Share

Ciuman Penuh Gairah

last update Huling Na-update: 2025-06-02 13:01:11

Seperti yang Felix bilang sebelumnya. Makan malam itu ternyata memang untuk merayakan keberhasilan Victoria dan ayah tirinya. Pembicaraan tentang bisnis yang tidak ada habisnya. Membosankan dan memuakkan.

Luciana tidak menanggapi sedikit pun atau terlibat dalam percakapan itu. Dia hanya fokus menyantap makan malamnya. Rasanya ini seperti ajang unjuk diri alih-alih makan malam keluarga.

"Victoria memang memiliki banyak bakat. Tidak heran dia bisa mencapai semuanya. Agak disayangkan Luci berhenti begitu saja. Padahal kariernya sedang sangat bagus waktu itu."

Luciana yang sedang makan, seketika mengangkat kepalanya dan menatap ibunya yang berdecak. Ibunya membandingkannya dengan Victoria lagi. Dia bisa merasakan kekesalan dalam suaranya karena keputusan yang telah diambilnya.

"Jangan begitu, Bu, Luci kan hanya memilih apa yang terbaik untuknya. Dia ingin fokus pada keluarga kecilnya."

Alis Luciana berkerut. Tangannya mencengkeram garpu dengan kesal saat telinganya menangkap suara Victoria yang turut campur. Adiknya seolah peduli, tapi saat dia menatapnya, dia menemukan seringai licik di sana.

Itu kepura-puraan. Victoria tidak peduli padanya dan hanya ingin membuatnya terlihat bodoh. Hal yang dulu tidak pernah dia lihat. Luciana jelas tidak menyangka, jika Victoria ternyata adalah orang yang seperti ini.

"Ibu tahu, tapi tetap saja, rasanya sangat disayangkan. Apalagi sampai sekarang, mereka belum punya anak."

Luciana tersentak kaget mendengar keluhan ibunya. Dia spontan melirik suaminya yang kini tampak tegang dan wajahnya pucat. Tampak sekali tidak nyaman dengan pembicaraan soal anak yang tiba-tiba dibahas.

"Ibu ingat, waktu itu kan kamu resign karena katanya mau fokus program kehamilan, kok sampai sekarang belum ada kabarnya? Luci, Felix, apa belum berhasil?"

Luciana kini semakin tak nyaman. Dia menatap ibunya yang tampak penasaran. Dia benar-benar tidak suka dengan pembahasan mengenai anak.

"Kami masih berusaha, Bu. Ibu jangan terlalu khawatir soal itu."

"Ibu tidak terlalu khawatir juga. Ibu hanya penasaran. Apa kalian tidak sekalian periksa kesuburan kalian? Atau kalau memang belum ada niat punya anak, kenapa tidak lanjut karier saja, Luci? Kamu masih muda dan juga pintar."

Telinga Luciana terasa panas mendengar komentar ibunya. Dia tahu perkataan itu tidak salah dan merupakan saran yang bagus, tapi tidak tepat juga dibahas di meja makan. Di depan Victoria yang kini tersenyum puas seolah mengejeknya.

"Aku sudah berjanji untuk fokus mengurus rumah setelah aku menikah. Lagi pula, gaji Felix cukup untuk menghidupi kami."

"Memang cukup sih. Ibu hanya kasih saran saja. Apa mungkin Felix minder karena dulu penghasilanmu jauh lebih besar darinya?"

Mata Luciana terbelalak. Mulutnya terbuka untuk membantah tudingan tidak benar ibunya, tapi sesaat kemudian, dia mengurungkan niatnya kembali. Tidak alasan baginya membela Felix di depan orang tuanya sekarang.

Luciana tidak mau melakukannya lagi seperti apa yang selalu dia lakukan dulu. Dia hanya melirik sekilas Felix yang wajahnya berubah merah. Pria itu seperti tertekan dengan pertanyaan ibunya yang agak lancang.

Dulu, biasanya dialah yang akan pasang badan dan berdebat dengan ibunya sendiri, tapi sekarang, dia tidak tertarik melakukannya.

"Sudahlah, Isabelle, tidak perlu memperpanjang masalah. Biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka mau, selagi tidak merugikan kita," ucap Richard yang akhirnya ikut bersuara atas percakapan itu.

Luciana menyipitkan mata mendengar perkataan ayah tirinya. Dia sedikit meragukan sikap pria paruh baya itu yang memilih melerai setelah semuanya selesai, bukan menegur saat ibunya bertanya agak kurang ajar. Richard seperti sengaja diam untuk menyaksikan dirinya yang mungkin akan berdebat dengan ibunya sendiri.

