Share

Kesempatan Kedua?

last update Last Updated: 2025-05-31 13:00:13

Taksi yang ditumpangi oleh Luciana berhenti di depan halaman rumahnya. Akhirnya dia tiba di sana. Pikirannya kini dipenuhi dengan kalimat yang coba dia susun saat nanti berhadapan kembali dengan Felix.

Ketika Luciana turun dari taksi, matanya langsung disambut oleh keberadaan mobil milik suaminya yang sudah terparkir rapi. Felix benar-benar ada di rumah setelah semalaman entah berada di mana.

Dia menelan ludah beberapa kali sambil menghela napas, lalu menguatkan dirinya ketika melangkah menuju ke arah pintu. Tidak dikunci. Tangannya memutar pelan kenop pintu, lalu masuk perlahan.

Hening.

Luciana tidak merasakan kehadiran suaminya. Dia juga melihat keadaan di rumah itu masih sama seperti saat ditinggalkan. Tubuhnya perlahan rileks. Dia melangkah semakin ke dalam, sampai sebuah suara menghentikannya.

"Luci."

Tubuhnya menegang. Dia tersentak sesaat, sebelum kemudian telinganya menangkap suara langkah kaki, lalu tanpa aba-aba, dia merasakan sebuah pelukan di pinggang dari belakang.

Diam. Dia tak bergeming sedikit pun saat menyadari kalau orang yang memeluknya saat ini adalah suaminya. Pria yang telah mengkhianati pernikahan mereka untuk pertama kali dan juga pria yang dia cintai.

Matanya memanas. Perih dan sakit. Dia ingin menyingkirkan tangan Felix yang memeluknya seolah tak terjadi apa-apa, tapi tangannya kaku.

"Felix?"

Suaranya sedikit tersendat saat dia memanggil nama itu. Hingga pelukannya pun mengendur. Lalu tubuhnya tanpa diduga dibalik, menghadap tepat pada sang suami yang kini berdiri di depannya.

Matanya seketika tertuju pada penampilan Felix yang sedikit kuyu. Rambutnya berantakan, matanya menunjukkan kelelahan, bahkan pakaiannya masih sama seperti pakaian yang digunakan kemarin. Tanda yang jelas, suaminya tidak berangkat kerja.

Kekhawatiran pun dirasakan olehnya. Luciana hampir saja melupakan apa yang dilakukan suaminya, jika saja ingatan tentang kejadian di hotel tidak berputar kembali di kepalanya. Hingga dia refleks mundur dan menarik diri.

Kesedihan masih menghiasi matanya. Dia berusaha untuk menekan semua rasa kasihan melihat Felix yang tampak menyedihkan. "Ada apa? Matthias bilang kamu ingin bicara."

Luciana menghindari tatapan Felix. Dia menatap samping tanpa mau mencari tahu bagaimana reaksi atau ekspresi suaminya yang tahu dia bersama Matthias. Namun tak disangka, Felix tiba-tiba bersimpuh di kakinya.

Luciana terperangah. Matanya membulat dan dia kehilangan kata-kata ketika melihat suaminya memegangi kakinya. Lalu mengangkat kepalanya dan menunjukkan ekspresi penuh penyesalan.

"Felix, apa yang kamu—"

"Aku minta maaf. Maafkan aku, Luci. Aku sudah merenung semalaman dan aku mengakui, aku sudah melakukan kesalahan fatal padamu."

Luciana tertegun. Dia menatap bingung suaminya yang tiba-tiba meminta maaf. Hal yang tidak dia duga sebelumnya. Padahal dia mengira jika mereka akan bertengkar lagi.

Dia sudah siap untuk mengambil keputusan tentang pernikahan mereka yang hancur. Namun permintaan maaf Felix sama sekali tidak pernah dia pikirkan. Pria ini meneteskan air mata dan tampak sangat sungguh-sungguh.

Tentu saja, hal tersebut membuatnya goyah. Dia teringat kembali sosok pria yang pertama kali membuatnya jatuh hati. Pria yang menemaninya saat kuliah. Sosok yang sangat dia kenal baik dan teladan.

Itu Felix.

Sayangnya, di saat yang sama itu juga, Luciana diingatkan akal sehatnya tentang apa yang telah dilakukan Felix. Perbuatan yang membuatnya sangat kecewa, hingga dia memilih membalasnya.

"Berdiri sekarang."

"Aku tidak akan melakukannya. Aku tidak akan berdiri sebelum kamu memaafkanku. Tolong beri aku kesempatan kedua, Luci. Aku janji. Aku janji akan memperbaiki semuanya dan tidak akan lagi melakukan kesalahan atau tergoda oleh adikmu."

