Aku merasakan betapa rakusnya mas Dika mencium bibirku. Dia melumat bibir ku seakan dia sudah lama tak bercinta. Tangan mas Dika sudah mulai bergerilya di tubuhku. dia mengangkat pakaianku yang malam itu hanya pakai mini dress. Aku sudah tak peduli lagi dengan apapun. Kami berpelukan dan berciuman sangat lama. Sekalarang tangan mas Dika sudah menyentuh bagian dalam punggungku. Tangannya terus kebawah meremas bokongku yang hanya pakai CD.
"Ouhmm...." Aku mengerang. Mas Dika menghentikan ciumannya. Dia kembali menatap wajahku dan aku juga menatap wajahnya. Kami saling berpandangan. Wajah mas Dika sangat rupawan. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami waktu itu. Kemudian tiba - tiba mas Dika membopongku. Dia membawaku ke kamarku. Diperjalanan pergi ke kamar kami terus bertatap - tatapan. Akhirnya kami sampai ke kamarku. Mas Dika membaringkan tubuhku ke ranjang tempat tidur. Ia kemudian membuka baju kaosnya dan terlihat dadanya yang bidang. Kini diapun membuka celananya dihadapanku. Terlihat jelas olehku,mas Dika sekarang hanya memakai kolor ketat pembungkua kemaluannya. Tercetak jelas gundukan dibalik celana dalam ketatnya itu dan ada yang menyembul keluar kepala batang kemaluan mas Dika. Aku sangat kaget melihat ukuran kemaluan mas Dika. Sekali lagi aku melihat kemaluan itu yang seperti pentungan setelah kejadian mas Dika bermasturbasi sendirian di sofa ruang tamu, setelah ia berantem dengan mbak Lara. Kembali tak ada kata yang keluar dari mulut kami. Mas Dika yang sudag setengah telanjang itu, menghampiriku yang terbaring di ranjang. Mas Dika meraih tubuhku, ia membuka seluruh pakaianku. Kini aku hanya memakai BH dan celana dalam. Mas Dika itupun kembali membuka celana dalam ku dengan menariknya kebawah. Kini terlihat sudah belahan selangkanganku yang ditumbuhi bulu - bulu halus. Aku sedikit malu dan berusaha menutupinya dengan tanganku. Tapi mas Dika menepis tanganku dengan halus. Tak kusangka, mas Dika mendekatkan wajahnya menghadap selangkanganku. Dia kemudian menjilati belahanku dengan lidahnya. Rasanya sangat nikmat saat lidah mas Dika menyentuh area sensitifku. Tanpaknya mas Dika sudah paham dimana letak area sensitif wanita. Dia terus belahan v*ginaku dan menggigit - gigit kecil klitorisku. "Ouhh Masss....! Aahhh...." Aku mendesah. Pinggulku bergoyang dengan sendirinya mengikuti ritme setiap jilatan mas Dika. Sekarang lidah mas Dika mencoba untuk masuk kedalam celah sempit itu. "Oohhh.... Enak Masss!!!" Aku meremas rambut mas Dika. Aku sangat menikmati sensasi oral seks yang diberikan mas Dika padaku. Tak bisa aku ungkapkan dengan kata - kata betapa enaknya jilatan mas Dika. Dia begitu memahami setiap detail apa yang aku sukai. Area kewanitaanku sekarang sudah basah dan becek akibat dari jilatan mas Dika. Mas Dika sepertinya sudah tak tahan untuk segera memasukan pentungan supernya itu. Dengan ukuran yang luar biasa itu, mas Dika tampak makin gagah dan terlihat sekali kelaki - lakiannya. Dia membuka pembungkus batang kemaluannya itu. Kini mas Dika sudah telanjang bulat dengan pentungan yang menjuntai. "Elsa... Kamu masih perawan ya?" Akupun mengangguk. Aku memang belum pernah berhubungan badan dengan pria manapun sebelumnya. Kalaupun berciuman, itu hanya aku lakukan dengan mantan kekasihku dulu waktu masih kelas dua SMA. "Kamu tahan ya! Ini akan terasa sakit sedikit. Nanti lama - lama akan terasa enak kok!" Mas Dika meyakinkanku. "Iya Mas. Nggak apa - apa! Mas masukin saja!" Pintaku pada mas Dika. Mas Dika kemudiang menggosok - gosokan kepala pentungannya itu yang besar. Seakan bersiap - siap menerobos celah sempit di