GUNDIK SUAMIKU
Part 9
Duh, gawat! Gimana kalau Mas Ari nekat ingin membuka maskerku?
"Anda tidak bisa bertindak seenaknya begini!" sergah satpam yang tadinya menyebalkan, kini jadi seolah membelaku. Cepat ia berdiri di depan Mas Ari, menghalangi posisiku yang masih terduduk di kursi.
"Eh, apa-apaan kau ini! Minggir! Saya mau lihat, bagaimana wajah perempuan ini." sanggah Mas Ari bersikeras mendorong lengan satpam paksa.
"Anda minggir, atau mau saya laporkan pihak rumah sakit atas tuduhan kegaduhan yang Anda perbuat." Satpam itu lantas mendorong tubuh Mas Ari ke luar dan menutup pintu.
"Arrgh! Dasar satpam belagu!" umpat Mas Ari dari balik pintu. Sebelum ia melenggang pergi, ia memukul daun pintu terlebih dulu. Lalu melangkah jengah dengan wajah merah padam dan gigi yang saling mengerat rapat. Terlihat dari jendela kaca di ruangan ini.
"Vina, kamu nggak pa-pa 'kan?" Reflek aku mendongak, mendengar satpam ini mem
GUNDIK SUAMIKUPart 10Gegas kututup pintu kamar mandi dan melangsungkan acara mandi secepat mungkin.Tersenyum penuh kemenangan aku malam ini, karena menggagalkan rencana Mas Ari.Kutepis segala macam pikiran yang sedari tadi memutar di kepala. Dan lantas menyudahi acara mandiku.Kulihat Mas Ari yang kini beralih duduk di sofa. Tak lupa, kumatikan lampu kamar mandi terlebih dulu seusai menutup pintu.Wajah Mas Ari yang tadi cerah, mendadak kelabu. Ya, aku tahu, mungkin dia merasa sebal dan jengkel karena ulahku yang hendak ikut lembur dengannya. Aku hanya ingin tahu, apakah dia benar lembur? Atau akan menghabiskan malam ini bersama gundiknya. Seperti yang kuperkirakan tadi."Mas, tunggu ya, aku dandan dulu, bentar." kataku seraya duduk di depan meja rias dan mulai mepoleskan beberapa alat kecantikan yang tergelak di depanku."Hem ...." ia hanya berdahem. Lalu menghunuskan napas panjang
GUNDIK SUAMIKUPart 11"Kamu kenapa, Vin?" Mas Ari langsung panik dan menegurku."Aku nggak pa-pa kok, Mas. Mungkin masuk angin aja.""Ya udah kita pulang aja. Aku nggak mau kau sakit.""Kalau kita pulang, lalu gimana Mas makanannya?" kataku sesekali membungkam mulut karena tak tahan dengan aroma steak yang masih mengepul. Serasa berdenyut kepala ini. Aneh sekali, padahal makanan ini kesukaanku. Namun malam ini, aku sangat membencinya."Mbak, makanannya dibungkus aja ya, mana billnya sekalian?" Pelayan yang masih berdiri di tempat ini. Lantas mengangguk dan membawa makanan ini ke belakang."Mas, aku ke mobil dulu ya, nggak tahan." Gegas aku berdiri dan menenteng tasku menuju mobil."Iya, Sayang."Sepetu heels setinggi lima senti yang kukenakan berdecit di lantai seiring langkah yang kupercepat.Bugh!Sebuah ponsel jatuh kala aku tak sengaja menabrak sese
GUNDIK SUAMIKUPart 12"Sini kamu ikut aku!" Kutarik tangan wanita yang kutebak dia adalah Marisa."Ampun, Mbak!" ringisnya memelas.Lengan tangannya kucengkram erat menuju toilet yang berada di dekat ruang periksa."Buka maskermu! Aku yakin kau Marisa! Dasar pelakor!" kataku meledak-ledak. Aku amat geram dengannya. Karena dia Mas Ari jadi sering berbohong padaku, karena dia juga, rumah tanggaku jadi hancur. Meski aku yang akan menggugat cerai Mas Ari. Namun, jika semua masalah tak bersumber dari dia. Rumah tanggaku pasti akan baik-baik saja."Aku yakin kau Marisa! Dasar wanita murahan! Untuk apa kau berhijab segala! Wanita iblis, wanita tak punya hati!" Sekali tarikan napas. Kuceloskan semua umpatan yang selama ini mengendap di hati. Biar saja, aku berperilaku begini. Toh semua ini gara-gara dia."Stop, Mbak! Jangan hina pakaianku! Aku bukan pelakor, Mbak. Aku ini istri Mas Ari." sanggahnya tak ter
