Share

6. Masa Lalu Mahen

Author: Rich Ghali
last update Huling Na-update: 2025-05-28 01:19:07

Setelah seminggu lamanya meja makan terasa begitu sepi karena harus makan sendiri, kini Tama merasa senang karena Maudy sudah ikut bergabung dengannya di sana. Ia tidak lagi merasa kesepian seperti biasanya. Sebab, ada teman ngobrol untuk bertukar kata.

Perlahan wajah pucat itu bisa menghilang. Wajah cantik Maudy mulai terlihat segar. Meski kesehatannya belum pulih total.

“Kau bisa papa tinggal?” Tama bertanya dengan ragu saat ia tengah menikmati makan malam berdua bersama sang menantu.

Maudy mendongak, menatap dengan kening berkerut. Bingung akan pertanyaan Tama yang begitu ambigu.

“Lusa papa harus ke luar kota untuk mengurus pekerjaan.” Tama berucap dengan berat. Ia tahu Maudy belum bisa ditinggal. Namun, ia juga harus fokus dengan pekerjaan. Sebab, ia yang kini menjadi tulang punggung untuk menantu dan cucunya. Meski Maudy akan mendapatkan tunjangan dari pekerjaan Liam yang gugur di medan perang. Namun, tanggung jawab Liam kini berpindah ke tangannya.

Maudy hanya diam. Ia tidak bisa memberikan jawaban. Ia tidak bisa malarang karena tidak berhak untuk melarang. Namun, jika bisa meminta ia ingin agar sang mertua di rumah saja.

“Papa pergi cuma sebentar.” Tama menegaskan.

Maudy hanya menghela napas dengan kasar. Sebab, kalimat itu kalimat yang pernah ia dengar terlontar dari mulut Liam.

“Di sini ada Hanum sama Mahen yang bakal jagain kamu.”

Maudy tetap diam. Ia menunduk, menyembunyikan matanya yang telah memerah membendung air mata. Ia tidak ingin menangis lagi, tapi baginya berat jika harus ditinggal karena pekerjaan. Ia tidak ingin mertuanya pulang hanya tinggal nama seperti Liam. Ia tidak ingin kembali kehilangan.

“Pergi saja.” Mahen menimbrung pembicaraan. Lelaki itu ikut bergabung untuk makan malam. “Gak perlu minta izin sama Maudy. Dia gak berhak melarang. Dia bukan siapa-siapa di sini, harusnya dia sadar diri.” Mahen berucap dengan santai. Ia meraih piring, lalu mengambil hidangan dengan tenang.

Maudy bangkit berdiri, meninggalkan piringnya yang masih berisi banyak makanan. Ia baru melahap beberapa sendok saja. Ucapan Mahen memang benar, tapi Maudy juga punya perasaan yang harus dijaga. Apalagi ia yang baru kehilangan suami karena tuntutan pekerjaan.

Maudy melangkah dengan cepat menuju kamar. Ia usap pipinya yang sudah basah karena air mata. Mengunci pintu kamar dan merebahkan diri di samping Sean yang tengah terlelap. Dipeluknya tubuh mungil itu, lalu memejamkan mata. Berharap lekas tertidur agar ia tidak terlalu larut dalam tangisan.

Terdengar ketukan di pintu kamar beberapa saat setelah Maudy terpejam. Ia bangkit untuk duduk, diusapnya wajah untuk menghilangkan jejak tangisan. Lalu, beranjak untuk membukakan. Sosok sang mertua langsung menyambut setelah daun pintu terbuka.

“Boleh papa masuk?” Tama bertanya dengan senyum lembut terukir di bibirnya.

Maudy mengangguk. Membuka pintu lebar-lebar agar Tama bisa masuk. Pintu dibiarkan terbuka, sebagai pertanda bahwa mereka tidak melakukan apa pun di dalamnya.

Tama duduk di tepian ranjang setelah Maudy mengambil posisi duduk di sana. Ia tatap wajah sang cucu lamat-lamat. Wajah itu mirip sekali dengan Liam ketika kecil dulu. Bak buah pinang dibelah dua. Garis wajah mereka benar-benar sama. Seolah Sean adalah fotokopian ayahnya.

Mereka terdiam cukup lama dengan menatap bayi mungil itu.