selangkangan ku itu. Cukup susah mas Dika memasukkan kemaluannya itu. Lubangku sangat sempit sekali, sepertinya tidak akan muat dengan ukuran barang yang super milik mas Dika itu. Tapi mas Dika sudah ahli dalam hal itu, Dia terus menggosok - gosokkan kepala pentuangannya itu. Sehingga kepalanya bisa masuk sedikit karena memang celah itu sudah licin karena jilatan mas Dika. "Aaww...!" Aku merasa sedikit kesakitan saat pentungan itu mencoba menerobos pertahananku. "Sakit ya Elsa?" Mas Dika sepertinya mendengarkam ku. "Iya Mas. Sakit sedikit! Pelan - pelan ya Mas!" "Iya El. Kamu tahan ya!" Mas Dika terus melanjutkan kembali. Dia terus menekan kepala kemaluannya itu. Sehingga masuk beberapa cm kedalam lubangku. Ia tidak berani memasukan lebih dalan lagi. Karena ia tahu aku pasti akan lebih kesakitan lagj. "Aaww... Sakit Mas! Pelan- pelan Mas!" Aku mengerang kesakitan dan mencoba menahan pinggul mas Dika. "Sabar Sayang!" Mas Dika kemudian kembali melumat bibirku. Dia mencoba membuatku lebih rileks lagi, agar aku tak merasa kesakitan lagi. Kemudian mas Dika kemudian meremas gundukan di dadaku. Ia melepas BH ku, ia memaikan jari - jarinya pada ujung gungung kembarku. Ia memilin - milin dan mencubit lembut ujungnya. Itu membuatku keenakan dan sedikit rileks. Dia menindihku dengan kemaluannya yang berada di dalam lubang kewanitaanku dan bibirnya menciun bibirku. Serta tangannya ikut meremas - remas dadaku. Rasanya sangat nikmat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Setelah aku cukup rileks dan tenang, mas Dika kemudian mulai menggenjotku. Kurasakan ada darah yang keluar dari lubang kewanitaanku. Itu pasti selaput daraku yang robek akibat dihunus senjatanya mas Dika. Walaupun aku area kewanitaanku mengeluarkan darah dan sedikit sakit. Tapi aku sudah mulai tenang, sehingga senjata mas Dika lebih leluasa keluar masuk di area kewanitaanku. Sekarang mas Dika mulai memperceoat ritme sodokannya. Aku sedikit merasa kesakitan, tapi sangat enak. Aku menggigit bibirku untuk menahan sakitnya sodokan senjata mas Dika yang makin kencang menyodok pertahananku. "ehmmm...hhmmm...hmmm... Sakit Mas! Ohh...Aahhh... Enak Mas!" Aku meracau tak karuan. Kulihat mas Dija juga begitu menikmati tubuhku. Dia makin kuat menggoyangkan pinggulnya. Walau senjatanya tidak masuk semua kedalam lubangku, tapi itu sudah cukup membuat kami melayang. Kurasa ada darah yang terus mengalir seiring sodokan senjata mas Dika. "Oohh... Enak sekali lubangmu Elsa! Sudah lama Mas nggak pernah merasakan lubang yang sesempit ini! Enak sayang!!! Ohhh... Ohhh...!" Mas Dika sangat beruntung dapat menikmati keperwananku. Mas Dika adalah orang yang pertama mendapatkan lubangku yang dalan keadaan masih tersegel. Mas Dika lah yang membuka segelnya. Mas Dikalah pria yang beruntung mendapatkannya. Aku ikhlas memberikan keperawananku pada mas Dika. Mas Dika sangat menikmati sekali tubuhku. Dia terus menggenjot dengan ritme yang makin lama makin kuat. Mas Dika seperti mendapatkan sebuah maninan baru. Dia tampak begitu bahagia. Dia begitu tampak lepas menikmati setiap detik adegan yang terjadi. Mas Dika makin terlihat makin seksi dengan goyangannya. Terlihat tubuh mas Dika mengkilat bermandikan keringat. Bau keringatnya sangat menggoda. Aku sangat menikmati bau keringatnya mas Dika. Dia begitu terlihat hot. Dia laki - laki yang luar biasa. Mas Dika sepertinya akan mencapai puncaknya. Suaranya makin berat dan nafasnya makin terengah - engah. Mas Dika membuka mulutnya. "Oh oh oh... Oh oh oh..." Desah mas Dika. Gerakannya makin cepat dan benar saja mas Dika akan ejakulasi. Dia kemudian mencabut kemaluannya