"Baiklah, Sayang. Maaf, aku hanya mengkhawatirkan anakku saja."

Pertanyaan ibunya berhenti sampai sana. Suasana di meja makan pun kembali hening. Hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar, tapi di sisi lain, Luciana bisa melihat ekspresi tertekan Felix. Pria itu seperti menahan kesal.

Felix selalu seperti ini setiap kali mereka bertemu keluarganya. Tentu saja semua itu karena ibunya kurang menyukai sang suami. Mengingat Felix bukan pengusaha atau anak dari keluarga kaya. Tidak seperti Matthias.

"Aku harus ke belakang sebentar," ucap Luciana tiba-tiba sambil meletakkan garpu dan sendok. Dia tidak berselera melanjutkan makanannya dan mencari udara segar adalah pilihan terbaik.

Tanpa menunggu respons dari semua orang di meja makan, Luciana bergegas berdiri dan keluar dari sana tanpa menghabiskan makanannya. Dia berjalan melewati dapur dan menuju halaman belakang.

Udara dingin di malam hari langsung menerpanya. Membuat Luciana merasakan dingin yang menusuk kulit. Namun dia memilih tak menghiraukannya. Setidaknya di sana, hatinya bisa lebih tenang.

Langkahnya santai dan pelan saat Luciana berdiri termenung menatap halaman rumah yang luas. Tempat di mana dia dulu sering bermain dengan Victoria.

Rasanya seperti baru kemarin mereka masih remaja dan bermain brsama. Sekarang mereka sudah menikah, tapi Victoria telah berubah banyak. Bahkan menjadi orang yang telah merebut suaminya. Luciana tidak bisa lagi menganggap Victoria sebagai adik manisnya.

Dia benci wanita itu.

"Udara malam sedang dingin. Setidaknya gunakanlah sesuatu."

Sesuatu yang hangat tiba-tiba menutupi bahunya. Luciana yang sedang melamun, tersentak dan menyadari jika seseorang memasangkan jas di tubuhnya. Membuat dia merasa lebih hangat.

Kepalanya menoleh cepat dan mendapati Matthias berada di sebelahnya. Pria itu memakai kemeja abu-abu ketat yang menonjolkan otot-otot tubuhnya. Luciana berkedip dengan wajah memerah menyadari jas itu ternyata milik Matthias.

Dia mengalihkan perhatiannya dari tubuh iparnya, berusaha tidak mengingat malam di mana Matthias menyentuhnya.

"Terima kasih. Aku hanya mencari udara segar. Apa yang kamu lakukan di sini?"

Luciana memegang jas Matthias yang memeluk tubuhnya di kedua sisi. Dia bisa mencium aroma woody milik iparnya, kini menempel dengannya.

"Sama. Di dalam terasa sesak."

Luciana menoleh. Dia menatap Matthias dengan alis berkerut. Tidak mengerti apa maksud pria itu. Padahal dia rasa, orang tuanya atau Victoria tidak pernah menyinggung Matthias.

Pria ini selalu istimewa di mata keluarganya. Setidaknya karena Matthias adalah aset penting bagi keberlangsungan keluarga Laurent.

"Ayo duduk!"

Luciana belum sempat menolak saat tangannya tanpa diduga ditarik oleh Matthias ke arah bangku yang ada di sana. Dia mau tak mau mendudukkan bokongnya di samping pria itu.

"Apa kamu merasa tidak nyaman dengan keluarga ini?" tanya Luciana penasaran.

Selama ini, dia belum pernah bicara santai pada Matthias. Belum pernah menanyakan perasaan pria itu setelah menjadi keluarga mereka, meski memang, dia sendiri bukan benar-benar bagian dari keluarga Laurent. Hanya Victoria saja putri asli keluarga Laurent.

Namun tak disangka, pertanyaannya itu dibalas dengkusan kasar Matthias. Dia sekilas melihat senyum samar di sana.

"Tidak nyaman? Sejak awal, pernikahanku dan adikmu sudah diatur. Apakah pertanyaan seperti itu perlu ditanyakan?"

Luciana terdiam. Dia berkedip. Tidak mengerti apa yang berusaha disampaikan Matthias. "Aku tahu pernikahanmu diatur, tapi kamu kan pasti punya perasaan. Apalagi, setelah apa yang terjadi. Aku melihat Victoria seperti tidak merasa bersalah."

Luciana tertunduk. Dia meremas ujung jas Matthias. Hatinya seperti diremas mengingat tingkah adik tirinya. "Apa kamu akan berpisah dari Victoria?"