Luciana menggigit bibirnya kuat-kuat ketika telinganya mendengar permohonan Felix untuk kesempatan kedua. Sesuatu yang harusnya tidak dia berikan, karena semuanya sudah hancur. Dia kembali membuang muka. Tidak ingin menunjukkan kelemahannya.

"Apalagi yang bisa diperbaiki dari pernikahan yang sudah rusak ini? Kenapa kamu tidak pernah memikirkan ini dari awal sebelum melakukannya? Kenapa juga harus Victoria? Adik tiriku sendiri?"

Suara Luciana yang memekik nyaring karena emosi, cukup memberikan tekanan bagi Felix, tapi dia tetap pada posisinya. Tidak menoleh sedikit pun. Dia takut menangis lagi atau mungkin mengamuk.

"Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kamu meniduri Victoria dan aku meniduri Matthias. Pernikahan ini sudah hancur."

Ada perasaan sesal dalam hatinya ketika teringat dia juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Felix. Meski untuk balas dendam karena kelakuan suaminya sendiri, dia tetap merasa ini salah.

"Mungkin kita harus bercerai—"

"Tidak. Tidak, Luci. Tolong beri aku kesempatan."

Luciana tersentak saat dia akan pergi, tangannya tiba-tiba digenggam. Dia tertahan di tempat dan akhirnya, kini dia menoleh. Menatap mata suaminya yang bersimbah air mata.

Perasaannya seketika campur aduk, antara sedih dan kasihan, tapi hatinya juga sakit. Ingin dia melepaskan genggaman tangan Felix, tapi tidak bisa. Pria itu menggenggamnya sangat kuat. "Felix, lepas."

"Tidak. Tolong, Luci. Pernikahan kita masih bisa diselamatkan. Aku masih mencintaimu. Aku tidak peduli soal kau tidur dengan Matthias. Aku hanya ingin memperbaiki semuanya denganmu. Dari awal lagi."

Luciana tak membalas. Dia hanya diam. Air matanya tiba-tiba mengalir. Perkataan suaminya terdengar seperti sebuah ironi yang mengejeknya.

Dia tidak tahu, apa yang merasuki pikiran Felix saat pria itu bersikeras meminta kesempatan kedua padanya, setelah kemarin pria itu bahkan hampir menamparmu.

"Felix, aku—"

"Aku tahu, pernikahan bagimu itu satu kali seumur hidup. Kamu tidak mungkin mengabaikan prinsipmu itu kan? Kamu tidak mungkin membuang semua yang sudah kita bangun. Tolong pikirkan semuanya sebelum kamu memutuskan sesuatu."

Luciana bergeming. Ucapan suaminya soal prinsip, membuatnya kembali terdiam. Felix memang benar. Dia tidak pernah berharap akan ada perceraian di antara mereka.

Menikah itu hanya satu kali dan mereka akan menua bersama.

Selama ini, dia selalu mengulangnya berkali-kali. Menanamkan pikiran itu dalam benaknya. Bersama dengan semua kenangan indah mereka yang kini terasa seperti sebuah siksaan baginya.

Haruskah dia memberikan kesempatan kedua bagi suaminya? Atau dia memilih bercerai?

Keputusan itu sangat sulit.

Luciana tidak mampu menjawab. Tidak dengan posisi Felix bersimpuh dengan air mata yang mengalir deras. Hingga dia yang menggigit bibirnya sejak tadi, akhirnya menghembuskan napas panjang.

"Baiklah. Aku akan memikirkannya."

Tangis Felix berhenti. Luciana dapat melihat suaminya mendongak kaget. Seolah tak percaya karena dia tidak buru-buru mengambil keputusan bercerai. Hingga senyum lega pun menghiasi wajah Felix.

Mata suaminya berbinar.

Namun, dia masih tetap memasang ekspresi tanpa senyum ketika pria itu berdiri seraya mengusap air matanya. Luciana tidak mau terlalu berharap lebih.

"Apa kamu serius? Kamu akan memikirkan memberiku kesempatan kedua?"

Luciana refleks menarik tangannya yang digenggam Felix. Dia mundur. Memberi jarak agar tidak terlalu dekat dengan suaminya.

"Ya, tapi aku butuh waktu sendiri dan selama itu, jangan dekati aku."

Senyum yang sempat menghiasi bibir Felix, tampak memudar. Ada ketidaksenangan yang sekilas tertangkap mata Luciana. Pria itu seolah ingin protes, tapi entah mengapa tidak jadi. Alis Luciana berkerut melihat itu.

