Share

Konfrontasi Langsung

last update Last Updated: 2025-03-10 15:35:08

Luciana mengernyit. Matanya melirik ke arah yang ditunjuk suaminya dan seketika itu juga, dia sadar itu adalah tanda yang dibuat Matthias di tulang selangkanya. Luciana mendengkus. Dia langsung menyingkirkan tangan Felix dari bahunya.

"Harusnya kamu sudah tahu. Tidak mungkin aku harus menjelaskannya kan?"

Dagu Luciana terangkat. Dia mundur dan meraih lengan Matthias. Menantang Felix tanpa peduli apa pun lagi. Rasa sakit hati dan kekecewaan atas pengkhianatan suaminya telah membuatnya nekat memilih membalas rasa sakit hatinya.

Jika suaminya bisa, kenapa dia tidak?

"Apa maksudmu? Jangan katakan kamu tidur dengannya!"

Mata Luciana memanas. Perih dan hampir saja cairan bening menetes, saat dia melihat kemarahan dan luka di mata suaminya. Namun bayangan ketika dia melihat suaminya di ranjang bersama adik tirinya, kembali berputar di kepala seakan sedang mengejeknya, dia menguatkan tekad. Mengepalkan tangannya kuat-kuat seolah sedang berusaha mengeraskan hatinya.

"Ya, aku melakukannya. Kalau kamu bisa, kenapa aku tidak?"

"Luciana, kamu!"

Mata Luciana refleks terpejam saat tangan Felix terangkat dan mengarah padanya. Felix akan menamparnya. Luciana pikir begitu, tapi setelah beberapa saat, dia tidak merasakan apa pun. Perlahan, matanya kembali terbuka dan melihat tangan lain yang menahan tangan suaminya.

"Memukul wanita adalah tindakan pengecut. Sangat mudah menyeretmu ke penjara."

Jantung Luciana masih berdebar kencang karena kaget. Dia cukup syok, tapi saat melihat Matthias melindunginya hingga wajah Felix yang berubah merah padam, dia menyadari kalau ketegangan sedang terjadi antara Matthias dan Felix.

"Beraninya kau ikut campur dalam rumah tanggaku! Kau pikir kau siapa?"

"Adik iparmu. Suami dari istri yang kau tiduri sebelumnya."

Felix terlihat kaget. Mungkin tidak menyangka jika Matthias juga mengetahui perselingkuhannya, tapi pria itu terlanjur kesal setelah mengetahui Matthias juga meniduri Luciana.

Pukulan nyaris dilayangkan, tapi Matthias dengan cepat menghindar dan malah memberikan bogem mentah di perut Felix yang membuat pria itu jatuh tersungkur seketika.

"Akhh! Matthias, cukup!" jerit Luciana saat dia melihat kejadian itu.

Matanya terbelalak dan refleks dia memegang tangan iparnya. Menahan Matthias yang akan maju untuk kembali memukul suaminya. Napasnya sedikit memburu. Ada perasaan ngeri dan takut terpancar di matanya saat dia melihat kejadian itu.

Luciana bisa melihat suaminya yang sepertinya kaget dan kesakitan. Sementara Matthias masih menunjukkan ekspresi dingin. Bukan ini yang dia mau. Perkelahian suami dan iparnya bisa memancing para tetangga.

Masalahnya bisa semakin rumit jika keduanya berkelahi.

"Kau bajingan, Matthias!" seru Felix sambil berusaha berdiri dan tetap memegangi perutnya. Seakan pukulan Matthias sangat keras hingga Felix masih kesakitan.

Matthias melepas genggaman tangan Luciana. Tatapan tajamnya tertuju pada Felix saat dia perlahan melangkah mendekati pria itu.

Luciana yang melihatnya, refleks menggenggam tangan Matthias lagi. Hingga pria itu menoleh dan dia yang syok hanya bisa menggelengkan kepala. Berharap Matthias mengerti untuk tidak membuat keributan dengan berkelahi.