“Jangan didengarkan apa kata Mahen.” Tama memecah keheningan di antara mereka. “Dia dulunya tidak seperti itu. Sifatnya berubah drastis setelah batal nikah lima tahun lalu. Tunangannya selingkuh dan tidur dengan lelaki lain. Hal itu membuat sifatnya berubah 180 derajat. Bukan hanya dari segi ucapan, tapi juga perilakunya yang benar-benar berubah. Dia seperti orang asing setelah kejadian itu.” Tama berucap dengan lemah. Matanya tampak berkaca-kaca mengingat apa yang terjadi di masa silam.

Maudy mendongak, ia tatap Tama lamat-lamat.

“Papa rindu masa lalu. Sewaktu Mahen dan Liam masih bersikap layaknya saudara. Mereka dulunya sangat dekat, sebelum Mahen berulah dan mereka jadi sering bertengkar. Dulu Mahen bekerja di rumah sakit dekat sini, tapi diberhentikan secara tidak terhormat karena terbukti melakukan pelecahan pada pasien.” Tama mulai bercerita.

“Liam menasehati Mahen agar lebih bisa menjaga kode etik sebagai nakes, tapi Mahen keras kepala. Tingkahnya semakin lama semakin memuakkan. Ia jadi sering tidur dengan wanita berbeda. Mengajak mereka untuk kencan satu malam. Bahkan tidak segan membawa wanita pulang dan tidur di kamarnya. Liam tidak terima karena Mahen mengotori rumah  dengan hal yang tidak senonoh, mereka jadi sering bertengkar karena masalah itu. Bahkan tidak segan untuk saling hajar. Papa membela Liam karena dia memang benar, tapi Mahen berpikir papa pilih kasih karena selalu membela Liam ketika mereka bertengkar. Mahen berpikir papa membela Liam karena karirnya sebagai aparat lebih cemerlang, sementara Mahen pengangguran setelah dipecat dari rumah sakit tempatnya bekerja.”

Maudy hanya diam mendengar.

“Puncaknya dua tahun lalu. Liam meminta Mahen untuk tidak pulang selama satu hari karena dia ingin membawamu ke sini untuk berkenalan dengan papa. Liam tidak ingin terjadi masalah karena Mahen memang tidak punya etika. Dia selalu menggoda wanita mana saja yang menurutnya menarik. Liam tidak ingin hal itu berakibat buruk pada hubungan kalian. Mahen menolak. Papa membujuk agar Mahen mengalah dan menuruti keinginan Liam. Mahen semakin marah karena diminta untuk selalu mengalah. Dia memukul papa, Liam tidak terima. Liam sampai membawa pangkatnya dan mengancam akan memenjarakan Mahen. Mahen marah besar, dia mengacak-acak seisi rumah. Meminta untuk putus hubungan.”

Maudy ingat, dulu beberapa kali Liam membatalkan janji untuk membawanya ke rumah dan berkenalan dengan papa Liam. Ia membatalkan janji dengan alasan pekerjaan.

“Mahen pergi dari rumah ketika dia marah. Dia tidak pernah kembali setelah itu, sekeras apa pun papa meminta. Selama Liam masih hidup, ia tidak ingin dianggap anak oleh papa. Selama Liam berada di rumah ini, ia tidak ingin menginjakkan kaki di sini.” Lelaki itu berucap dengan lemah.

Maudy hanya diam, sebab ia tidak tahu harus bersikap seperti apa.

“Liam sudah sering menasehati, mengajak untuk berdamai asal Mahen berhenti membuat ulah. Tapi Mahen tetap saja keras kepala. Ia selalu melakukan hal yang tidak diinginkan, sampai berakibat fatal pada nama baik perusahaan. Setiap kali ada rekan atau saudara yang berkunjung ke rumah, sikap buruk Mahen selalu dibicarakan setelah melihat fotonya yang terpajang di dinding. Beberapa kali papa dihina karena dianggap gagal dalam mendidik anak. Liam tidak suka papa dihina oleh siapa pun. Dia membuang semua foto Mahen, mengurus pemisahan KK untuk mengeluarkan nama Mahen di dalamnya. Mengungumkan jika papa cuma punya satu anak saja.”

