Home / Young Adult / Hasrat Terlarang Abang Ipar / 3. Dia Itu Istri Adikmu!

Share

3. Dia Itu Istri Adikmu!

Author: Rich Ghali
last update Last Updated: 2025-05-18 15:26:38

“Aku gak mau!” Kalimat itu langsung diterima oleh Tama selepas ia mengutarakan keinginannya pada sang putra.

Bukan tanpa alasan. Tama paham betul mengapa Mahen tidak ingin pulang. Lelaki itu bahkan tidak ingin kembali ke rumah meski ia tahu sang adik telah meninggal. Hubungan mereka memang cukup buruk sebagai abang dan adik. Bahkan tidak cukup baik sebagai ayah dan anak.

“Papa akan menghapus namamu sebagai ahli waris jika kau tidak ingin pulang.” Tama mulai memberikan ancaman. Ia tahu kelemahan sang putra. Mahen tidak akan bisa hidup tanpa uang orangtuanya. Gaji yang ia dapat di tempat bekerja, tidak sebanding dengan pengeluarannya sebagai pria yang suka bermain wanita.

Hening sejenak, tidak terdengar apa pun selain helaan napas dari dalam ponsel.

“Papa tidak akan memaksamu pulang jika itu bukan masalah penting. Kau tahu adikmu sudah meninggal, ada istri dan anak yang masih begitu kecil ia tinggalkan. Papa cuma minta bantuanmu. Papa akan bayar jasamu, ini tidak cuma-cuma.”

“Aku gak peduli.” Ucapan Mahen terdengar cukup kasar.

“Jadi, kau tidak akan peduli meski semua harta papa  kasih untuk putra Liam? Papa tidak akan menyisakan satu persen pun untukmu.”

Terdengar helaan napas cukup kasar. “Kenapa kau selalu saja mengutamakan Liam? Bahkan ketika dia sudah mati seperti ini? Hubunganmu dengan istrinya sudah terputus ketika Liam mati!” Mahen tidak terima.

“Jaga ucapanmu, Mahen. Kalimat itu terlalu kasar jika dilontarkan oleh orang sepertimu. Papa tidak akan memaksa jika kau memang tidak mau. Besok papa akan mendatangi pengacara untuk mengubah pembagian warisan.”

“Ck! Kau benar-benar—” Mahen terdengar cukup kesal. Ia memang tidak punya sopan santun sama sekali terhadap orang yang jauh lebih tua dibanding dirinya.

“Papa sedang stress sekarang. Apa kau tidak bisa meringankan sedikit saja beban pikiran papa? Papa bisa saja membayar orang lain, tapi papa ingin kau yang melakukannya.”

“Aku perlu membaca pembagian warisan untuk memastikan.”

“Papa akan memberikan apa pun yang kau mau. Tapi jadilah ayah untuk keponakanmu.”

“Itu terlalu merepotkan!”

“Kau harus mencoba terlebih dahulu sebelum menyimpulkan seperti itu.”

“Aku ingin rumah, perusahaan, dan dua pertiga aset yang kau punya.”

“Apa pun yang kau mau. Satu lagi, kau harus mengawasi gerak gerik istri Liam. Dia sudah dua kali melakukan percobaan bunuh diri, papa ingin kau menjadi dokter pribadi untuknya. Dia terkena baby blues dengan tingkatan yang cukup parah. Barangkali dengan melihat wajahmu, bisa sedikit mengobati kerinduannya pada Liam.”

“Bunuh diri?” Mahen mengulang kalimat itu dengan kening berkerut.

“Dia sedang dirawat di rumah sakit sekarang. Dia baru bisa tidur dengan tenang setelah diberi suntikan obat penenang oleh petugas. Papa tidak bisa meninggalkannya tanpa pengawasan. Papa tidak bisa lengah sedikit saja, dia akan langsung melakukan hal nekat. Juhkan dia dari segala hal yang berbahaya.”

Mahen hanya diam.

“Papa akan transfer DP-nya sekarang. Kau harus tiba di rumah sakit menjelang malam.”

Tidak ada jawaban.

