Share

Tidur dengan Ipar

Penulis: Koran Meikarta
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-10 15:31:52

Pernikahan adalah sesuatu yang suci. Komitmen dalam sebuah hubungan jangka panjang yang harusnya dijaga, bukan hanya diucap di hadapan Tuhan, lalu dilupakan ketika menemukan seseorang yang lebih baik dari pasangan.

Sayangnya bagi Luciana, pernikahannya sudah hancur saat sang suami memilih mengkhianatinya. Kini ... dia juga melakukannya.

Sepasang tangan meremas seprai putih yang kusut saat erangan lembut lolos dari bibirnya. Luciana terengah-terengah. Matanya menatap pria yang bergerak di atasnya. Entah siapa yang memulai, tapi saat ini, dia sudah ada di bawah tubuh besar Matthias.

Tanpa busana dan bermandi peluh.

"Matthias," rengek Luciana yang dibalas geraman pria itu.

Bibir merahnya yang terbuka, dengan cepat dibungkam, meredam semua rintihan yang akan lolos dari bibirnya. Kedua kakinya melingkar di sekitar pinggang Matthias saat Luciana merasakan intensnya gerakan pria itu. Sebelum akhirnya tubuhnya mengejang. Tersentak beberapa kali dengan teriakan yang teredam.

Perasaan lelah, puas, dan rasa bersalah langsung menyeruak dalam dadanya saat akhirnya tubuh besar Matthias jatuh di atasnya. Pria itu berhenti. Selesai.

Tubuhnya sesekali masih bergidik. Merintih pelan saat tubuh Matthias berguling di sebelahnya. Bibirnya mendesis ketika pria itu menarik diri dan meninggalkan dirinya yang terasa kosong.

Luciana menatapnya. Melihat mata gelap Matthias yang memancarkan kepuasan dan hasrat yang kemudian menghilang dalam sekejap. Reaksi dan ekspresi iparnya, membuat Luciana mengernyit heran.

"Kamu puas?"

"Bukan aku, tapi kita dan suamimu akan melihat ini."

Luciana terdiam. Dia melihat tangan Matthias terulur dan menyentuh beberapa titik tubuhnya yang tanpa busana. Sentuhan lembut yang berhasil membuatnya merinding. Pria itu menelusuri jejak merah yang dibuat di leher, dada dan perut rampingnya.

Tubuh Luciana menggigil. Sentuhan itu mengobarkan kembali api yang sempat padam beberapa menit sebelumnya. Namun sebelum perasaan mengambil alih akal sehatnya lagi, Luciana segera menggenggam tangan Matthias.

"Cukup. Kita melakukan ini bukan untuk bersenang-senang."

Sebelum semuanya menjadi rumit, Luciana mau tak mau memberi batasan para Matthias. Dia tidak mau ada perasaan yang terlibat. Jadi, tanpa menunggu waktu atau respons iparnya, Luciana memilih turun dari ranjang.

Dipungutnya gaun miliknya. Dia memakainya dengan sedikit tergesa-gesa. Namun dia tidak menghapus atau merapikan penampilannya. Luciana membiarkan rambutnya agak kusut.

Dia juga tidak mencoba menutupi tanda merah di lehernya atau menyamarkan aroma keringatnya yang bercampur dengan milik Matthias menggunakan parfume.

"Tolong antarkan aku pulang," ucapnya sambil melirik ke arah Matthias yang masih begitu santai bersandar di ranjang. Pria itu bahkan tidak mau repot-repot menutupi tubuhnya dengan selimut atau memakai baju.

Luciana terkejut. Pipinya sedikit memerah saat matanya tak sengaja tertuju pada sesuatu di antara kedua paha pria itu. Matthias tidak punya malu.

"Kenapa tidak sekalian menginap di sini? Biarkan suamimu mencarimu."

Luciana mencuri pandang. Matanya berusaha tetap fokus pada wajah Matthias yang akhirnya kini turun dari ranjang dan berganti baju, meski sebelumnya terlihat malas-malasan. Pria itu kemudian menghampirinya dengan langkah santai setelah berpakaian rapi.

"Tidak perlu. Seperti ini sudah cukup."

"Baiklah."

Pinggangnya dirangkul. Luciana sedikit tersentak. Dia merasakan pelukan akrab yang diberikan Matthias saat pria itu menariknya menuju pintu keluar. Pergi dari tempat di mana dia telah menyerahkan dirinya pada iparnya untuk membalas pelajaran pada sang suami.

Ini jelas salah, tapi rangkulan asing itu membuatnya nyaman. Luciana tidak menolak. Dia hanya diam sambil menyiapkan hati saat mereka masuk ke dalam lift.

