. Ia memandang ke arah luar jendela, ke langit malam yang kini tidak lagi menakutkan seperti dulu.Dulu, malam seperti ini identik dengan rasa sepi. Rasa kalah. Rasa kecil. Tapi malam ini… berbeda.Pintu kamar terbuka pelan. Anggia melangkah masuk, mengenakan gaun tidur tipis berwarna lembut. Wajahnya polos, tanpa riasan. Rambutnya digerai begitu saja, seperti tak ada yang perlu disembunyikan lagi.Saka menoleh perlahan. Matanya menatap Anggia bukan dengan nafsu semata, tapi dengan rasa—yang telah matang oleh waktu, luka, dan peng

  • Hasrat Sang Pewaris   nyala yang SESUNGGUHNYA

    Malam terus merambat. Lampu-lampu kota Jakarta menyala seperti gugusan bintang yang tersesat di bumi. Anggia masih berdiri di pinggir jalan kampus, tubuhnya kaku, bibirnya kelu. Saka telah pergi, membawa serta bayangan masa lalu dan kebenaran yang selama ini tersembunyi.Tapi yang tertinggal bukan cuma kejutan. Ada luka yang menyesak di dada Anggia—luka karena rasa bersalah. Rasa menyesal. Dan rasa… yang tak sempat diucapkan.Beberapa jam berlalu. Dunia kampus mulai sepi. Anggia melangkah sendirian, melewati lorong-lorong yang biasa ia lewati bersama Saka dulu. Sudut tangga belakang gedung A, bangku taman kecil dekat kantin—semua terasa asing dan menyesakkan, padahal dulu tempat mereka tertawa.Langkahnya berhenti di depan gerbang utama.Lalu tiba-tiba...“Masih suka duduk di bangku ketiga dari kanan?” suara itu muncul di belakangnya.Anggia menoleh cepat.Saka berdiri di sana. Tanpa jas, hanya mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Sederhana. Seperti Saka yang dulu.Anggia menatap

  • Hasrat Sang Pewaris   API YANG TERPENDAM

    Saka menarik napas panjang. Sorot matanya berubah—tidak lagi sekadar tajam seperti biasanya. Kini ada sesuatu yang berbeda di sana: kemarahan yang tertahan, keyakinan yang tak tergoyahkan, dan wibawa seorang pria yang tak lagi takut pada siapa pun. Wibawa yang membuat dua pria berbadan besar di depannya mendadak diam, dan Anggia… membeku.“Justru karena mereka anak buah Damian, aku akan bayar utangmu sekarang juga,” ucap Saka pelan, tapi tegas. Jemarinya bergerak cepat, membuka aplikasi m-banking di ponselnya tanpa sedikit pun ragu.Anggia mendesis pelan, tak percaya. “Berhenti pura-pura jadi pahlawan, Saka. Kamu itu… kamu itu cuma mahasiswa miskin yang—”Saka menyela dengan tenang, “Lihat ini.”Ia mengangkat layar ponselnya. Anggia dan kedua penagih utang mendekat dengan rasa penasaran yang bercampur bingung. Angka di layar menyala jelas:Saldo: Rp 12.458.000.000Anggia membelalak. Bibirnya gemetar. “A—apa ini?” gumamnya nyaris tak terdengar.Penagih utang yang bertubuh tambun menole

  • Hasrat Sang Pewaris   Membayar Utang Anggia

    "Kamu sahabatku, masalahmu jadi masalahku juga," ucap Saka sambil menoleh kepada Anggia yang terlihat berderai air mata.Wajah cantik Anggia kini nampam begitu rapuh paska kabar pemerkosaannya beberapa waktu yang lalu."Kita hanya kenal di kampus saja, selebihnya kita bukan apa-apa," timpal Anggia sambil mengusap air matanya dan balas menatap Saka.Selain kesedihan yang dalam, Saka juga melihat ada rasa takut yang kini dirasakan oleh Anggia.Anggia seperti takut untuk dekat atau pun berhubungan dengan Saka.Saka menilai bahwa hal itu ada kaitannya dengan Damian. Mungkinkan Anggia telah diancam oleh Damian?"Lebih baik kamu pergi, dekat denganmu hanya akan memperburuk keadaanku saja," lanjut Anggia dengan suara bergetar.Saka menarik napasnya dalam-dalam sambil menatap Anggia dengan lekat.Wanita di hadapannya adalah wanita lugu dan baik, kehidupannya kini berubah total dan menjadi berantakan karena ulah Damian."Dengar Anggia! Kehadiranku mungkin telah membuat hidupmu berantakan, tap

  • Hasrat Sang Pewaris   Nasib Tragis Seorang Wanita

    Semua mata terbelalak saat melihat Saka muncul dari mobil super mewah yang mereka tabu harganya selangit.Bu Ratna menggosok-gosok matanya untuk meyakinkan penglihatannya.Namun, apa yang ia lihat sangat jelas bahwa orang yang turun dari mobil itu adalah Saka.Sementara, Saka berjalan tegap seakan tidak menghiraukan semua mata yang mengarah padanya dengan penuh rasa tak percaya."Sa -Saka, a -apa itu mobilmu?" tanya Bu Ratna sambil menelan salivanya.Saka hanya tersenyum tipis kemudian membungkuk dan memungut tas serta dus-dus yang berisi barang-barangnya.Vinna masih terpaku sambil menatap Saka yang nampak lebih ganteng saja dengan mobil mewahnya."Aku pamit, ya, Bu. Sekali lagi terima kasih atas semuanya," ucap Saka sambil menenteng barang-barangnya untuk dimasukan ke dalam mobilnya."Tunggu, Saka! Apa benar ini mobilmu?" hadang Bu Ratna sambil menatap Saka.Saka menghela napasnya, ia menatap Bu Ratna dengan tatapan tenang namun cukup menusuk.Hinaan serta sikap Bu Ratna masih terng

  • Hasrat Sang Pewaris   Cinta Anak Pemilik Kontrakan

    "Kamu mau membangkang hanya karena mahasiswa miskin seperti dia!" sentak Bu Ratna kepada anaknya sambil menunjuk Saka."Kamu udah dewasa, Mama gak larang kamu jatuh cinta, tapi ya harus pilih-pilih, masa pria miskin seperti dia bisa buat kamu jatuh cinta!" lanjut Bu Ratna dengan tatapan nyinyir dan kesal kepada Saka."Tampan aja gak akan cukup, Vinna!" lanjutnya sambil menepuk pundak Vina untuk membuat anaknya mengerti.Vina langsung menyingkirkan tangan mamanya, ia mundur satu langkah seakan tak ingin dekat dengan ibunya yang sudah mengusir Saka."Pokoknya, jika Mama tetap mengusirnya maka aku pun akan pergi dari sini," tegas Vina sambil menatap Bu Ratna dengan tajam.Bu Ratna langsung terdiam, bagai mana pun juga dia sangat menyayangi Vina sebagai anak semata wayangnya.Sementara, Saka yang selesai memungut barang-barangnya langsung menghampiri Bu Ratna dan Vina yang tengah berditegang.Rupanya sedari tadi Saka merasa tak nyaman atas pertengkaran ibu dan anak di hadapannya."Ini ...

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status