Namun pria itu tidak menjawab dan melepaskannya sembari menghampiri Felix. Luciana terdekat saat melihat Matthias menarik kerah kemeja Felix dan mengangkat tubuh suaminya dengan begitu mudah. Mulutnya terbuka untuk menghentikan iparnya, tapi terkatup kembali saat melihat pria itu tidak memukul suaminya.

Luciana hanya bisa memerhatikan Matthias dengan alis berkerut saat iparnya itu berbisik di telinga Felix. Dia tidak bisa mendengar apa yang dikatakan iparnya, tapi dia bisa melihat wajah suaminya merah padam. Lalu tanpa perasaan, tubuh Felix dijatuhkan.

"Kurang ajar kau! Aku akan melaporkan apa yang kalian lakukan! Aku akan mempermalukanmu!"

"Silakan, dan kau akan melihat, siapa yang lebih dipercaya. Omong kosongmu atau bukti dariku."

Luciana terdiam menyaksikan Felix dan Matthias yang bersitegang. Namun dia bisa melihat Matthias mengangkat ponselnya dan menunjukkan sesuatu pada Felix hingga wajah suaminya itu langsung pucat.

"Ini belum berakhir. Aku akan bicara denganmu nanti, Luci!"

Luciana hanya bergeming melihat Felix bangun dan berjalan menuju mobilnya dengan terburu-buru. Dia tidak bergerak sama sekali ketika suaminya berniat meninggalkan rumah. Luciana hanya diam saat mobil yang ditumpangi Felix pun menjauh dari pandangannya.

Perutnya terasa seperti diaduk. Dadanya masih berdenyut sakit. Kekecewaan, kesedihan dan kebingungan melandanya. Luciana kini tidak tahu harus melakukan apa.

Pikirannya blank.

Tubuhnya yang mulai merasakan lelah, nyaris saja jatuh jika sebuah tangan tidak menahannya.

"Kau tidak apa-apa?"

Luciana menoleh. Bibirnya bergetar saat matanya bertatapan dengan Matthias. Pria yang selalu tenang dan memasang ekspresi dingin sejak tadi, tapi sekilas, dia menangkap sorot khawatir di matanya yang gelap dan selalu mengintimidasi.

Harusnya Luciana bisa menjawab pertanyaan sederhana itu dengan cepat, tapi jangankan membuka mulut, menggeleng saja dia tidak sanggup. Justru dia malah spontan memeluk Matthias dan terisak pelan di sana.

Tangis yang dia tahan sejak tadi, akhirnya pecah juga. Luciana tidak bisa memikirkan apa pun lagi. Dia membiarkan air matanya luruh membasahi jas mahal Matthias.

Tampaknya iparnya juga tidak masalah. Meski dia merasakan tubuh Matthias sedikit menegang. Namun lambat laun, usapan lembut dirasakan olehnya di punggungnya.

Tidak ada suara. Tidak ada kata-kata menghibur. Bukan pula keheningan yang canggung, hanya sentuhan lembut dan keheningan yang menenangkan.

Butuh beberapa saat bagi Luciana untuk meluapkan semua emosinya. Sampai setelah dia puas, dia menarik diri. Mendongak dan menatap Matthias dengan hidung memerah dan air mata yang masih menetes.

Pakaian mahal pria itu kusut, basah dan berantakan. Luciana sedikit terkejut saat melihatnya, sampai dia kemudian mundur, tapi pinggangnya ditahan.

"Matthias ... maafkan aku. Aku, aku terbawa emosi ... bajumu jadi basah dan berantakan."

"Tidak masalah. Kau sudah puas sekarang?"

Luciana mengusap air matanya. Dia memperjelas pandangannya. Menatap mata Matthias dengan raut wajah bingung. "Aku tidak tahu. Aku tidak merasakan apa-apa."

Kejadian yang mengejutkan hari ini, membuat Luciana kini mati rasa. Dia tidak mampu memproses semuanya dengan cepat. Dia lelah dan yang ada dalam kepalanya hanyalah beristirahat.

