Saat Rafael bilang membutuhkan pelampiasan, ia tidak bohong, Rafael benar-benar butuh pelampiasan. Dan karena Rafael tidak bisa melampiaskannya pada wanita, maka Rafael melampiaskan rasa kesalnya pada alkohol di bar hotel malam itu.
"Wanita itu gila, Onad! Dia tidak ingat apa pun dan aku merasa salah sudah menawarkan pernikahan padanya!" geram Rafael pada Onad, asistennya yang akhirnya menyusul ke hotel."Hmm, mungkin saja dia sedang trauma sampai dia melupakan segalanya, Bos.""Dia bilang dia mengalami kecelakaan dan tidak ingat apa pun. Entah dia amnesia atau gila, yang jelas, aku sial sekali bertemu dengan wanita aneh seperti itu," keluh Rafael lagi yang mulai berpikir untuk mengurungkan niatnya menikahi Alba."Aku akan coba bicara dengannya dan mencari tahu tentangnya dulu, Bos. Tapi memang menikah itu juga tidak main-main, Bos. Jangan gegabah.""Kau tahu aku tidak peduli dengan itu kan? Aku tidak pernah berniat menikah, Onad! Dan kalau pun aku harus menikah, itu hanya demi jabatan CEO! Aku harus memiliki perusahaan itu dan aku tidak rela hasil kerjaku selama ini jatuh ke tangan sepupuku yang baru saja bergabung di perusahaan. Kakekku memang sudah sinting," keluh Rafael lagi.Rafael pun kembali meneguk minumannya sampai larut malam sebelum ia pergi dari sana meninggalkan Alba sendirian di kamar hotel.*Alba membuka matanya pagi itu dan ia langsung menyadari bahwa ia sendirian di hotel itu."Eh, Pak, kau ada di mana?" panggil Alba yang mencari Rafael sampai ke kamar mandi, tapi Rafael tidak ada. Bukan hanya orangnya, bahkan tas bajunya juga sudah tidak ada."Apa dia meninggalkan aku? Lalu bagaimana denganku? Aku tidak punya uang atau apa pun," lirih Alba yang mulai cemas lagi.Namun, tidak lama kemudian, bel pintu terdengar dan dengan jantung yang berdebar kencang, Alba pun membuka pintunya."Selamat pagi! Kau pasti Alba kan? Perkenalkan, aku Onad, asisten Bos Rafael," sapa seorang pria muda yang terlihat sangat ramah."Ah, selamat pagi. Iya, aku Alba. Tapi bosmu itu ... jadi namanya Rafael?""Ah, kau belum tahu ya? Bosku bernama Rafael dan aku ditugaskan oleh Bosku untuk mengantar baju ini untukmu, kau bisa mandi dulu dan makanan untukmu juga akan segera diantarkan ke kamar, jadi kau tidak perlu keluar-keluar."Alba mengerjapkan matanya dan langsung menerima paper bag dari Onad."Ah, terima kasih. Tapi sampai kapan aku harus tinggal di sini dan apa yang harus kulakukan? Apa Pak Rafael juga tidak akan ke sini lagi?" tanya Alba ragu."Hmm, Bosku masih sibuk saat ini, kalau ada pertanyaan, tunggu saja sampai dia datang ya. Tapi yang pasti, kau akan lebih aman di dalam kamar daripada keluar dan bertemu dengan ayahmu kan?" Onad menakuti Alba agar Alba tidak mencoba kabur dari kamar."Aku tidak akan ke mana-mana," jawab Alba begitu yakin."Baguslah, tapi boleh aku bertanya beberapa hal?"Onad pun mencoba keberuntungannya dengan bertanya tentang latar belakang Alba, tapi jawabannya sama dengan jawaban Alba ke Rafael.Tidak kehilangan akal, Onad pun mencari tahu kamar hotel tempat Alba disekap ayahnya dan mulai mencari info dari sana, sampai beberapa hari kemudian, akhirnya Onad melaporkan penemuannya pada Rafael."Pria yang menjualnya bernama Hotman, pemabuk dan penjudi yang punya banyak hutang ke rentenir. Dia tinggal di perbatasan luar kota, cukup jauh dari hotel dan pria yang memesan kamar hotel waktu itu adalah seorang pengusaha tua yang sudah terkenal suka main wanita. Semua datanya ada di sini, Bos."Onad menyerahkan berkas laporan yang ia dapat tentang ayah Alba yang bernama Hotman dan Rafael mempelajarinya dengan serius."Sayangnya aku tidak