'Kamu hamil.'Kata-kata itu kembali terngiang di kepala ketika Luciana duduk di tepi ranjang setelah selesai mandi. Dia termangu sesaat sambil mengusap perutnya yang rata.Empat minggu. Dokter memberitahu kalau kandungannya berusia empat minggu. Itu jelas anak Matthias, tapi sampai detik ini, dia belum memberitahu pria itu. Dia juga meminta Alexander untuk tidak mengatakannya. Luciana dilema. Dia sendiri tidak tahu bagaimana reaksi Matthias jika dia memberitahu perihal kehamilannya ini. Mengingat kehamilannya sama sekali tidak dia rencanakan. Luciana terlalu santai, karena belum pernah merasakan kehamilan selama tiga tahun pernikahannya dengan Felix. Dia nyaris lupa, kalau dia tidak mandul. Tapi .... Tidak peduli apa yang terjadi, dia akan menjaga anak dalam kandungannya. Kehamilan ini, bagaimana pun adalah hal yang paling dia idam-idamkan sejak tiga tahun lalu. Luciana akan merawatnya setelah semua masalahnya beres. "Mungkin nanti saja aku beritahu Matthias. Kasihan, dia pasti
Sore itu, Matthias sudah diizinkan pulang oleh dokter. Kondisinya yang tidak terlalu parah, membuatnya tidak perlu penanganan intensif sampai harus menginap. Namun, bukannya pulang ke apartemen, kali ini Matthias pulang ke rumahnya dan Victoria. Semua karena orang tuanya mengantar kepulangannya. "Kamu baik-baik saja kan kami tinggal? Atau kamu mau Ibu jaga kamu di sini?"Genevieve menatap putranya yang duduk di sofa dengan wajah yang sudah tidak lagi pucat. Tidak rela ketika harus meninggalkan putranya yang dia anggap belum pulih. "Jangan khawatir. Ada Victoria dan Luciana di sini. Ibu dan Ayah pergi saja. Bella juga harus kembali bersiap untuk fokus belajar." Matthias melirik adiknya yang tampak diam saja dengan wajah tak terbaca. Tidak ada raut wajah senang atau haru menghiasinya. Seolah ada sesuatu yang mengganggu, tapi dia segera menepis semua pikiran itu. "Tidak perlu khawatir, Sayang. Matthias itu laki-laki. Dia tidak terluka parah.""Aku tahu, tapi tetap saja! Aku khawatir
"Luciana ...." Gumaman lirih keluar dari mulut Matthias yang tertidur. Kedua alisnya mengernyit. Ada kegelisahan di wajahnya. Keringatnya menetes. "Matthias?"Kerutan alis Matthias semakin dalam. Dia menggelengkan kepala ketika mendengar suara itu. Tubuhnya diguncang pelan. Memaksanya untuk mau tak mau membuka mata dan menatap seorang wanita di sebelahnya. Namun pandangannya masih buram. "Luciana?""Aku bukan Luciana. Aku istrimu. Victoria!"Matthias tampal mengerutkan dahi, tapi perlahan dia mulai bisa melihat semuanya dengan jelas dan orang yang ada di sampingnya memang benar adalah Victoria. Ketidaksenangan langsung terlihat di matanya. Matthias menepis tangan Victoria yang memegang tangannya. Cukup sadar untuk mengingat apa yang terjadi. "Apa yang kau lakukan di sini?" "Kenapa kau bertanya begitu? Tentu saja aku di sini karena khawatir dengan suamiku sendiri. Kau tidak tahu betapa cemasnya aku mendengar kabar kau kecelakaan!" Hati Matthias tidak tersentuh sedikit pun oleh k
"Sayang, kamu percaya tidak dengan apa yang dikatakan Victoria? Aku tidak bisa berhenti memikirkannya."Genevieve melirik suaminya yang duduk berhadapan dengannya. Mereka ada di restoran sekitar rumah sakit saat ini. Mengisi perut sekalian mencari udara segar untuk menenangkan diri. Namun meski sibuk mengisi perut, pikiran Genevieve sama sekali tidak beranjak dari apa yang telah terjadi beberapa menit sebelumnya di rumah sakit. Apa yang dikatakan Victoria membekas dan mnimbulkan keraguan yang nyata dalam benaknya. "Berhenti mengkhawatirkan itu. Kamu percaya pada putramu kan? Matthias tidak akan melakukan hal yang membuat malu keluarga kita."Jawaban Alexander terkesan tak acuh dan tak begitu mau membahas soal tuduhan Victoria terhadap Matthias atau pun Luciana. Itu membuat Genevieve meradang. "Aku tahu. Matthias itu anak yang baik. Putraku, aku yang melahirkannya, tapi sepertinya Victoria juga tidak bohong."Alexander yang sudah merasa terganggu, akhirnya menghentikan makannya. Mat
"Apa maksudmu, Victoria? Matthias dan Luciana selingkuh?"Genevieve mendesak menantunya. Suaranya sedikit naik saat mempertanyakan atas apa yang diucapkan Victoria, hingga mengejutkan mereka. Dia juga menoleh ke arah Luciana. Namun sebelum sempat bertanya lebih lanjut, pintu ruangan Matthias dirawat terbuka dan perawat keluar. "Maaf, Tuan, Nyonya. Apa yang terjadi di sini? Tolong jangan berisik dan jangan mengganggu ketenangan pasien.""Maafkan kami, Sus. Ada kesalahpahaman internal. Kami janji tidak akan mengulanginya," ucap Alexander dengan kata-kata yang sedikit menyesal atas keributan yang dibuat Victoria. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." "Baik, Tuan. Kalau begitu, saya permisi."Alexander mengangguk dan perawat itu pun pergi. Perhatiannya kembali tertuju pada Victoria. Sorot matanya berubah tajam. Ada kekesalan yang jarang terlihat. "Berhenti membuat keributan di sini dan tutup mulutmu." Alexander mendesis. Menatap penuh peringatan pada menantunya tanpa ada nada tinggi,
"Aku harap pelakunya akan tertangkap."Luciana menatap Alexander dan Genevieve dengan serius. Ada dukungan moril yang ingin dia berikan. Jika benar Matthias jadi target dari seseorang, dia juga khawatir. Mau menolak atau tidak, Matthias telah menjadi sesuatu dalam bagian dirinya. Dia tidak ingin pria itu kenapa-kenapa. Tatapan Luciana kembali tertuju pada Matthias. Dia mendekat dan menatapnya lekat. Tangannya mengepal, menahan diri untuk meraih dan menggenggam tangan itu di hadapan orang tua Matthias. Luciana tidak bisa memeluk dan menumpahkan semua kekhawatirannya. Dia hanya bisa diam dan menatap, sampai tak berapa lama, kemunculan perawat mengalihkan perhatiannya. "Maaf, keluarga pasien, kami perlu melakukan pengecekan. Apa kalian bisa menunggu di luar?"Semua orang di sana langsung diam beberapa detik, lalu Alexander yang sadar lebih dulu, mengangguk dan menarik Genevieve keluar, disusul oleh Arabella. Luciana melirik Matthias sebentar, sebelum dia juga ikut keluar dengan terpa