***

Mobil hitam milik Matthias tiba di halaman rumah Luciana. Tak jauh dari sana terlihat sebuah mobil putih, yang merupakan milik Felix juga sudah terparkir. Pria itu sudah pulang.

Tangan Luciana mengepal. Kemarahan yang sempat lenyap, kini menyeruak kembali. Dia langsung keluar dari mobil tanpa pikir panjang dan menutupnya kasar.

"Luci."

Luciana berhenti melangkah. Dia memutar tubuhnya dan menghadap ke arah Matthias yang memanggilnya. Panggilan akrab yang terasa menggelitik di telinganya. Tidak biasanya iparnya memanggil begitu.

"Apa?"

Bukannya menjawab, pria itu malah menghampirinya dan menggenggam tangannya.

"Kendalikan dirimu."

Luciana diam. Dia termangu sesaat dengan perkataan Matthias yang seolah ingin membuatnya tenang. Seakan pria itu tahu jika dia bisa saja meledak saat bertatap muka dengan suaminya.

Perhatian kecil yang menenangkan, berhasil meredam kemarahannya untuk sesaat. Luciana mengangguk kaku. Dia tahu, dia tidak boleh emosi. Dia harus tenang seperti Matthias.

"Aku tahu. Terima kasih sudah mengingatkan."

Suara derit pintu terdengar di sela-sela percakapan Luciana dan Matthias. Keduanya pun menoleh serentak dan melihat sosok pria yang beberapa menit sebelumnya mereka lihat di kamar hotel.

Tubuh Luciana menegang seketika. Matanya melotot. Ada kemarahan yang berusaha dia tahan mati-matian.

"Luciana? Apa yang kamu lakukan? Dari mana saja kamu?"

Luciana menarik tangannya yang digenggam Matthias. Dia berbalik menghadap Felix yang kini mendekatinya dengan mata menyipit. Pria itu seolah menilainya dan Luciana juga melakukan hal yang sama.

Setiap jengkal tubuh suaminya, tidak dia lewatkan. Matanya mengamati perubahan Felix. Pakaian yang rapi dan aroma parfume yang biasa dia cium. Penampilannya menunjukkan, seolah-olah tidak ada tanda perselingkuhan, tapi matanya menemukan rambut suaminya yang masih basah.

"Kenapa tidak menjawab? Ada apa denganmu?"

Rahang Luciana mengetat. Dia melirik jijik suaminya yang kini menggenggam tangannya. Tangan yang pasti sering menggerayangi tubuh adik tirinya. Tanpa basa-basi, Luciana langsung menepisnya.

"Bukan urusanmu dan jangan menyentuhku! Aku mau pulang atau tidak, kamu tidak perlu tahu!"

"Apa? Kamu melawan suamimu sendiri? Apa kamu mabuk atau gila? Jangan bilang, kamu pergi bersama pria ini?"

Telunjuk Felix mengarah pada Matthias yang masih tenang dan mengamati di samping Luciana, tapi saat dirinya ditunjuk, pria itu langsung menepisnya.

"Ya, istrimu bersamaku sejak tadi."

"Aku tidak bicara denganmu." Felix mengalihkan pandangannya dan menatap bergantian antara Matthias dan istrinya, sebelum matanya kembali tertuju pada Luciana. Kekesalan terlihat jelas dalam sorot matanya.

"Katakan, apa maksud semua ini? Kamu pergi dengan iparmu sendiri dan bukannya diam menungguku puang? Kamu ini istri macam apa? Keluyuran malam-malam."

Luciana yang mendengar tuduhan Felix seketika menjadi semakin kesal. Tangannya mengepal sementara bibirnya tersenyum sinis. Felix menyudutkannya. Menuduh dia seolah istri yang tidak berbakti.

"Menunggumu? Buat apa?"

"Ini hari jadi pernikahan kita. Apa kamu tidak ingat kalau kita akan merayakannya?"

"Merayakan? Apa kamu berharap aku mau merayakan hari pernikahan kita di tempat kamu meniduri adik tiriku sendiri! Kamu pikir aku mau?"

Suara Luciana terdengar melengking. Dia tanpa sadar berteriak dan menunjuk Felix dengan berapi-api. Dadanya benar-benar sesak, tapi bukan karena dia kehilangan napas, melainkan kehilangan kesabaran menghadapi suaminya.

"A-apa? Jadi yang tadi—"

"Tega kamu, Felix. Tega kamu mengkhianati pernikahan kita setelah aku menerima semua kekuranganmu!"