GUNDIK SUAMIKUPart 13"Apa?! Buta permanen, Dok?!" Aku terbelalak tak percaya dengan apa yang dikatakan Dokter ini. Mas Ari buta? Pasti dia akan sangat syok sekali jika mengetahuinya."Iya, ini diakibatkan karena benturan keras sewaktu kecelakaan yang menimpanya. Jadi, ada kerusakan sel syaraf pada bagian matanya.""Apa tidak bisa disembuhkan, Dok?""Kalau metode penyembuhan untuk buta permanen sepertinya tidak ada, Bu. Kecuali pasien mendapat donor mata."Hatiku langsung tercelos, donor mata? Mana ada yang mau mendonorkan matanya untuk orang lain. Tapi jika Mas Ari tidak mendapat donor mata, ia akan hidup dalam gelap untuk selamanya.Terkadang jika ingat sakit hati yang ia torehkan, aku ingin bersikap bodo amat.Arrgh! Kenapa aku kadang malah merasa kasihan sama dia juga. Tuhan, tolong aku ... aku harus bagaimana menghadapi semua ini? Ingin menjerit frustasi rasanya."Ya, sudah
GUNDIK SUAMIKUPart 14Segera aku dan Marisa berlari masuk ke dalam ruang.Gelas kaca dan nampan yang sebelumnya berada di atas nakas pun sudah hancur terserak di lantai."Mas! Tenang!" kataku mencoba menangkan Mas Ari yang tengah terduduk di lantai. Selang infusnya juga sudah terlepas, hingga darah segar mengucur perlahan."Kenapa mataku sakit, Vin? Kenapa?!" teriaknya sambil menjambak rambut frustasi. Karena darah bekas jarum infus masih mengalir. Akhirnya kuputuskan untuk menyuruh Marisa memanggil Dokter. Padahal sedari tadi Marisa terdiam dengan wajah panik yang membias. Aku tahu, dia mungkin takut kalau Mas Ari kaget kalau dia berada di sini."Marisa, panggil Dokter!" seruku setengah memekik.Mas Ari yang semula menunduk, seketika langsung mendongakan wajahnya."Marisa? Apa Vin maksudmu?" Tangan Mas Ari meraba-raba ke udara."Nanti aku jelaskan, Mas. Sekarang, naiklah kembali ke a
GUNDIK SUAMIKUPart 15Itu 'kan ... satpam di rumah sakit itu.Kenapa dia ada di sini? Pakaiannya pun berbeda sekali. Ia mengenakan kemeja panjang yang lengannya ditekuk hingga ke siku. Terlihat lebih berkelas dari pada saat aku bertemu dengannya di rumah sakit."Ini, Mbak. Totalnya," Baru saja mataku hendak memerhatikannya intens. Ucapan resepsionis ini membuyarkan semuanya."Iya, Mbak. Bisa pake asuransi 'kan? Kebetulan pasien bekerja di kantor saya. Dan ada asuransi bagi beliau." tukasku lantas merogoh sesuatu di dalam tas."Loh, Mbak. Kenapa pake asuransi? Kenapa nggak Mbak Vina bayar cash aja?" celetuk Marisa dengan tatapan penuh tanya."Lah, buat apa aku bayar pake uangku. Kalau ada asuransinya. Kamu pikir, ini perbulannya nggak bayar apa? Ini tuh, bayar ya, dan kamu tahu 'kan Mas Ari selama ini kerja di kantor siapa? Itu kantor aku, Marisa!" tekanku sebal.Bagian keuangan rumah s
GUNDIK SUAMIKUPart 16Berhari-hari dibuat penasaran. Akhirnya manusia misterius ini kudapatkan. Jangan harap bisa lolos lagi dari tanganku."Sini kamu!" Kutarik tangannya menjauh dari mesin ATM. "kamu sebenarnya siapa sih? Kenapa selalu mengikuti aku?!" tegasku masih dengan tangan yang mencengkramnya kuat."Aku ....""Mbak, Vina! Kamu kok sama mantan suami aku?" Cepat aku menoleh, ternyata Marisa sudah berada di sini. Ia melangkah semakin mendekat. Tadi Marisa bilang, laki-laki ini mantan suaminya?"Maksud kamu apa? Kenapa kamu menyebut dia mantan suami kamu?!" Telunjukku menunjuk wajah pria di depanku. Namun pandangan mataku mengarah pada Marisa."Iya, Mbak. Dia mantan suamiku dulu," Pengakuan Marisa terdengar yakin. Aku beralih menatap lelaki yang disebut Marisa sebagai mantan suaminya."Apa benar kamu mantan suami Marisa?" tegasku menekan."Iya," jawabnya singkat. Yang membin
GUNDIK SUAMIKUPart 17Bugh!Lemas terasa tubuhku bak di hantam benda berat di tengkuk kepala.*Aku terbangun, dengan pandangan mata yang masih meremang. Pusing yang ada di kepala pun tak kunjung reda."Vin, kamu sudah bangun ...." Panji tengah duduk di sebelah bangsal tempatku berbaring. Apa yang terjadi padaku? Kurasa tadi aku sedang berada di kamar Mas Ari."Aw!" Hampir saja aku tergelincir jatuh karena hendak duduk.Secepat kilat Panji menangkap tubuhku yang tadi terhuyung."Kamu istirahat dulu, jangan banyak gerak." Ia sibuk menata bantal dan selimut yang kupakai."Sebenarnya ada apa? Bukannya aku tadi di kamar Mas Ari? Tadi aku ngerasa kayak ada yang memukulku dari belakang." lirihku mencoba mengingat-ingat kejadian tadi."Iya, Vin. Untung saja aku tadi tidak ikut kamu masuk ke ruang inapnya Ari. Karena setelah kamu ke luar, lelaki agak tua