Kami kelelahan sehabis bertempur semalaman. Mas Dika dan aku tertidur pulas di kamarku. Kami saling berpelukan layaknya pengantin baru. Kami berpelukan dalam keadaan telanjang yang hanya ditutupi oleh selimut.
Ditengah malam aku merasakan kembali ada yang sedang menciumi dadaku. Antara sadar dan tidak, aku meresakan ada yang menyetuh selangkanganku. Ada tangan yang mengusap - usap tubuhku dan juga ciuman dileherku. Aku terbangun dan perlahan kubuka mataku. Mas Dika sekarang kembali mencumbuku. Dia menciumi leherku hingga dadaku. Tak ada yang dilewatkannya, hingga kupingku pun diciuminya. "Oohh mas Dika!" Lirihku keenakkan. Mas Dika tak memperdulikannya. Dia terus menciumi leherku dan menggigit - gigit kecil hingga meninggalkan bekas disana. Sekarang mas Dika tepat berada diatasku. Dia menindih tubuhku dalam keadaan telanjang. Aku sangat menikmati setiap apa yang dia lakukan. "Mas Masukim lagi ya!" Mas Dika berniat untuk menusukku lagi dengan batang supernya. Dia kemudian memberikan air ludahnya dan mengusapkan ke kemaluannya itu. Sekarang dia sudah siap untuk memasukannya. "Aahh...!" Aku menahan pinggul mas Dika karena masih merasakan perih. "Pelan Mass!!!" Kurasa lubangku masih sempit dan tak bisa dilalui batang kemaluan mas Dika. Tapi mas Dika memaksa untuk memasukannya. Hingga membuatku merasakan perih. "Perih Mas! Sakiiitt!!!" "Sabar dulu sayaang! Bentar lagi bakalan enak kok! Kamu tahan ya! Dikit lagi pasti merasakan nikmatnya sodokan barang Mas!" Mas Dika terus menggenjotku. Kurasakan sesak di dalam lubang kemaluanku. Dan benar saja, batang mas Dika telah masuk hampir seluruhnya kedalam lubangku. Kurasakan ada darah yang mengalir lagi di celah belahan selangkanganku. Aku terpaksa menahan perihnya ditusuk - tusuk senjatanya mas Dika. Air mataku tak terasa sudah mengalir di pipi. Aku meringis kesakitan. "Sudah Mas! Sakiiit...! Perih Maass! Barangnya Mas sangat besar! Serasa merobek belahan selangkanganku Mas!" "Sabar sayaang! Sebentar lagi bakalan enak kok! Kamu tahan dulu!" "Tapi sakiiit Masss!!!" "Itu karena lubang mu masih sempit sayaaang! Sebentar lagi pasti akan terasa pas! Dan akan terasa enak sayang! Percaya sama Mas!" Akupun menurut saja ketika mas Dika menyuruhku menahan sakit. Aku hanya bisa pasrah menahan setiap sodokan senjata mas Dika. Mungkin hampir 15 menit aku menahan perih. Tapi lama kelamaan, rasa sakit itu mulai hilang. Rasa sakit dan perih yang aku rasa berubah enak dan nikmat. Aku mulai mendesah nikmat setiap sodokan mas Dika. "Oohhh.... Oohhh... Enak Mas! Lagi Mas! Terus!!! Yang kuat Mas! Lagi Mas! Lagi dalam lagi!" Aku meracau membuat mas Dika makin semangat. Aku menggoyangkan pinggulku untuk membantu mas Dika mencapai kenikmatan yang maksimal. Sungguh luar biasa permainan mas Dika. Batang kemaluannya itu memang super. Hampir setengah jam mas Dika menggenjotku. Tapi dia masih saja kuat dan tahan lama. Aku yang sudah mulai menikmati setiap genjotan mas Dika, sekarang sudah merasa ada yang aneh di tubuhku. Badanku mulai gemetaran, selangkanganku mulai sangat terasa geli - geli nikmat. Aku mencapai kenikmatan yang maksimal. Bersamaan dengan setiap genjotan mas Dika, aku merasakan ada yang ingin keluar di lubang selangkangan. Berasa ingin pipis, tapi bukan air seni. Belahanku sekarang makin becek dan mengeluarkan bunyi. Plokk plokk plokk... "Enak Mas! Yang kuat Mas! Ayo Mass! Lebi cepat Mas! Ah ah ah... Aaaahhhh....!" Aku melenguh kencang. Aku telah mencapai puncaknya. Aku merasa seluruh tubuhku gemetaran. Tubuhku serasa lelah, tapi