"Kau tidak sedang berpikir pembalasan kita sudah berakhir?"

Kepala Luciana refleks terangkat. Terlihat kerutan di alisnya saat pertanyaannya dibalas pertanyaan oleh Matthias. "Apa? Maksudmu?"

Luciana masih berusaha mencerna maksud Matthias. Sampai tanpa diduga, pria itu memegang tangannya dan menariknya mendekat. Dagunya ditarik dan entah apa yang terjadi selanjutnya, tapi dia merasakan bibir Matthias memagut bibirnya yang terbuka.

Kejadian itu terjadi sangat cepat, sampai tubuhnya hanya bisa membeku. Tak menolak dan tak juga menerima. Dia terdiam membiarkan lidah Matthias menjelajahi mulutnya. Membuat dia merasakan sensasi seperti kupu-kupu berterbangan di perutnya.

Saat Luciana hampir terbuai dengan ciuman memabukkan Matthias yang mengejutkan, pria menarik diri dan menatapnya dengan mata gelap yang memikat.

"Kau harus mengingat ucapanku dengan baik."

Pikiran Luciana seketika blank. Dia tidak bisa berpikir. Hanya bisa menatap mata Matthias dan merasakan ibu jari pria itu yang mengusap bibirnya. Mengingat? Apa yang harus dia ingat?

"Luciana ...."

Deg.

Luciana yang sedang fokus pada Matthias, seketika dibuat membeku saat mendengar namanya dipanggil. Dia menoleh cepat dan menemukan keberadaan seseorang berdiri di pintu belakang yang menatap marah dan kecewa padanya.

Itu Felix.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Ditangkap

    "Pak, tunggu, tidak. Tolong jangan batalkan kerja sama kita. Saya bisa jelaskan kalau itu hanya fitnah. Saya akan bereskan semuanya segera," ucap Richard pada seseorang di telepon. Dia duduk tegang sambil memijat pangkal hidungnya yang berdenyut sakit karena dua hari ini, banyak investor yang menarik diri dan kerja sama yang diputus secara sepihak. Semua itu imbas dari skandalnya yang kini telah beredar luas. Ditambah lagi berita perselingkuhan putrinya yang mencuat. Semua memperparah keadaan. "Maaf, Pak Richard, kami tetap tidak bisa melanjutkan kerja sama lagi. Ini sudah menjadi keputusan final. Kami harap Anda mengerti.""Pak, saya bisa jelas—"Perkataan Richard terputus saat panggilan itu diakhiri tanpa dia sempat bicara. Dia tidak dihargai sama sekali. "Sialan! Mereka pikir mereka itu siapa? Berani-beraninya memperlakukanku seperti ini."Richard mengumpat kesal. Dia meremas ponselnya. Menahan diri untuk tidak melemparnya sampai hancur. Kacau. Semuanya berantakan dan sekaran

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Masuk Jebakan

    Victoria berharap, dia akan aman di rumah manajernya untuk sementara. Sembari memikirkan rencana yang akan dia lakukan untuk menghindari polisi atau pun wartawan. Tidak ada cara lain selain menghindar. Namun, saat akhirnya tiba di halaman rumah manajernya, Victoria mendapati pemandangan tak terduga. Mobil polisi sudah terparkir di sana. Tak hanya satu, tapi dua. Wajahnya langsung pucat saat itu. "Apa-apaan ini!"Kepanikan melanda. Victoria jelas tidak percaya dengan apa yang dilihatnya dan dari posisinya saat ini, melalui jendela mobil dia melihat manajernya sedang dijaga ketat oleh pihak kepolisian. "Sialan! Kita pergi! Pergi dari sini, cepat!" teriak Victoria sambil mengguncang kursi sang sopir. Matanya melotot ketika beberapa polisi melangkah ke arah mobilnya, tapi bukannya pergi, mobil itu tetap diam dan membuat kepanikannya semakin menjadi. "HEI! KAU TULI! JALANKAN MOBILNYA!""Maaf, Nyonya, tidak bisa. Lebih baik Anda menyerahkan diri sekarang.""APA?!"Victoria kaget bukan m