“Jika kau tidak datang sebelum jam tujuh, papa akan mencari orang lain saja.” Tama menegaskan. Ia memutus sambungan panggilan sebelum Mahen memberi jawaban. Sebab, ia tahu putra sulungnya itu akan datang. Tidak akan ada penolakan jika sudah harta yang menjadi tawaran.

***

Seperti dugaan Tama. Mahen tiba di rumah sakit dengan satu koper penuh berisi pakaian. Ia langsung bergegas ke sana tanpa menginjakkan kaki ke rumah papanya terlebih dahulu. Sebab, waktu yang terlalu mepet.

Dua tahun tidak saling bertemu, ada perubahan yang cukup besar pada Mahen. Terutama di bagian fisiknya. Tidak ada adegan saling melepas rindu sama sekali. Mereka terlihat biasa saja setelah tidak saling tatap muka cukup lama.

Benar kata Tama. Wajah Mahen memang cukup mirip dengan Liam. Terlebih dengan tubuhnya yang lebih berisi sekarang. Membuat ia terlihat tegap dengan otot yang terlatih. Sama seperti Liam. Hanya saja garis wajahnya terlihat cukup kasar. Tidak seteduh Liam saat dipandang.

Mahen berdiri di samping brankar. Ia menatap wajah Maudy tanpa berkedip sama sekali. Jakunnya naik turun dengan napas yang terdengar tidak teratur. Ia tidak percaya jika adik iparnya akan terlihat secantik itu. Sebab, ini memang pertemuan pertama mereka. Ia tidak pernah tahu seperti apa istri adiknya. Ia tidak hadir saat pernikahan mereka dulu.

Bahkan dengan kondisi sakit dan wajah pucat seperti itu, tidak bisa menutupi betapa cantiknya Maudy. Garis wajahnya benar-benar tercetak dengan begitu sempurna. Bibir seksi itu membuat nafsu Mahen seketika mencuat. Ia sudah mencicipi banyak jenis bibir dan ia ingin merasakan kekenyalan bibir itu.

“Papa tahu apa yang kau pikirkan. Sekali saja kau berani melakukan hal yang tidak senonoh padanya, papa tidak akan pernah memaafkan. Tidak akan ada satu sen pun uang yang akan papa berikan untukmu.” Tama menegaskan. Sisi buruk Liam memang terlalu berbahaya jika disandingkan dengan kondisi Maudy saat ini. “Dia itu istri adikmu. Kau harus ingat itu!” Tama berucap dengan tajam.

Mahen hanya diam. Ia memasang wajah datar, seolah tidak takut dengan ancaman sang papa.

“Di pergelangan tangannya ada sayatan kecil yang tidak terlalu dalam. Di perut kanan bagian bawah ada luka tusukan. Semalam dia menenggak cairan pembersih lantai.” Tama menjelaskan kondisi Maudy saat ini. “Dia akan menangis dan memberontak saat sadar nanti, jadi kau harus bisa menenangkan. Jauhkan dia dari segala hal yang sekiranya membahayakan nyawanya.” Tama mengulang kalimat yang sama dengan kalimat yang sudah ia ucap lewan telepon sebelumnya.

Mahen hanya diam dengan sorot yang tidak bisa ia lepas dari sang adik ipar.

“Kau dengar?” Tama dibuat geram dengan sikap lelaki itu.

“Dia gila.” Mahen menyimpulkan.

“Jaga ucapanmu!” Tama tidak terima ketika Mahen menyebut kata gila.

“Orang bodoh mana yang akan bunuh diri hanya  karena ditinggal mati? Dia tidak tahu cara menikmati hidup sama sekali. Ada banyak pria yang akan menyukainya dengan wajah seperti itu. Dia bisa mendapatkan apa saja andai dia bisa bermain sedikit lebih pintar.” Mahen mengomentari.

Tama hanya bisa menghela napas dengan kasar. Ia mulai berpikir jika keputusannya memanggil Mahen adalah sebuah kesalahan. Namun, ia ingin putranya itu berubah. Barangkali hati Mahen akan terketuk setelah ia berinteraksi dengan Sean. Hanya manusia berhati batu yang tidak menyukai anak kecil. Apalagi anak kecil di bawah satu tahun.