Maudy menghela napas dengan kasar. Ia senang, sebab selama mendengar cerita sang mertua, ia hanya mendengar hal baik tentang mendiang suaminya. Itu pertanda jika memang Liam selalu melakukan hal baik selama hidupnya.

“Papa tidak tahu kapan papa mati. Papa cuma mau Mahen kembali seperti dulu lagi. Menjadi anak yang membanggakan keluarga. Berhenti bermain wanita, menikah, dan memiliki keluarga seperti Liam.” Tangis Tama akhirnya pecah. Sebagai orang tua, tentu saja ia merasa gagal dengan sikap Mahen sekarang. Ia mencemaskan masa depan Mahen. Siapa yang akan mengurusnya kelak jika ia tetap bersikap seperti itu.

“Dia pasti akan berubah, tidak sekarang, tapi nanti. Papa gak perlu khawatir.” Maudy berucap dengan lembut. Ia peluk sang mertua untuk menenangkan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 101. Akhir yang Bahagia

    Gedung itu didominasi oleh warna putih. Ada banyak bunga yang ditata di beberapa sudut ruangan. Maudy tampak begitu cantik dengan gaun yang ia kenakan. Rambutnya disanggul dengan poni yang menutupi jidat. Make up yang flawless semakin menambah tingkat kecantikan wanita itu.Sementara Mahen hanya mengenakan jas hitam dengan kemeja putih di bagian dalam. Terlihat begitu formal. Namun, tetap saja ia tampak begitu tampan. Mereka berdua berdiri di atas pelaminan dengan pisau pemotong kue yang digenggam berdua. MC memimpin acara, menghitung dari tiga hingga satu.Tampak ada banyak undangan di sana. Rata-rata bukan orang yang dikenal oleh Maudy ataupun Mahen. Tamu undangan pagi ini lebih banyak berasal dari orang-orang perusahaan yang memiliki hubungan baik dengan Tama. Tidak ada kado undangan sama sekali, sebab di kertas undangan tertulis agar tamu undangan tidak membawa kado. Tujuan diadakannya pesta bukan untuk meminta hadiah, tapi untuk berbagi kebahagiaan.Hanya ada beberapa orang dari

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 100. Fitting Gaun

    Mobil berwarna putih itu berhenti ketika mereka tiba di parkiran area makam. Mahen pulang jauh lebih awal hari ini, sebab ada janji dengan Maudy untuk ziarah dan fitting baju pengantin sepulang dari sana.Sudah lama sekali sejak terakhir Maudy datang mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Liam. Sebab, ia selalu merasakan luka sayatan di hatinya kembali terbuka setiap kali ia ke sana. Namun, kini situasinya sudah sedikit berbeda. Maudy sudah punya Mahen yang menempati kekosongan dalam hati dan jiwanya.Mahen turun dari mobil seraya menggendong Sean. Maudy menyusul dengan keranjang bunga dan sebotol air di tangan. Mereka melewati banyak makam lama sebelum akhrinya tiba di makam Liam. Kuburan itu tampak hijau dengan rumput yang begitu terawat. Di atas makan ada topi Liam dan juga fotonya dengan seragam militer.Ada rasa nyeri di dada ketika Mahen berlutut di dekat pusara adiknya. Menyesal, sebab tidak ada di saat-saat terkahir sang adik. Ia bahkan tidak hadir di saat pemakaman meski

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 99. Rencana Pesta

    Kalung berlian itu tampak begitu indah di leher jenjang milik Maudy. Warna dan modelnya sangat cocok untuk dia. Benda itu jadi semakin terlihat mewah karena dipakai oleh orang yang tepat.Tama memerhatikan, makan malam berlangsung dengan cukup hening tanpa suara selain denting sendok yang beradu dengan piring.“Kalungnya bagus.” Lelaki paruh baya itu memberikan pujian.Maudy menyentuh kalungnya, tersenyum seraya menoleh menatap Mahen.“Mas Mahen yang ngasih.” Wanita itu terlihat sangat senang saat memberitahu. Ia sangat suka semua hadiah yang ia terima dari Mahen, dalam bentuk apa pun itu.“Papa juga ada hadiah buat kalian.” Tama berucap dengan senyuman.“Papa harusnya tidak perlu repot seperti itu.” Maudy berucap demikian, tapi dalam hati sebenarnya ia tengah menunggu.“Sudah waktunya kalian menikah secara resmi. Kita adakan acara besar.” Tama memberikan usulan.Maudy menoleh menatap Mahen dengan sorot meminta pendapat.“Kapan-kapan saja, Pa. Belum ada uang.” Mahen memberikan jawaban