mas Dika masih menggenjotku. Mungkin hampir sejam kami bergelenjotan di ranjang. Ku lihat nafas mas Dika mulai tak terkendali. Dia terengah - engah sambil menggenjot selangkanganku. Di akhir mas Dika mencapai puncaknya, mas Dika langsung mencabut batang pusakanya. Kemudian dia kembali masturbasi di atas ku. Benar saja, mas Dika mencapai puncaknya dan menyemprotkan kembali cairan putih kentalnya. Kali ini tepat mengenai wajahku. Aku menikmati setiap tetes yang dikeluarkan kemaluan mas Dika. Aku merasa sangat puas dengan permainan mas Dika. Dan tak terasa aku kembali tertidur akibat kelelahan digenjot mas Dika hampir sejaman. Kami kembali tertidur bersama. Kali ini kami tidak saling berpelukan. Tubuh kami sangat kelelahan. Bahkan untuk membersihkan diri saja kami tidak sanggup. Dan lebih memilih tidur bersebelahan. *** Alarm ku telah berbunyi, itu bertanda hari sudah menunjukan pukul 06.00. Aku segera bangkit dan menoleh kesamping. Kulihat mas Dika masih tertidur pulas dalam keadaan telanjang. Tubuhnya sangat seksi sekali. Aku tersenyum memandang tubuhnya itu. Aku tak pernah menyangka akan tidur dengan abang iparku sendiri. Aku kemudian turun dari ranjang tempat tidurku. Ku cari handuk untukku segera mandi. Aku berjalan sedikit agak mengangkang. Aku masih sedikit merasa perih. Aku berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarku. Di dalam kamar mandi, kembali kuputar kran air sehingga keluar air dari shower kamar mandiku. Ku basahi tubuhku dengan air yang mengalir itu. Kurasakan ada rasa perih di sekitar selangkanganku waktu terkena air shower. Ku coba melihat, ada tetesan darah yang mengalir mengikuti aliran air dipahaku. Mungkin itu darah keperawananku yang telah aku berikan pada mas Dika. Aku tersenyum bahagia memberikannya pada mas Dika. Karena aku merasa, kalau aku mencintai suami dari kakak kandungku. Aku rela menjadi orang kedua kakakku. Dan aku juga rela menjadi pemuas nafsu abang iparku jika ia tidak dapat memperolehnya dari kakakku. Aku siap menggantikan peran kakakku diatas ranjang. *** Aku buru - buru berangkat ke sekolah. Kubangunkan mas Dika yang masih terlelap di ranjang tempat tidurku. "Mas! Mas Dika! Bangun Mas! Aku mau berangkat sekolah dulu Mas!" Eengmmm.... Mas Dika menggeliat bangun tidur. "Kamu mau pergi El?" "Iya Mas! Aku berangkat sekolah dulu!" Mas Dika tersenyum padaku. Dari tatapannya, dia pasti sangat bahagia saat ini. Aku juga merasa senang telah membuat mas Dika bahagia. "Kenapa Mas? Kok senyum - senyum?" Mas Dikapun menggelengkan kepala. "Nggak kok El! Mas cuman lagi bahagia saja! Coba dari dulu kita bisa seperti ini!" Mas Dika kemudian kembali merangkulku sehingga ku jatuh kepangkuannya. Mas Dika kemudian mengoba menciumku bibir ku kembali. "Sudah ah Mas! Aku mau sekolah!" "Sebentar saja kok!" "Jangan Mas!" Aku kembali bangun san segera kurapikan kembali bajuku. "Elsa...! Sekali lagi makasih ya! Mas sangat menikmati malam indah ini berdua denganmu!" Aku memberikan senyuman pada mas Dika. "Mas Berharap, Mas akan tetap bisa merasakan hal - hal indah seperti ini lagi El!" "Jangan berharap berlebih Mas! Mas itu masih milik mbak Lara! Kita melakukannya cukup sekali ini saja Mas! Aku nggak mau kalau sampai mbak Lara tahu tentang kita pernah tidur bareng Mas!" "Mas tahu Elsa! Mas juga akan menyimpan rahasia ini! Tapi selama Mbak mu keluar kota, kamu mau kan melakukannya lagi dengan Mas? Mas janji! Sampai Mbak mu kembali El!" Akupun tersenyum mengangguk mengiyakan permintaan mas Dika. Mumpung mbak Lara pergi, kami