itu dan ia kemudian bermasturbasi tepat di dadaku. Aku melihat mas Dika sangat keenakan. Dia memejamkan matanya menikmati setiap kocokan tangannya. Kulihat di kepala senjatanya itu ada noda darah bekas darah yang keluar dari sobekan selaput daraku. Tak butuh lama mas Dika mengeluarkan cairan putih kental yang menetes di area dadaku dan sedikit mengenai wajahku. Wanginya seperti bau pandan. Tidak, baunya lebih dekat kepada bau selai roti yang biasa kami makan waktu sarapan. Aku menikmati semprotan cairan senjata mas Dika. Sekarang mas Dika tergolek lemas di sampingku. Dia memejamkan matanya di sampingku. Aku segera membersihkan diri dan melap semua cairan yang dikeluarkan mas Dika tadi. Kemudian setelah itu aku memeluk tubuh mas Dika. Mas Dikapun kemudian merangkulku dan mengecup keningku. . "Makasih ya Elsa! Mas sudah lama tidak merasakan hal seperti ini dari Mbak mu! Terima kasih kamu telah membuat Mas bahagia malam ini!" Aku hanya diam memeluk tubuh mas Dika. Entah aku salah atau tidak, yang pasti aku tak menyesal dengan apa yang kami lakukan malam itu. Aku memang menyayangi mas Dika. Tapi aku juga sebenarnya tidak ingin menyakiti mbak Lara. Biarlah ini akan menjadi rahasia kami berdua dengan mas Dika. Aku rela dan ikhlas menjadi tempat pelampiasan nafsu mas Dika.Aku membiarkan Revan bereaksi seperti orang ayan. Aku tahu ia pasti sudah tak sabar menginginkannya. Aku dengan lihai memainkan tubuhku dan meraba dadaku di depan Revan. Mata Revan seperti tak berkedip menatap tubuhku yang hanya memakai celana dalam G-string berwarna hitam itu. Aku bahkan memainkan selangkanganku dengan jari telunjukku. Mengusap-usap belahan selangkanganku itu. Revan makin tergoda, nafsunya sudah tak terkendali lagi. Ia mencoba melepaskan ikatannya itu, tapi aku mengikatnya adengan kuat. Sehingga ia tidak bisa melepaskan dengan mudah.Aku terus lenggang lenggok di depan Revan. Aku pikir aku berbakat juga menjadi perempuan nakal. Aku melihat Revan yang melotot itu dengan senyuman menggoda."Ahh sayang…!" Aku kemudian merunduk dan mengusap-usap dadaku dan memperlihatkan pada Revan. Revan berusaha mati-matian melepaskan ikatanku, karena sudah tidak bisa tenang dan sabaran lagi."Aku mohon sayang! Ayo berikan kepadaku! Pay*daramu itu sangat menggoda sayang! Mendekat lag
Revan sempat merajuk padaku. Ia termakan omongan Lusi dan Bibi yang tak sengaja melihat aku dan mas Dika sedang jalan berdua. Setelah aku mencoba menjelaskan apa yang dikatakan Lusi dan Bibi itu hanya salah paham. Akhirnya Revan mengerti, tetapi ia meminta satu syarat agar dia mau memaafkan dan melupakan itu semua."Aku mau kok maafkan kamu! Tapi ada syaratnya!" Ucap Revan dengan senyuman imutnya."Syarat? Kok pakai syarat segala?" Tanyaku yang merasa heran dengan Revan. Aku melihat Revan dengan wajah gantengnya memasang muka memelas lagi."Kalau kamu nggak mau, aku ngambek lagi loh!" Balas Revan lagi."Iya - iya deh!" Aku memenuhi permintaan syarat dari Revan. Dengan senyum - senyum Revan berbisik di telingaku. Bisikan Revan membuatku mataku terbelalak. Aku tak menyangka Revan dengan berani meminta itu secara langsung padaku. Aku nyengir - nyengir mendengar perkataan Revan."Ok deh! Tapi aku juga ingin satu syarat untukmu!" Ucapku pada Revan."Syarat apa yang?" Tanya Revan dengan pen