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 98. Anniversary

    “Loh, Pa. Kok pulang sendiri? Mas Mahen mana?” Maudy bertanya ketika mendapati hanya Tama yang pulang sore ini, sementara Mahen entah berada di mana.“Masih ada urusan katanya, jadi papa tinggal saja.” Tama menjawab dengan santai.Maudy menghela napas dengan kasar. Pikirannya mulai mengarah ke mana-mana. Sebab, teringat dengan wanita yang ada di kantor waktu itu. Ia mulai berpikir jika Mahen ada main belakang dengan wanita itu. Overthinking pun dimulai. Ia tidak bisa tenang sebelum mendapat kabar tentang sang suami. Entah Mahen sedang di mana dan tengah berbuat apa. Ada banyak kemungkinan buruk yang menguasai pikirannya.“Sayang, sini sama opa.” Rasa lelah karena penat bekerja selama seharian, menghilang menguar begitu saja setelah ia menatap sang cucu yang begitu lucu.Sean dengan perlahan menghampiri Tama. Kakinya sudah semakin kuat dalam melangkah. Langkahnya juga semakin lama semakin panjang.“Pa, titip Sean sebentar ya.” Maudy berucap dengan lembut, lalu beranjak pergi.Di dalam

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 97. Makan Siang di Kantor

    “Pa, ini benar?” Mahen bertanya seraya menunjukkan file yang tengah ia kerjakan.Di ruang kerja Tama kini ada dua meja yang bersisian, satu untuk Mahen dan satu lagi untuk dirinya. Dengan begitu, Tama bisa selalu mengawasi pekerjaan sang putra. Mahen juga bisa dimudahkan, sebab bisa langsung bertanya pada orangnya.“Ini kamu salah masukin datanya. Harusnya begini.” Tama menjelaskan, berusaha mengajari dengan penjelasan yang mudah dimengerti.Mahen ngangguk-ngangguk tanda mengerti. Lelaki itu mulai kembali fokus mengerjakan tugasnya. Ia selalu saja tampak serius ketika bekerja. Tidak ada yang bisa merusak fokusnya sama sekali.Pintu ruangan terdengar diketuk dari luar. Disusul daun pintu yang terbuka dengan kemunculan Maudy di baliknya.“Mas.” Maudy memanggil dengan penuh kelembutan. Ia duduk di sofa, menaruh rantang yang ia bawa di meja.“Cuma Mahen yang disapa?” Tama berkomentar.“Pa.” Maudy tersenyum menyapa sang bapak mertua.Pintu kembali terdengar diketuk dari luar, disusul oleh

  • Hasrat Terlarang Abang Ipar   Part 96

    Maudy tampak begitu cantik mengenakan dress vintage bunga-bunga berwarna putih dengan kombinasi kekuningan. Rambutnya ia ikat dengan rapi, sementara poninya ia biarkan menutupi jidatnya. Make tipis-tipis dan natural semakin membuatnya bertambah cantik.“Sudah, Sayang?” Mahen bertanya ketika ia kembali masuk ke kamar untuk menjemput kunci mobil.Maudy mengangguk dengan lembut. Ia bangkit berdiri dari kursi rias untuk meraih tasnya.“Tidak perlu bawa gendongan.” Mahen berucap ketika Maudy meraih kain gendongan yang ada di ranjang.“Kenapa?” Maudy menatap dengan sorot penuh tanda tanya. Sebab, akan sedikit merepotkan jika mereka jalan-jalan tanpa membawa gendongan. Ia akan dangat kelelahan menggendong Seon tanpa bantuan.“Aku baru beli stroller, itu udah ada di bagasi mobil.” Mahen memberitahu.Ini pertama kalinya mereka jalan-jalan bertiga setelah menikah sekian lama. Wajar saja jika Maudy tidak memiliki kereta dorong bayi. Sebab, ia tidak pernah menggunakan dan membutuhkan itu. Bahkan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status