mengambil kesempatan ini untuk bercinta. Aku tahu kalau ini salah, tapi hatiku tidak bisa bohong. Aku juga menyukai permainan ini. Hari ini kami membuat sebuah janji. Hubungan terlarangku dengan mas Dika akan berakhir sampai mbak Lara kembali pulang. Aku nggak mau mbak Lara tahu rahasia ini. Aku mengagumi mas Dika dan sangat menyukainya, tapi mbak Lara adalah kakakku. Aku sangat menghormatinya dan juga sangat menyayanginya. Aku juga tidak ingin mbak Lara sakit hati. Aku hanya ingin menikmati suami dari kakakku tanpa harus mengambilnya dariku.Aku dan mas Dika segera masuk ke dalam rumah. Setelah mencoba untuk menerima semua yang telah terjadi dan berusaha untuk mengulang kembali lembaran baru. Seperti mas Dika dan mbak Lara yang membuka lembaran baru kembali dan melupakan kejadian yang lama. Aku merasa sedikit tenang dan lega lagi setelah mendengar dan bercerita dengan mas Dika di dalam mobil tadi. Untungnya tadi nggak ada mobil bergoyang walaupun aku sedikit berharap sih. Tapi ya sudahlah, mungkin mas Dika sudah sadar dan memilih untuk berbaikan dengan mbak Lara. Aku tidak masalah. Yang penting masDika dan mbak Lara bahagia. Itu sudah cukup bagiku. Perjalananku masih panjang untuk menemukan cinta sejati ku. Mungkin saja Revan yang menjadi cinta sejati ku. Aku akan menerima Revan dalam hidupku. Walau Revan bukan kriteriaku, tapi aku tak masalah.Revan sangat baik padaku.Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Aku ingin merilekskan diri dengan air yang hangat. Aku ingin merenggangkan seluruh otot - ototku y
Suasana kembali canggung antara aku dan mas Dika. Kali ini bukan tentang mbak Lara, tapi kali ini adalah tentang Revan yang baru mas Dika ketahui menjadi pacarku. Mas Dika tidak mau membuka pembicaraan denganku. la lebih memilih diam dan tak mengeluarkan kata - kata sedikitpun."Mas! Mas marahya?" Tanyaku yang mencoba memulai pembicaraan."Nggak! Kenapa Mas harusmarah?" Elak mas Dika balik."ltu mas Dika diam saja dari tadi!" Balas ku. "Nggak kok! Mas biasa saja! " Ujar mas Dika lagi. Suasana kembali sunyi sepi. Hanya suara kendaraan yang lalu lalang yang aku dengar. Mas Dika sepertinya benar - benar cemburu. la bahkan tidak seperti yang tadi. Mas Dika yang rewel sudah tidak ada lagi suaranya aku dengar saat ini."Revan itu orangnya yang mana?" Setelah sekian lama diam, akhirnya mas Dika membuka suara lagi. Walau hanya sebuah pertanyaan, tapi terlihat jelas kalau mas Dika sebenarnya memang lagi cemburu."Itu! Yang dulu pernah ngantar aku ke rumah!" Jawabku singkat."Yang mana?"
"El! Kamu mau makan apa?" Tanya mas Dika padaku yang sedang menyetir."Terserah!" Jawabku."Kalau makan soto gimana?" Tanya mas Dika memberi usulan."Nggak mau Mas! Cuaca lagi panas!" Jawabku menolak."Loh! Katanya terserah! Sudah dipilihkan, malah menolak!" Ucap mas Dika."Ya selain soto lah Mas! Gimana sih? Nggak peka amat!" Balasku judes."Kalau begitu kita makan sate saja El! Gimana?" Ucap mas Dika kembali sambil memberi ide."Nggak ah Mas! Perutku lagi mules. Aku diare!" Ucapku kembali menolak usulan mas Dika."Oh. Kalau junk food?" Tanya mas Dika memberi usulan lagi."Nggak ah Mas! Nggak sehat!""Kalau japanese food?""Aku nggak suka Mas!""Korean food?""Juga nggak suka Mas!""Pizza?""Apalagi itu Mas! Aku nggak suka!""KFC? Macdonald? Burger King?....""Aku nggak suka Mas! Cari tang lain saja!" Ucapku yang menolak semua usulan dari mas Dika."Katanya terserah! Mas pilihkan, kamu malah tolak semua? Jadi kamu maunya makan apa?" Tanya mas Dika yang sudah putus asa."Nasi goreng!"