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Skandal yang Terbongkar

    Pagi itu, Victoria yang tak tahan lagi memilih untuk pergi menemui ayahnya di kediaman keluarga Laurent. Dia dikawal oleh pengawal Mattias, karena Victoria yakin para wartawan sudah menunggu di rumah ayahnya. Ayahnya jelas terjebak dan tidak ke mana-mana sejak skandal pelecehan itu mencuat ke publik. Victoria juga belum sempat menghubungi setelah menabrak Luciana kemarin. Di tengah perjalanan, ponsel Victoria tiba-tiba berdering. Manajernya menghubunginya. Dia berdecak melihat itu dan mengangkatnya sambil menggerutu. "Ada apa? Kau tidak tahu aku sibuk? Aku tidak punya waktu untuk ke tempat pemotretan sekarang.""Aku tahu, Victoria. Situasimu sedang gawat sekarang, tapi kita dalam masalah.""Masalah apa? Klien protes? Suruh mereka reschedule saja," jawabnya ketus dan terkesan acuh tak acuh. "Tidak bisa, mereka membatalkan kontrak dan menuntut ganti rugi atas apa yang terjadi." "Apa?"Victoria yang sedang bersandar, spontan menegakkan tubuhnya dan memekik kaget. Katanya melotot. "Ba

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Menanti Karma

    "Tuan, Anda harus keluar sekarang."Matthias menoleh ke arah perawat yang telah selesai dengan tugasnya. Lalu kembali melirik Luciana. Ada perasaan enggan dalam hatinya saat waktunya berada di sana sudah habis. "Tuan?""Tolong sebentar lagi, Sus," ucap Matthias, setengah memohon. "Lima menit lagi."Perawat itu menatap wajah Matthias yang tampak putus asa dan penuh kesedihan. Menimbulkan rasa kasihan yang akhirnya membuat dia mengangguk. "Baiklah. Lima menit, setelah itu Anda harus keluar.""Terima kasih."Senyum semringah mulai terlihat di bibir Matthias. Perhatiannya kembali tertuju pada Luciana. Meski tidak ada yang bisa dilakukannya selain menatap wanita itu, tapi lima menit yang diberikan terasa lebih berharga dari apa pun. "Luci ... maaf, aku tidak bisa menjagamu. Aku gagal melindungimu, tapi tolong ... jangan hukum aku seperti ini. Tolong bangun ...."Suara Matthias sedikit tersendat saat dia mencoba bicara. Berharap Luciana membuka mata dan melihatnya. Hanya itu harapannya. D

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Setetes Air Mata yang Jatuh

    Di rumah sakit. Alexander, Arabella dan Genevieve menunggu di luar ruang ICU. Mereka menanti kedatangan Matthias yang belum kembali. Sementara Luciana masih belum sadar meski kondisinya membaik. "Bu, apa Kak Luciana akan bangun? Apa keponakanku tidak akan kenapa-kenapa? Aku harus minta maaf." Arabella memilih jari-jarinya dengan gugup. Rasa bersalah terlihat jelas di matanya. Kegelisahan belum sepenuhnya lenyap meski dokter telah memberitahu kalau semua baik-naik saja. "Jangan khawatir, Luciana pasti akan segera bangun. Ibu juga ingin minta maaf." Genevieve mengelus lengan putrinya. Memberikan sedikit semangat, meski dia sendiri masih khawatir. Kakinya perlahan mendekat ke arah jendela. Dia menatap Luciana yang terbaring di ranjang dengan alat yang terpasang di tubuhnya. Dokter bilang keduanya bisa bertahan, meski dia tetap khawatir karena kondisi janin Luciana yang lemah."Ibu! Ayah!"Genevieve tersentak. Dia menjauh dari kaca jendela dan menoleh secara bersamaan dengan Arabella

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Pengakuan Victoria

    Victoria terdiam mendengar semua perkataan Matthias. Setengah percaya, setengah tidak, tapi dia jelas baru pertama kali mendengar Matthias bicara panjang lebar seperti ini. Tidak ada yang lebih membuatnya terkejut selain pengakuan suaminya yang menyentak kesadarannya. "K-kau bohong. Kau pasti bohong, Matthias. Kau tidak pernah berniat membangun keluarga denganku." Victoria tergagap. Dia menggelengkan kepalanya. Berusaha menyangkal. Walau dia harus mengakui, jika dia memang enggan hamil. Dia yang menolak ide itu. "Terserah kau percaya atau tidak. Semua juga sudah terlambat sekarang. Aku tidak berniat mempertahankan semuanya.""Tidak! Apanya yang terlambat? Aku tidak mau bercerai denganmu!"Victoria kembali mencengkeram erat tangan Matthias. Dia menggelengkan kepala. Menatap serius suaminya. "Matthias, jangan lakukan itu! Aku tidak mau cerai darimu.""Aku tidak peduli. Inilah jalan yang kau pilih sejak awal," balas Matthias dengan tak acuh. Dia menarik tangannya dan mengeraskan hatiny

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status