mendapat data apa pun tentang Alba. Info yang aku dapat hanyalah Alba baru ada di rumah itu sekitar satu bulan yang lalu, tidak ada yang tahu Alba muncul dari mana dan tidak ada yang mengenal Alba juga," imbuh Onad.Onad terus memberi info tentang Alba dan Hotman sampai Rafael pun memicingkan matanya dan berpikir keras."Alba tidak mungkin mau kembali pada Hotman, sedangkan tidak ada orang yang mengenalnya. Well, bukankah sebenarnya itu bagus, Onad? Kalau aku menikahinya dan menjadikannya istriku dengan mengubah latar belakangnya, tidak akan ada yang mengetahuinya kan?""Kurasa juga begitu, Bos. Bahkan Hotman sudah tidak pernah terlihat lagi di rumahnya, dan kata tetangga, memang pria itu jarang pulang sampai tiba-tiba dia pulang bersama Alba."Rafael pun mengangguk dan mendadak yakin pada keputusannya."Baiklah, ayo kita buat kesepakatan dengan Alba sekarang karena kurasa dia wanita yang tepat untuk kunikahi saat ini," seru Rafael yang mendadak begitu yakin.Onad sendiri antara setuju dan tidak setuju, tapi ia tidak bisa membantah bosnya itu. Dengan cepat, mereka pun menyiapkan segalanya lalu pergi ke hotel tempat Alba menginap sore itu.*Alba baru saja selesai mandi saat bel pintu kamarnya berbunyi sore itu. Buru-buru Alba memakai jubah mandinya dan menutup rambut basahnya dengan handuk lalu ia membuka pintunya.Alba pun langsung mematung dengan jantung yang berdebar tidak karuan melihat ternyata yang datang adalah Rafael, pria yang sudah beberapa hari ini tidak pernah ia lihat lagi.Rafael sendiri sempat tertegun sejenak melihat Alba yang mendadak begitu cantik hari ini dengan rambut basahnya dan balutan jubah mandinya. Bahkan aroma harum menguar dari tubuh wanita itu sampai untuk sesaat, Rafael tidak bisa berkata-kata."Hmm, maaf, Pak, aku baru saja selesai mandi! Aku belum sempat mengeringkan rambutku, tapi masuklah dulu, Pak."Suara Alba pun membuat Rafael akhirnya kembali sadar dan melangkah masuk bersama Onad.Dengan cepat, Alba pun memakai baju lengkapnya sambil menggulung rambutnya jadi satu agar tidak mengganggunya sebelum akhirnya ia duduk berhadapan dengan Rafael."Aku ke sini untuk membuat perjanjian denganmu, Alba," ucap Rafael tanpa basa-basi sampai membuat jantung Alba berdebar makin kencang."Iya, Pak, aku mendengarkan.""Aku tidak mau berpanjang lebar, jadi kita langsung saja. Aku sedang membutuhkan istri untuk bisnisku dan kau juga sudah setuju menikah denganku, jadi kita akan menikah secara kontrak dan tidak boleh ada yang tahu tentang kesepakatan ini selain kita."Alba mengerjapkan matanya. "Apa maksudmu menikah kontrak, Pak?""Kau tidak bodoh kan? Kau mengerti apa yang namanya kontrak kan? Dengan jangka waktu. Segera setelah aku dilantik menjadi CEO, kita akan bercerai dan hubungan kita pun berakhir! Tapi jangan khawatir karena aku akan membayarmu dalam kesepakatan ini. Lebih jelasnya baca berkas ini dan tanda tangani!"Rafael menyodorkan berkas pada Alba. Dengan tangan yang gemetar, Alba pun meraih dan membaca berkas yang berisi banyak point di sana. Alba pun mengernyit dan membacanya begitu serius sampai akhirnya ia mendengar suara Rafael."Intinya pernikahan ini hanya di atas kertas, status kita adalah Bos dan karyawan, jadi kau tetap harus menuruti perintahku. Kau juga harus berakting sebagai istri yang baik di depan semua orang!""Saat jangka waktu yang ditentukan telah habis, kita akan bercerai dan tidak akan ada pembagian harta apa pun, kau juga tidak boleh menuntut apa pun padaku, tapi aku akan memberimu uang yang cukup untuk menyambung hidupmu lalu segera menghilanglah dari hidupku! Apa sampai di sini semuanya