"Kau butuh waktu. Istirahatlah. Telepon aku jika kau butuh bantuan."

Luciana tersentak saat tiba-tiba dia merasakan usapan lembut di pipinya. Matanya mengikuti jemari Matthias yang mengusap air matanya, hingga dia dibuat kaget ketika pria itu malah menjilat air mata tersebut di jarinya.

"Selamat malam."

Luciana masih terbengong di tempat. Sapaan Matthias tidak dia balas sama sekali. Dia juga tidak bergerak sedikit pun saat pria itu masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkannya yang masih mencerna apa yang baru saja terjadi.

Dia baru tersadar saat mobil yang ditumpangi Matthias sudah keluar dari gerbang. Luciana spontan memeluk dirinya sendiri dan berbalik untuk masuk ke dalam rumahnya, tapi kemudian, langkahnya terhenti. Dia yang baru hendak mengambil ponsel, mulai menyadari jika barang itu tidak ada.

Bukan hanya ponsel, tapi juga tasnya. Luciana spontan melirik kembali ke gerbang rumah. Melihat mobil Matthias sudah menghilang.

Dia lupa. Dia sepertinya telah meninggalkan ponsel dan semua barang dalam tasnya di suite room milik Matthias.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Kesempatan Kedua?

    Taksi yang ditumpangi oleh Luciana berhenti di depan halaman rumahnya. Akhirnya dia tiba di sana. Pikirannya kini dipenuhi dengan kalimat yang coba dia susun saat nanti berhadapan kembali dengan Felix. Ketika Luciana turun dari taksi, matanya langsung disambut oleh keberadaan mobil milik suaminya yang sudah terparkir rapi. Felix benar-benar ada di rumah setelah semalaman entah berada di mana. Dia menelan ludah beberapa kali sambil menghela napas, lalu menguatkan dirinya ketika melangkah menuju ke arah pintu. Tidak dikunci. Tangannya memutar pelan kenop pintu, lalu masuk perlahan. Hening. Luciana tidak merasakan kehadiran suaminya. Dia juga melihat keadaan di rumah itu masih sama seperti saat ditinggalkan. Tubuhnya perlahan rileks. Dia melangkah semakin ke dalam, sampai sebuah suara menghentikannya. "Luci."Tubuhnya menegang. Dia tersentak sesaat, sebelum kemudian telinganya menangkap suara langkah kaki, lalu tanpa aba-aba, d

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Mempersiapkan Diri

    Luciana terdiam. Mulutnya menganga saat matanya menatap beberapa piring berisi makanan di depannya. Makanan yang menggugah selera hingga berhasil membuat perutnya keroncongan. Namun dia tidak mengambil bagian, tatapannya justru beralih pada pria di depannya. "Kenapa? Makanlah."Luciana menghembuskan napas kasar mendengar jawaban santai Matthias. Dia refleks melirik sekeliling ruangan. Tidak ada orang, jelas saja karena itu ruang makan privat. Hanya ada mereka di sana dan sialnya, dia sendiri tidak yakin bagaimana dirinya bisa berakhir di sana bersama dengan Matthias. "Matthias, kamu tahu? Kamu tidak perlu melakukan ini. Aku hanya ingin pulang.""Pulang? Dengan suara perutmu yang terus berbunyi?"Bola mata Luciana melebar. Bibirnya terbuka, sebelum kemudian terkatup kembali dan menunduk dengan kedua pipi memerah. Dia refleks memegangi perutnya. "Perut berbunyi bukan berarti lapar.""Tapi kau kelaparan.""Kata