"Waktu sendiri. Begitu, ya. Baiklah, aku akan mencoba menerimanya. Berapa lama?"

"Tidak tahu," jawab Luciana cepat.

Dia tidak mau memberikan jawaban pasti, karena dia tidak tahu, apakah hatinya bisa benar-benar sembuh atau tidak. Apakah dia bisa menerima Felix kembali atau tidak. Itu bisa saja menjadi penantian tanpa ujung bagi Felix.

"Aku mengerti, tapi ... aku mungkin akan kesulitan untuk tidak mendekatimu. Selama kita tinggal bersama, kita akan selalu berpapasan."

"Kamu benar. Karena itu aku memikirkan sesuatu," ucap Luciana sambil memerhatikan Felix yang terdiam penasaran. Menunggu jawaban darinya. "Untuk sementara, aku akan menenangkan diri di kampung halamanku."

"Apa? Maksudmu, kamu mau pisah rumah denganku?" Felix terlihat kaget mendengarnya. Jelas tidak percaya dengan keputusan yang diambil Luciana. "Luci, tolong pikirkan. Apa yang harus kukatakan pada Ayah dan Ibu kalau mereka tahu kamu pergi?"

"Liburan. Aku pergi untuk liburan. Katakan saja seperti itu, kecuali kamu berani, katakan semuanya."

Luciana menantang Felix yang kini terlihat gusar. Walau sebenarnya dia tidak terlalu peduli dengan orang tuanya. Faktanya, mereka juga tidak akan peduli. Ibunya pasti sibuk dengan acara sosialita dan ayah tirinya, jelas tidak akan peduli sama sekali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Adik untuk Elias (End)

    Lima tahun kemudian. Di sebuah rumah besar nan mewah, tempat yang dulu dingin dan tidak ada tawa sama sekali, kini berubah menjadi lebih hangat. Celotehan kecil dan tawa renyah sebuah keluarga, mengisi rumah sejak lima tahun lalu. Kebahagian mereka menyebar di setiap sudut. Bahkan membuat para asisten rumah tangga ikut merasakan kebahagiaan. Hal-hal kecil terasa begitu bermakna dan hidup. Semua orang dihargai dan mendapat rasa hormat yang sama. Semua itu karena kehadiran nyonya baru mereka. Wanita yang memberi warna baru dan menciptakan kebahagiaan dalam hati setiap penghuni rumah. "Bi, bisa tolong potong sayurnya?" Suara lembut menyadarkan lamunan seorang wanita paruh baya, yang merupakan salah satu pembantu di sana. Kepalanya menoleh cepat. "Ah, baik, Nyonya!" jawabnya refleks, tapi sesaat kemudian dia bingung dan kembali melirik majikannya. "Eh, tadi Anda suruh apa, ya?" Sang majikan menoleh. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Kepalanya menggeleng pelan saat pembantu

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Takdir yang Berpihak

    Hari yang dinanti akhirnya tiba, pagi itu adalah hari yang menegangkan bagi Luciana dan Matthias. Ini jelas pernikahan kedua bagi mereka, tapi tetap berhasil membuat gugup."Ada apa?" tanya Isabelle saat menjadi tangan putrinya yang sedang digenggam gemetar. Sekilas, Luciana tampak tegang."Aku gugup."Luciana menoleh sebentar. Dia melihat ibunya yang tersenyum sambil memegang tangannya. Ayahnya sudah tiada, jadi ibunya yang akan menggiring dia menemui Matthias."Jangan khawatir, Ibu akan bersamamu," ucap Isabelle lembut. Sentuhan ringan mendarat di lengan Luciana dan perlahan wanita itu menjadi lebih rileks. "Ayo ...!"Dengan satu gerakan ringan, Luciana memeluk lengan ibunya dan mengangguk. Dia mulai melangkah masuk ke dalam ruangan.Sesaat, ballroom hotel menjadi senyap. Semua mata kini tertuju pada Luciana maupun Isabelle, yang melangkah di atas karpet merah panjang yang membentang dari pintu masuk, sampai ujung panggung, tempat Matthias berdiri.Musik instrumental modern—piano le