“Papa akan pulang sekarang.” Tama pamit pulang setelah ia melirik jam yang melilit di pergelangan tangan.

Tidak ada respons sama sekali dari Mahen. Lelaki itu hanya diam, beranjak menuju sofa dan duduk di sana. Mengabaikan papanya yang sudah lama tidak bertemu dengannya.

“Perlakukan dia layaknya adikmu!” Tama menegaskan.

Mahen hanya menghela napas dengan kasar. Ia mengempaskan punggung pada sandaran sofa. Membuat Tama semakin geram jadinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 101. Akhir yang Bahagia

    Gedung itu didominasi oleh warna putih. Ada banyak bunga yang ditata di beberapa sudut ruangan. Maudy tampak begitu cantik dengan gaun yang ia kenakan. Rambutnya disanggul dengan poni yang menutupi jidat. Make up yang flawless semakin menambah tingkat kecantikan wanita itu.Sementara Mahen hanya mengenakan jas hitam dengan kemeja putih di bagian dalam. Terlihat begitu formal. Namun, tetap saja ia tampak begitu tampan. Mereka berdua berdiri di atas pelaminan dengan pisau pemotong kue yang digenggam berdua. MC memimpin acara, menghitung dari tiga hingga satu.Tampak ada banyak undangan di sana. Rata-rata bukan orang yang dikenal oleh Maudy ataupun Mahen. Tamu undangan pagi ini lebih banyak berasal dari orang-orang perusahaan yang memiliki hubungan baik dengan Tama. Tidak ada kado undangan sama sekali, sebab di kertas undangan tertulis agar tamu undangan tidak membawa kado. Tujuan diadakannya pesta bukan untuk meminta hadiah, tapi untuk berbagi kebahagiaan.Hanya ada beberapa orang dari

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 100. Fitting Gaun

    Mobil berwarna putih itu berhenti ketika mereka tiba di parkiran area makam. Mahen pulang jauh lebih awal hari ini, sebab ada janji dengan Maudy untuk ziarah dan fitting baju pengantin sepulang dari sana.Sudah lama sekali sejak terakhir Maudy datang mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Liam. Sebab, ia selalu merasakan luka sayatan di hatinya kembali terbuka setiap kali ia ke sana. Namun, kini situasinya sudah sedikit berbeda. Maudy sudah punya Mahen yang menempati kekosongan dalam hati dan jiwanya.Mahen turun dari mobil seraya menggendong Sean. Maudy menyusul dengan keranjang bunga dan sebotol air di tangan. Mereka melewati banyak makam lama sebelum akhrinya tiba di makam Liam. Kuburan itu tampak hijau dengan rumput yang begitu terawat. Di atas makan ada topi Liam dan juga fotonya dengan seragam militer.Ada rasa nyeri di dada ketika Mahen berlutut di dekat pusara adiknya. Menyesal, sebab tidak ada di saat-saat terkahir sang adik. Ia bahkan tidak hadir di saat pemakaman meski

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 99. Rencana Pesta

    Kalung berlian itu tampak begitu indah di leher jenjang milik Maudy. Warna dan modelnya sangat cocok untuk dia. Benda itu jadi semakin terlihat mewah karena dipakai oleh orang yang tepat.Tama memerhatikan, makan malam berlangsung dengan cukup hening tanpa suara selain denting sendok yang beradu dengan piring.“Kalungnya bagus.” Lelaki paruh baya itu memberikan pujian.Maudy menyentuh kalungnya, tersenyum seraya menoleh menatap Mahen.“Mas Mahen yang ngasih.” Wanita itu terlihat sangat senang saat memberitahu. Ia sangat suka semua hadiah yang ia terima dari Mahen, dalam bentuk apa pun itu.“Papa juga ada hadiah buat kalian.” Tama berucap dengan senyuman.“Papa harusnya tidak perlu repot seperti itu.” Maudy berucap demikian, tapi dalam hati sebenarnya ia tengah menunggu.“Sudah waktunya kalian menikah secara resmi. Kita adakan acara besar.” Tama memberikan usulan.Maudy menoleh menatap Mahen dengan sorot meminta pendapat.“Kapan-kapan saja, Pa. Belum ada uang.” Mahen memberikan jawaban