Dada Luciana naik turun. Suaranya sedikit bergetar saat dia mencoba menahan semua kesedihannya. Dia bisa melihat ekspresi syok dan pucat suaminya yang seolah tak percaya karena perbuatannya telah ketahuan.

Sayangnya itu tidak membuat Luciana merasa iba atau meredam kemarahannya. Hatinya sakit dan kepalanya bahkan ikut pusing karena memikirkan kejadian yang baru menimpanya.

Dia menerima Felix apa adanya. Saat pria itu bahkan tidak mampu memberikannya anak, tapi balasannya?

"Aku benar-benar muak melihatmu!"

Luciana tidak tahan. Dia langsung mendorong Felix dan hendak masuk ke dalam rumah. Dia tetap tidak bisa setenang Matthias saat harus berkonfrontasi langsung dengan suaminya. Rangkaian kalimat yang telah dia siapkan untuk Felix, seolah hilang sekarang.

Namun, beberapa saat melangkah, tangannya tiba-tiba ditarik dan entah apa yang terjadi, Luciana harus dikagetkan dengan suara robekan kain yang membuat lengan baju bagian kanannya terbuka disertai beberapa kancing baju yang lepas.

Sebelum dia menyadari situasi dan melihat pelaku yang membuat pakaiannya robek, dia merasakan cengkeraman di bahunya. Tubuhnya tertarik ke depan. Sampai akhirnya dia berhadapan dengan mata Felix yang terbelalak dan berkilat marah.

"Apa ini? Tanda apa ini, Luci?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sumyarsih Acu
lebih menarik lg
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Disengaja?

    "Tapi kenapa kamu berdiri di sana? Kamu harusnya istirahat."Luciana tersenyum kaku saat Genevieve mendekat dan memeriksanya. Dia menjadi tidak enak sekaligus takut memikirkan apa yang akan terjadi jika Genevieve tahu dia hamil. "Aku tidak apa-apa, Tante. Aku ingin melihat Matthias. Boleh aku bertemu dengannya?""Matthias? Tapi kamu butuh istirahat."Luciana menggeleng. "Aku mohon, Tante. Matthias tadi menyelamatkanku. Aku ingin memastikan dia baik-baik saja.""Baiklah, ikut, Tante! Tapi Matthias sebenarnya sedang istirahat.""Aku janji tidak akan mengganggu. Terima kasih, Tante."Luciana semringah. Dia senang karena akhirnya bisa bertemu dengan Matthias. Dia perlu memastikan keadaan pria itu baik-baik saja dengan mata kepalanya sendiri. "Sayang, Luciana perlu istirahat. Nanti saja bertemunya.""Biarkan saja, Sayang. Kalau dia ingin, kita tidak bisa menghalanginya," jawab Genevieve sambil merangkul lengan Luciana. "Ayo! Kamu bisa jalan kan?""Iya, Tante. Aku bisa. Terima kasih sekal

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Cucu Pertama

    "H-hamil?"Luciana tergagap. Menatap Alexander dengan mata terbelalak. Dia berkedip dan terdiam sesaat. Apa telinganya tidak salah dengar? "Maksud Anda, apa? Anda bercanda, ya?""Apa saya terlihat bercanda?"Tidak. Luciana tidak menemukan ekspresi humor di wajah Alexander. Pria itu selalu dan tak pernah menunjukkan ekspresi selain datar serta serius. Jika Alexander berbohong, memang apa tujuannya? Tentu saja itu aneh. Namun, apa itu artinya dia benar-benar hamil? Pertanyaan itu berputar di kepalanya. Luciana menunduk dan spontan mengelus perut ratanya. Ada rasa tak percaya yang hinggap dalam dadanya. Ini jelas seperti sebuah mimpi yang mustahil terjadi. Dia tidak pernah berharap lagi dirinya akan mengandung ketika tahu Felix itu mandul. Dia juga lupa untuk memikirkan dampak hubungannya dengan Matthias, karena mengira dia tidak akan hamil. Namun, di saat dia sudah menyerah untuk memiliki anak, dia tiba-tiba mendapat kabar dia hamil. Apa ini kabar baik? Kebingungan jelas dirasaka

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Kabar Baik?