jelas?" tegas Rafael.Alba kembali mengerjapkan matanya dan menelan salivanya tidak yakin, tapi ia hanya mengangguk."Baguslah, kalau kau sudah paham, langsung saja tanda tangan!" Rafael mengedikkan kepala ke arah bolpen yang juga sudah ia berikan untuk Alba."Tapi, Pak ....""Tapi apa lagi?""Maksudku ... aku tidak akan dikurung seperti tawanan di hotel ini kan?""Dikurung seperti tawanan? Untuk apa aku melakukannya? Sebagai istriku, nantinya kau akan tinggal di rumah keluargaku. Ini juga bagian dari akting. Aku tidak akan mengekangmu selama kau bisa menempatkan dirimu dengan baik, Alba!" tegas Rafael lagi.Alba yang mendengarnya kembali mengangguk. "Ah, baiklah, Pak. Aku mengerti!" sahut Alba lagi walaupun jujur saja hatinya masih bergejolak saat ini.Entah ini benar atau tidak ia menerima tawaran pernikahan seperti ini, tapi kalau ia tidak menerimanya, Alba tidak tahu lagi di mana ia harus tinggal dan hidup karena ia tidak punya uang sepeser pun dan ia tidak bisa mengingat apapun. Temannya, hidupnya, pekerjaannya. Alba juga tidak akan mau kembali pada Hotman yang selama satu bulan kemarin selalu menyiksa Alba.Tapi baiklah, karena ini hanya terlihat seperti pekerjaan saja, maka sepertinya tidak ada salahnya menerimanya. Toh Alba juga tidak punya pilihan lain.Alba pun meraih bolpennya dan menatap kolom tanda tangan di sana. Namun, mendadak ia terdiam lagi sambil memikirkan sesuatu yang begitu penting.Cukup lama Alba hanya terdiam dengan bolpen di tangannya sampai Rafael yang melihatnya pun geram."Sekarang apa lagi, Alba? Cepat tanda tangan!" desak Rafael."Ah, itu ....""Apa? Cepatlah!" Rafael mulai geram.Alba kembali terlihat ragu sesaat sebelum akhirnya ia menyahut dengan jawaban yang seketika membuat Rafael mengumpat frustasi."Aku juga lupa bagaimana tanda tanganku, Pak!"**"Oek ... oek ...." Satu bulan lebih sejak pernikahan Onad dan Yola akhirnya Sophia pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat gemuk dan tampan. Sungguh, prosesnya sama sekali tidak mudah karena Sophia mengalami sakit seharian sejak kemarin, sebelum hari ini akhirnya bayinya berhasil lahir dengan selamat juga. Sophia sendiri sudah lama memutuskan untuk melahirkan secara normal. Rafael yang tidak tega melihat istrinya kesakitan pun sudah berulang kali hampir menyerah dan meminta operasi saja, tapi Sophia bertahan dan ia masih yakin mampu menahan semua rasa sakit itu. Dan perjuangannya tidak sia-sia. Semua rasa sakitnya pun mendadak lenyap saat mendengar tangisan merdu dari bayi mereka. "Oh, Sophia, Sayang, bayi kita, Sayang. Bayi kita!" seru Rafael yang terus menciumi wajah Sophia yang masih berkeringat itu. Rafael terus menggenggam tangan Sophia saat Sophia mengejan dan setiap detik kesakitan Sophia membuat hati Rafael begitu pilu. Kalau bisa, Rafael saja yang sakit, janga
"Hmm, akhirnya kita satu kamar lagi, Rafael." "Dan selamanya kita akan satu kamar sekarang, Sayang!" Rafael dan Sophia saling bertatapan mesra di kamar mereka malam itu. Setelah pesta sederhana di pagi hari, mereka kembali menjamu beberapa tamu makan malam sebelum mereka bisa beristirahat di malam pengantin mereka itu. Keduanya saling bertatapan mesra dan mereka pun menyatukan bibir mereka dengan mesra juga. Kali ini pagutan bibir mereka begitu menghayati karena tidak ada penonton seperti wedding kiss tadi, hanya ada mereka berdua di kamar sampai tangan Rafael pun leluasa membelai punggung Sophia. Tangan Sophia sendiri juga sama membelai punggung Rafael sambil ia terus memagut bibir suaminya. Mereka baru saling melepaskan bibir mereka saat mereka mengambil napas, namun napas mereka sendiri sudah tersengal. Rafael pun menatap Sophia dengan penuh cinta. "Dokter bilang kita sudah boleh melakukannya kan, Sayang? Aku sudah menahan diriku begitu lama," bisik Rafael dengan suara parau