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Persiapan Pernikahan

    "Sepertinya tidak banyak perubahan terjadi pada tubuh Anda. Apa Anda merasa nyaman memakainya?"Luciana menatap cermin di depannya. Melihat pantulan dirinya yang berdiri dengan gaun pengantin putih tanpa lengan yang mengembang di bagian perut ke bawah. Ada bordiran halus dan detail kecil di ujung gaun. Sementara di sisi lain tampak polos. Gaun itu menutupi perutnya yang mulai membengkak. Luciana menyukainya. Tidak terasa sesak di bagian perut. "Ya, ini nyaman. Sedikit longgar, tapi jangan diperkecil lagi." Luciana mengelus perutnya sambil melirik desainer. Desainer yang berada di belakangnya tersenyum kecil, sembari mencatat sesuatu di buku catatannya. "Baik, saya tidak akan ubah. Justru bagus kalau sedikit longgar," ucapnya sambil menunduk dan merapikan lipatan gaun di lantai. "Anda akan jauh lebih nyaman saat bergerak."Luciana menatap pantulan dirinya sekali lagi. Cahaya dari lampu kristal di langit-langit jatuh lembut di atas kain satin putih itu, memantulkan kilaunya yang hal

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Perasaan yang Terbalas

    Satu minggu kemudian.Semua orang menjadi sibuk sekarang. Matthias hampir tidak punya waktu di rumah. Pria itu nyaris tidak pernah pulang, tidak pula sempat menghubunginya. Tak hanya itu, Alexander juga ikut sibuk. Termasuk ibunya yang beberapa kali dipanggil sebagai saksi atas kematian istri pertama Richard. Mungkin satu-satunya yang menemani adalah Genevieve, karena Arabella sendiri kembali sibuk kuliah. Sayangnya hari ini, Genevieve harus keluar karena katanya ada pembukaan cabang salon baru. Wanita paruh baya itu akan pulang terlambat dan sepertinya, termasuk melewatkan jam makan malam. Jadi Luciana hanya bersama dengan pembantu di rumah. Menunggu ibunya atau Genevieve pulang. "Nyonya, ini susu untuk Anda."Luciana tersadar dan segera menoleh ke arah pembantu yang meletakkan segelas susu di meja. Dia tahu itu adalah susu ibu hamil. "Terima kasih, Bi.""Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan lagi?""Tidak, Bi. Aku akan mengambilnya sendiri kalau ada sesuatu.""Baiklah, saya pamit ka

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Berhasil Diredam

    Setelah kejadian itu, rumor buruk tentang mereka akhirnya yang berhasil diatasi. Matthias dan Luciana tidak perlu berpisah sementara. Semua kembali normal. Meski memang, beberapa orang masih tidak menyukai apa yang terjadi. Sayangnya, sekeras mungkin mereka mencoba menggali lebih dalam, tidak ada bukti nyata perselingkuhan Matthias dan Luciana. Semua dianggap sebagai kesalahpahaman dan tentu saja, malah berita tentang Victoria yang dinyatakan valid. Keluarga Richard pun tidak yang menuntut, meski sebelumnya telah menuduh Matthias melakukan sesuatu. Mereka tidak punya bukti, tidak ada fakta jika Matthias yang berbuat jahat pada Richard atau pun Victoria. Sementara kejahatan jelas dilakukan keduanya. Hingga akhirnya, hari ini Matthias mengantar Luciana ke kuburan Victoria. Mereka tidak datang berdua. Ada Isabelle dan juga Genevieve yang ikut. Semua bukan tanpa alasan. Mereka menghindari gosip buruk yang dikhawatirkan terjadi jika hanya Matthias dan Luciana berduaan. Tentu saja, Matt

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Jalan Keluar

    Di sisi lain, Luciana berjalan mencari keberadaan ibunya ke setiap ruangan. Namun rupanya, sang ibu berada di ruang tengah bersama Genevieve. Keduanya tampak serius menatap layar ponsel. Dia menjadi ragu sejenak, tapi segera suara Matthias terdengar memanggilnya. "Luci! Dengarkan dulu penjelasanku!"Luciana dengan mudah ditangkap. Matthias menggenggam tangannya dan berhasil menarik perhatian Genevieve mau pun Isabelle. "Lepas, Matthias! Aku tidak mau mendengarmu!" "Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud meremehkanmu atau apa. Aku hanya khawatir, aku tidak mau kau kepikiran masalah ini.""Hei? Apa yang terjadi di sini? Kalian bertengkar?"Genevieve langsung berdiri, diikuti oleh Isabelle. Keduanya menatap heran Luciana dan Matthias, padahal beberapa menit lalu mereka tampak harmonis. "Matthias, ada apa ini? Kamu menyakiti Luciana?""Bukan, Bu. Dia hanya salah paham.""Matthias menyembunyikan sesuatu dariku! Dia tidak bilang kalau sekarang media sedang memberitakan tentang kami!" Lucia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status