Aku segera buru-buru untuk pergi ke sekolah. Aku rasa aku sudah terlambat untuk pergi ke sekolah. Aku segera keluar dan berlari keluar."El! Mau kemana?" Tanya mas Dika yang melihatku sedang tergesa-gesa."Mau kemana lagi Mas! Ya ke sekolah lah! Mas nggak lihat aku sudah terlambat!" Ucapku sambil mengomel."Oh sudahlah!" Ucap mas Dika."Aku pergi dulu Mas!" Ucapku pamit pada mas Dika. Aku segera menuju mobilku dan segera tancap gas. Aku saking takutnya telat, aku tidak sempat untuk memanaskan mobilku. Aku tak peduli, yang penting aku dengan cepat sampai di sekolah."Sial! Aku kenapa bisa telat bangun gini? Mas Dika juga tidak membangunkan ku!" Aku mengomel seorang diri. Dan sesekali melihat jam yang ada di tanganku."Aduhhh... Sudah jam delapan ini! Aku sudah fix ini telatnya. Mana guru piketnya yang paling galak lagi! Belum lagi tingkahnya yangcabul! Habis aku dibikinnya!" Akumakin gemetaran karena takutterlambat.Aku segera ngebut membawa mobilku. Dengan keahlian mengendarai ku,
Mas Dika terlalu dekat denganku. Wajahnya yang manis, ditambah dengan penerangan dari ponsel. Itu membuat mas Dika makin ganteng menurutku. Aku tak sabar lagi ingin melumat bibirnya itu dengan segera. Sepertinya candu dalam diriku sangat susah hilang. Karena ada saja kesempatan untukku bisa berduaan dengan mas Dika.Dengan jarak sedekat ini, aku bisa saja melayangkan ciumanku pada mas Dika. Abang ipar aku itu benar - benar menggoda. Aku yakin, siapapun dalam kondisi ini tidak akan bisa bertahan untuk segera melumat bibir indah milik mas Dika itu."Mas Dika benar - benar sempurna!" Pujiku dalam hati. Seketika aku kembali tersadar kalau aku tidak boleh terbawa godaan. Namun setan dalam hatiku terus berbisik untuk segera mencumbu mas Dika yang sedang konsentrasi itu. Imanku seakan naik turun secara drastis."El! Sekarang kamu ngerti kan?" Tanya mas Dika yang seketika lamunanku jadi buyar."Eh iya Mas! A ha!" Jawabku tiba - tiba."Apanya yang ita El?" Tanya mas Dika kembali."Itu... A...
Aku memutuskan menerima bantuan mas Dika untuk menyelesaikan tugas fisika yang membuat otakku buntu itu. Tapi aku masih berusaha untuk menahan diri agar tidak terlalu dekat dengan mas Dika. Karena kalau sampai aku dekat - dekat dengannya, aku pasti akan tergoda lagi. Apalagi pesona mas Dika sudah meracuni pikiranku."Ayo geser sini! Ngapain jauh - jauhan begitu duduknya? Mas susah untuk menjelaskan sama kamu! Sudah dekat saja otakmu masih susah menerima penjelasan dari Mas! Apalagi kalau jauh begitu duduknya!" Ucap mas Dika yang memintaku untuk mendekat duduknya dengan dirinya."Iya iya!" Ucapku judes. "Makin dekat duduknya makin nggak bisa otakku menerima pelajaran darimu Mas!" Ucapku dalam hati. Aku kemudian menggeser dudukku dekat mas Dika. Kemudian mas Dika mengambil buku ku dan mempelajarinya terlebih dahulu lalu mengajarkan kembali padaku."Sini bukunya! Mas pelajari dulu sebentar!" Ucap mas Dika yang langsung mengambil bukuku dari tanganku. Aku membiarkan mas Dika mempelajari s