    "MATTHIAS! TIDAK!"Luciana tiba-tiba membuka mata dan terduduk dengan tangan terulur ke depan. Matanya terbelalak diiringi jerit ketakutan yang berhasil mengagetkan dua perawat di kamar itu. "Nyonya, Anda baik-baik saja?" Luciana yang baru terbangun, hanya bisa menatap linglung pada dua perawat wanita yang mendekat dengan khawatir. Dia refleks melirik sekitar. Melihat ada banyak perlatan medis, yang tidak dia tahu apa namanya. Namun yang jelas, pemandangan itu membuatnya menyadari kalau tempat di mana dia berada sekarang, adalah salah satu kamar di rumah sakit. Tempat di mana dia tidak ingat kapan datang ke sana. "A-apa yang terjadi? Kenapa aku di sini?"Pertanyaan itu terdengar penuh kebingungan, yang seolah keluar untuk mempertanyakan pada dirinya sendiri. "Anda mengalami kecelakaan, Nyonya, tapi syukurlah Anda tidak mengalami luka serius.""Ah, kecelakaan?" Luciana tersentak dan melihat dua perawat itu menganggukkan kepala. Hingga dia kemudian teringat dengan kejadian sebelum

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Kecelakaan

    Luciana dan Matthias menaiki mobilnya. Mereka dalam perjalanan pulang setelah makan siang yang berantakan. "Kenapa rasanya masalah tidak pernah benar-benar berakhir? Aku sangat lelah, Matthias," keluh Luciana. Dia melirik pria itu sekilas. Wajah tenang Matthias cukup meredam rasa gelisahnya. Meski tidak benar-benar hilang. Energinya terasa terkuras habis tanpa sisa. Kematian ibu mertuanya dan tadi Victoria nyaris membuat masalah. Padahal dia ingin mencoba mengubah suasana hati, tapi malah gagal. "Aku minta maaf. Sepertinya tadi Arabella yang memanggil Victoria.""Arabella?"Luciana langsung diam. Dia tertunduk. Dia juga melihatnya. Adik Matthias sempat masuk bersama dengan Victoria. "Dia sepertinya dekat dengan Victoria. Kenapa aku merasa, adikmu tahu sesuatu? Sikapnya sedikit berbeda dari kemarin.""Beda bagaimana?""Kamu tidak menyadarinya?" tanya Luciana dengan nada heran bercampur bingung. "Arabella bersikap ramah kemarin, tapi tadi dia seperti menyimpan kecurigaan pada kita,

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Tenggang Waktu

    "Kau benar-benar tidak tahu diri, ya! Matthias itu suamiku.""Tahu diri? Kenapa harus kalau kau juga merebut suamiku?"Luciana tersenyum. Dia lalu bersandar dan menatap remeh Victoria. Sama sekali tidak peduli dengan kemarahan wanita itu. "Dan kalian juga akan segera bercerai. Matthias akan menjadi duda. Lalu segera setelah itu, kami akan menikah.""Kau! Berani sekali—""Cukup, Victoria! Kalau kau datang hanya untuk membuat keributan, lebih baik kau pergi. Jangan ganggu aku dan Luciana." Matthias menyela segera karena kesal melihat Victoria. Dia menatap tajam istrinya. "Kau lebih membelanya, Matthias? Kau membela wanita lain dari pada istrimu sendiri?"Suara Victoria melengking. Tampak seolah berusaha menarik atensi pengunjung lain agar menatap mereka dan sialnya itu berhasil. Matthias mengetatkan rahangnya ketika beberapa orang menatap penasaran ke arah meja mereka. Mencari tahu apa yang terjadi dan beberapa lainnya menatap seperti dia adalah pria kejam. "Apa yang kalian lihat?"

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Perseteruan

    "Bagaimana makanannya? Bukankah enak?"Luciana melirik Matthias. Ingin tahu bagaimana responsnya. Meski beberapa menit sebelumnya, mereka sedikit terganggu, tapi dia mencoba untuk tetap santai. Melupakan semua kecurigaan Arabella dan sikap anehnya. "Iya, enak. Kau tahu dengan baik tempat yang bagus untuk makan."Luciana tersenyum melihat Matthias makan dengan lahap. Perasaannya membaik. Dia bisa sedikit bernapas lega karena Matthias yang juga terlihat menikmati waktu makan mereka. "Matthias, aku ingin bicara sesuatu.""Apa?"Pria itu meliriknya. Luciana tidak langsung bicara. Dia menggigit bibirnya gelisah. Bingung bagaimana harus mengatakannya. "Janji jangan marah, oke?"Matthias tidak langsung menjawab. Pria itu menatapnya sambil berhenti makan. "Ya, aku akan mencobanya. Katakan saja.""Aku sebenarnya memikirkan soal apa yang dilakukan Ayah pada Felix," ucapnya. Luciana menatap lurus meja di depannya. Lalu menoleh ke arah Matthias untuk melihat reaksinya dan pria itu diam. Tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status