"Apa itu anak Jackson, Sophia?" Sophia langsung dibawa ke ruang keluarga begitu Jenni mengetahui Sophia hamil. Sungguh, perasaan Sophia tidak karuan saat ini. Sebenarnya bukan hal aneh Sophia hamil karena memang ia punya suami sebelumnya, tapi yang jadi masalah adalah suaminya sudah meninggal dan anak ini bukan anak suaminya. "Ayah senang sekali akan mempunyai cucu, tapi Ayah sedih karena cucu Ayah akan lahir tanpa Papanya," seru Lewis lagi. Namun, baik Jenni maupun Sophia tidak berkomentar apa pun. "Tunggu dulu, Lewis. Sophia, bukankah kau pernah bilang kalau kau belum pernah berhubungan dengan Jackson?" tanya Jenni tiba-tiba. Lewis mengernyit mendengarnya. Tentu saja bagi Lewis, suami istri itu sudah biasa berhubungan ranjang, malahan kalau belum pernah berhubungan itu baru tidak biasa. Dan Lewis tidak tahu kalau Sophia dan Jackson belum pernah berhubungan karena Sophia tidak terbuka pada ayahnya. Sophia hanya terbuka tentang hubungan ranjang pada ibunya. "Apa maksudmu, Jenni?
Beberapa hari berlalu sejak meninggalnya Gemma dan semua ritual untuk penghormatan terakhir pun sudah selesai keluarga Lewis lakukan. Semua prosesnya berjalan lancar dan kali ini, keluarga Rafael datang semua untuk mengucapkan belasungkawa. Kakek Robert dan orang tua Rafael datang sebagai teman dan Lewis pun menyambut mereka dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan. "Kami turut berduka cita, Pak Lewis." "Terima kasih, Pak Robert. Terima kasih, Pak Thomas dan Bu Ivana. Terima kasih." "Turut prihatin dan berduka cita, Bu Jenni," ucap Ivana sambil memeluk wanita itu. "Terima kasih, Bu Ivana. Aku tidak akan melupakan bantuanmu menemaniku di rumah sakit waktu itu. Terima kasih." Jenni masih begitu melow dan berpelukan erat dengan Ivana dan Ivana pun seolah bisa merasakan kesedihan Jenni. Bagaimanapun, kehilangan anak adalah hal yang sangat menyakitkan. "Yang sabar ya, Bu. Gemma sudah tenang di sana." Jenni hanya mengangguk dengan air mata yang belum mau berhenti menetes. Sophia
Dua minggu berlalu dan kondisi Lewis terus berangsur membaik. Lewis sudah diijinkan keluar dari rumah sakit dan Rafael adalah orang yang selalu setia menemani di rumah sakit serta membantu semua untuk Lewis. Bahkan, Rafael membantu memapah Lewis ke mobil hari itu lalu mengantarnya pulang ke rumah. "Untung ada Rafael, terima kasih, Rafael," seru Jenni. "Mengapa harus merepotkan Rafael? Bukankah ada sopir?" seru Lewis yang masih kaku. Lewis sendiri sebenarnya sudah membuka hatinya. Bahkan, selama dua minggu ini, Lewis sudah tidak pernah protes melihat Rafael di kamarnya. Rafael membantu Lewis melakukan banyak hal dan menjaga Lewis saat semua orang tidak ada. Hanya saja, untuk mengatakan secara langsung masih berat bagi Lewis. Sophia yang mendengar ucapan Lewis hanya tertawa geli. "Rafael dan sopir tentu saja berbeda, Ayah. Bahkan, Rafael sampai sering meninggalkan pekerjaannya hanya demi menemani kita." "Ayah tidak pernah menyuruhnya. Tapi mana kakekmu yang tua itu? Mengapa dia t