"Ah enak Mas!" Ucapku pada mas Dika yang kelepasan."Enak apaan sih? Otakmu lagi konslet ya?" Tanya mas Dika heran dengan tingkahku."Pijatan Mas yang enak maksudku!" Jawabku. Mas Dika kemudian tetap melanjutkan pijatannya."Mas!" Panggilku pada mas Dika. "Apa?" Tanya mas Dika."Mas kalau buka tempat pijatan laku tuh Mas!" Jawabku pada mas Dika."Oh ya? Pijatan apa tuh El?" Tanya mas Dika yang sudah kegirangan aku puji."Pijatan plus - plus!" Jawabku lagi."Anjriiiit...!" Mas Dika langsung menempeleng kepalaku dari belakang."Sakit tahu Mas! Mas ini hobi banget menempeleng kepala aku!" Ucapku ketus."Kamu itu! Asal bicara saja sama Mas! Terus kalau Mas yang buka usaha pijatan plus - plus, kamu yang jadi pelanggannya?" Tanya mas Dika ketus."Iya Mas! Pelanggan tetap! Dan hanya aku satu - satunya pelanggan Mas! Karena cuman aku yang memuji Mas!" Jawabku sambil ketawa."Terserah kamu saja lah El! Yang penting kamu senang dan Mas tersiksa, tidak mengapa!" Ucap mas Dika ngambek."Kok mas
Aku dan mas Dika segera masuk ke dalam rumah. Setelah mencoba untuk menerima semua yang telah terjadi dan berusaha untuk mengulang kembali lembaran baru. Seperti mas Dika dan mbak Lara yang membuka lembaran baru kembali dan melupakan kejadian yang lama. Aku merasa sedikit tenang dan lega lagi setelah mendengar dan bercerita dengan mas Dika di dalam mobil tadi. Untungnya tadi nggak ada mobil bergoyang walaupun aku sedikit berharap sih. Tapi ya sudahlah, mungkin mas Dika sudah sadar dan memilih untuk berbaikan dengan mbak Lara. Aku tidak masalah. Yang penting masDika dan mbak Lara bahagia. Itu sudah cukup bagiku. Perjalananku masih panjang untuk menemukan cinta sejati ku. Mungkin saja Revan yang menjadi cinta sejati ku. Aku akan menerima Revan dalam hidupku. Walau Revan bukan kriteriaku, tapi aku tak masalah.Revan sangat baik padaku.Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Aku ingin merilekskan diri dengan air yang hangat. Aku ingin merenggangkan seluruh otot - ototku y
Suasana kembali canggung antara aku dan mas Dika. Kali ini bukan tentang mbak Lara, tapi kali ini adalah tentang Revan yang baru mas Dika ketahui menjadi pacarku. Mas Dika tidak mau membuka pembicaraan denganku. la lebih memilih diam dan tak mengeluarkan kata - kata sedikitpun."Mas! Mas marahya?" Tanyaku yang mencoba memulai pembicaraan."Nggak! Kenapa Mas harusmarah?" Elak mas Dika balik."ltu mas Dika diam saja dari tadi!" Balas ku. "Nggak kok! Mas biasa saja! " Ujar mas Dika lagi. Suasana kembali sunyi sepi. Hanya suara kendaraan yang lalu lalang yang aku dengar. Mas Dika sepertinya benar - benar cemburu. la bahkan tidak seperti yang tadi. Mas Dika yang rewel sudah tidak ada lagi suaranya aku dengar saat ini."Revan itu orangnya yang mana?" Setelah sekian lama diam, akhirnya mas Dika membuka suara lagi. Walau hanya sebuah pertanyaan, tapi terlihat jelas kalau mas Dika sebenarnya memang lagi cemburu."Itu! Yang dulu pernah ngantar aku ke rumah!" Jawabku singkat."Yang mana?"
"El! Kamu mau makan apa?" Tanya mas Dika padaku yang sedang menyetir."Terserah!" Jawabku."Kalau makan soto gimana?" Tanya mas Dika memberi usulan."Nggak mau Mas! Cuaca lagi panas!" Jawabku menolak."Loh! Katanya terserah! Sudah dipilihkan, malah menolak!" Ucap mas Dika."Ya selain soto lah Mas! Gimana sih? Nggak peka amat!" Balasku judes."Kalau begitu kita makan sate saja El! Gimana?" Ucap mas Dika kembali sambil memberi ide."Nggak ah Mas! Perutku lagi mules. Aku diare!" Ucapku kembali menolak usulan mas Dika."Oh. Kalau junk food?" Tanya mas Dika memberi usulan lagi."Nggak ah Mas! Nggak sehat!""Kalau japanese food?""Aku nggak suka Mas!""Korean food?""Juga nggak suka Mas!""Pizza?""Apalagi itu Mas! Aku nggak suka!""KFC? Macdonald? Burger King?....""Aku nggak suka Mas! Cari tang lain saja!" Ucapku yang menolak semua usulan dari mas Dika."Katanya terserah! Mas pilihkan, kamu malah tolak semua? Jadi kamu maunya makan apa?" Tanya mas Dika yang sudah putus asa."Nasi goreng!"