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 98. Anniversary

    “Loh, Pa. Kok pulang sendiri? Mas Mahen mana?” Maudy bertanya ketika mendapati hanya Tama yang pulang sore ini, sementara Mahen entah berada di mana.“Masih ada urusan katanya, jadi papa tinggal saja.” Tama menjawab dengan santai.Maudy menghela napas dengan kasar. Pikirannya mulai mengarah ke mana-mana. Sebab, teringat dengan wanita yang ada di kantor waktu itu. Ia mulai berpikir jika Mahen ada main belakang dengan wanita itu. Overthinking pun dimulai. Ia tidak bisa tenang sebelum mendapat kabar tentang sang suami. Entah Mahen sedang di mana dan tengah berbuat apa. Ada banyak kemungkinan buruk yang menguasai pikirannya.“Sayang, sini sama opa.” Rasa lelah karena penat bekerja selama seharian, menghilang menguar begitu saja setelah ia menatap sang cucu yang begitu lucu.Sean dengan perlahan menghampiri Tama. Kakinya sudah semakin kuat dalam melangkah. Langkahnya juga semakin lama semakin panjang.“Pa, titip Sean sebentar ya.” Maudy berucap dengan lembut, lalu beranjak pergi.Di dalam

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 97. Makan Siang di Kantor

    “Pa, ini benar?” Mahen bertanya seraya menunjukkan file yang tengah ia kerjakan.Di ruang kerja Tama kini ada dua meja yang bersisian, satu untuk Mahen dan satu lagi untuk dirinya. Dengan begitu, Tama bisa selalu mengawasi pekerjaan sang putra. Mahen juga bisa dimudahkan, sebab bisa langsung bertanya pada orangnya.“Ini kamu salah masukin datanya. Harusnya begini.” Tama menjelaskan, berusaha mengajari dengan penjelasan yang mudah dimengerti.Mahen ngangguk-ngangguk tanda mengerti. Lelaki itu mulai kembali fokus mengerjakan tugasnya. Ia selalu saja tampak serius ketika bekerja. Tidak ada yang bisa merusak fokusnya sama sekali.Pintu ruangan terdengar diketuk dari luar. Disusul daun pintu yang terbuka dengan kemunculan Maudy di baliknya.“Mas.” Maudy memanggil dengan penuh kelembutan. Ia duduk di sofa, menaruh rantang yang ia bawa di meja.“Cuma Mahen yang disapa?” Tama berkomentar.“Pa.” Maudy tersenyum menyapa sang bapak mertua.Pintu kembali terdengar diketuk dari luar, disusul oleh

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 96

    Maudy tampak begitu cantik mengenakan dress vintage bunga-bunga berwarna putih dengan kombinasi kekuningan. Rambutnya ia ikat dengan rapi, sementara poninya ia biarkan menutupi jidatnya. Make tipis-tipis dan natural semakin membuatnya bertambah cantik.“Sudah, Sayang?” Mahen bertanya ketika ia kembali masuk ke kamar untuk menjemput kunci mobil.Maudy mengangguk dengan lembut. Ia bangkit berdiri dari kursi rias untuk meraih tasnya.“Tidak perlu bawa gendongan.” Mahen berucap ketika Maudy meraih kain gendongan yang ada di ranjang.“Kenapa?” Maudy menatap dengan sorot penuh tanda tanya. Sebab, akan sedikit merepotkan jika mereka jalan-jalan tanpa membawa gendongan. Ia akan dangat kelelahan menggendong Seon tanpa bantuan.“Aku baru beli stroller, itu udah ada di bagasi mobil.” Mahen memberitahu.Ini pertama kalinya mereka jalan-jalan bertiga setelah menikah sekian lama. Wajar saja jika Maudy tidak memiliki kereta dorong bayi. Sebab, ia tidak pernah menggunakan dan membutuhkan itu. Bahkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status