"Kondisi pasien sangat kritis. Kami hanya bisa bilang kami akan berusaha semaksimal kami." Setelah menangis begitu lama melihat jasad Jackson, akhirnya keluarga Sophia kembali menunggu Gemma di depan ruang operasi. Operasi besar berjalan sangat lama karena luka yang serius di tubuh dan kepala Gemma. Dan setelah menunggu begitu lama sejak Gemma dioperasi dan dipindahkan ke ruangan lain, akhirnya dokter pun menemui Sophia dan Jenni untuk memberitahu kabar yang sama sekali tidak baik itu. "Apa maksudnya, Dokter? Apa maksudnya?" tanya Jenni lemas. Namun, Sophia terus memeluk dan menenangkan Jenni. "Tenanglah, Ibu. Dokter bilang akan berusaha semaksimal mungkin kan? Kita tunggu saja. Kita tunggu saja." Jenni hanya bisa menggeleng dan terus menangis di pelukan Sophia, sedangkan Rafael mencoba bicara dengan dokter tentang kondisi Gemma yang ternyata memang sangat kritis, tapi Gemma masih tetap bertahan. Ivana juga tetap ada di rumah sakit untuk memberikan Jenni semangat, sedangkan Yol
Tragis. Tidak ada kata lain yang lebih tepat lagi mengungkapkan apa yang Jackson dan Gemma alami. Mereka mengalami kecelakaan yang begitu tragis, bahkan mungkin lebih tragis dibanding kecelakaan Sophia waktu itu. Jackson sempat menyingkirkan Gemma sesaat sebelum mobil mereka menabrak pembatas beton, tapi malah sebuah benda tajam yang entah apa menembus dada Jackson. Benda tajam itu terbawa oleh mobil dengan kecepatan tinggi itu dan terus menusuk ke dada Jackson hingga rasanya begitu menyakitkan. Jackson merasakan dengan jelas detik-detik napasnya mulai memendek, detik-detik malaikat maut mempermainkannya dan menertawakannya. Semua sakit, sakit sampai Jackson tidak sanggup menjelaskan rasa sakitnya. Tubuhnya menggigil dan gemetar, perutnya bergejolak sampai ia hampir muntah. Rasanya dingin dan nyeri di sekujur tubuhnya, terutama di jantungnya, seolah organ berharga itu sedang dikoyak saat ini. Pecahan kaca dan serpihan lain dari mobil juga menghantam wajahnya dan membuat tusukan d
Jackson masih melajukan mobilnya tidak beraturan karena ulah Gemma. Keduanya terombang ambing di dalam mobil Jackson yang sudah berjalan zig-zag, tapi Gemma belum mau menghentikan serangannya pada Jackson. Tidak hanya mencekik Jackson, Gemma bahkan mulai memukuli Jackson sampai Jackson terus mengumpat dan makin kasar pada Gemma. Jackson menarik kencang rambut Gemma sampai Gemma terjungkal ke depan dan Jackson pun memukul Gemma di bagian mana pun yang bisa ia raih dengan tinjunya. "Akhh!" pekik Gemma kesakitan dan frustasi. "Rasakan itu, Wanita Jalang!" "Kau brengsek, Jackson! Kau brengsek! Seharusnya dari awal aku tidak bekerja sama denganmu! Kau brengsek!" pekik Gemma yang berniat menyerang Jackson lagi. Gemma sendiri sudah terjungkal sampai ke kursi depan tadi. Gemma berusaha keras memperbaiki posisinya dan bermaksud mencekik Jackson lagi, tapi malah Jackson sekarang yang mencekik Gemma duluan dengan satu tangannya. "Akhh! Lepas!" Gemma memukuli tangan Jackson, tapi Jackson m
"Sayang, kau baik-baik saja kan? Tidak ada yang terluka kan?"Rafael begitu cemas sekaligus lega saat akhirnya ia melihat Yola membawa Sophia keluar. "Rafael! Rafael!" Sophia langsung memeluk Rafael begitu erat sambil menitikkan air matanya. "Sophia!" Rafael juga memeluk dan menciumi pelipis Sophia dengan begitu sayang. "Untunglah kau selamat, Sayang. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri kalau sampai terjadi apa-apa padamu," ucap Rafael lagi sambil menangkup wajah Sophia. Sophia begitu terharu sekaligus sedih mendengarnya. Terharu karena ada pria yang bersedia bertaruh nyawa demi menyelamatkannya. Ucapan Rafael, tatapan mata Rafael, dan semuanya benar-benar membuat hati Sophia tersentuh akan cinta yang begitu besar. Sedangkan Jackson, suami Sophia sendiri yang seharusnya menjaga dan melindungi Sophia, tapi malah menjadi orang yang ingin membunuh Sophia. "Aku mencintaimu, Rafael! Aku mencintaimu!" ucap Sophia akhirnya yang tidak bisa menahan perasannya lagi. Sejak kembali mengi