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Tawaran Kerja

    Luciana sedang fokus. Dia mengerjakan semua berkas yang menumpuk di meja. Entah sudah berapa lama, dia tidak menghitungnya, tapi yang pasti, suara gelas yang diletakkan di sebelahnya, berhasil mengalihkan fokusnya. "Minumlah."Mata Luciana berkedip. Dia menatap Matthias yang meletakkan gelas berisi cairan berwarna merah, lalu duduk sambil menyilangkan salah satu kaki. Memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa dia artikan. Luciana pun meletakkan berkas yang sedang dia kerjakan dan mengambil gelas itu. Namun dia tidak langsung menenggaknya. Hidungnya mengendus minuman itu, sebelum kemudian melirik iparnya lagi sembari meletakkan gelasnya di tempat semula. "Maaf, aku tidak minum alkohol.""Itu hanya wine.""Tetap saja, itu alkohol.""Baiklah, kau mau apa?"Luciana berkedip saat melihat Matthias berdiri dan mengambil gelas wine itu. "Tunggu, kamu mau mengambilkan minum untuku?""Ya, ada apa?"

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Niat Terselubung

    "Kamu pantas mendapatkannya. Harusnya lebih dari itu.""Maksudmu apa? Kau mengajakku ribut?"Luciana menatap tajam Victoria. Rahangnya mengeras saat melihat adik tirinya yang marah dan seolah siap melawannya. Tangan wanita itu masih memegangi pipinya yang bengkak. "Aku hanya memberimu pelajaran.""Pelajaran apa? Sepertinya kau jadi gila sekarang.""Gila?" Luciana tertawa sumbang. Matanya masih tertuju pada Victoria yang kini terlihat ngeri melihatnya. Lalu tiba-tiba, dia mendorong dan menekannya ke dinding. Tangannya menarik kasar kerah baju Victoria hingga wanita itu terkejut. Tawanya berhenti dan yang terlihat hanyalah kemarahan. "Aku tidak mengerti," bisik Luciana sambil menahan amarahnya. Suaranya sedikit tercekat saat dia bicara. Dadanya sakit. Sangat. "Kamu ini punya segalanya. Kamu cantik, pintar, kaya dan kamu juga punya suami yang sempurna."Ada kesedihan dalam nada suara Luciana saat mengatakannya. Kekecewaan dan kemarahan yang membuatnya benar-benar ingin mengamuk, tapi

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Pelajaran untuk Victoria

    Langit begitu cerah hari itu. Sinar matahari menyorot langsung ke arah orang-orang yang sibuk bekerja atau sekadar berjalan-jalan. Namun lain halnya dengan Luciana. Akibat kejadian kemarin, dia sama sekali tidak merasa bergairah menjalani hari. Luciana terduduk tenang di kursi penumpang saat taksi yang dia pesan melaju di jalanan yang agak lengang. Raut wajahnya yang sedih dan muram masih menghiasi. Felix belum kembali dan dia tidak tahu ke mana. Luciana sendiri bingung dan tidak tahu harus bertindak apa. Cerai? Tidak. Itu adalah pilihan yang sulit. Bohong baginya jika Luciana mengatakan sudah tidak lagi mencintai suaminya setelah dikhianati. Kenyataannya, dia masih sangat mencintai Felix setelah semua terjadi. "Bu, apa kita akan pergi ke Sinclair Group?"Luciana yang sedang terbengong menatap jendela, seketika teralihkan oleh pertanyaan sopir taksi. "Iya, kita ke sana. Tolong lebih cepat.""Baik, Bu."Luciana menarik napas dalam-dalam dan kembali menatap jalanan lewat jendela ka

  • Hasrat Tersembunyi Iparku   Konfrontasi Langsung

    Luciana mengernyit. Matanya melirik ke arah yang ditunjuk suaminya dan seketika itu juga, dia sadar itu adalah tanda yang dibuat Matthias di tulang selangkanya. Luciana mendengkus. Dia langsung menyingkirkan tangan Felix dari bahunya. "Harusnya kamu sudah tahu. Tidak mungkin aku harus menjelaskannya kan?"Dagu Luciana terangkat. Dia mundur dan meraih lengan Matthias. Menantang Felix tanpa peduli apa pun lagi. Rasa sakit hati dan kekecewaan atas pengkhianatan suaminya telah membuatnya nekat memilih membalas rasa sakit hatinya. Jika suaminya bisa, kenapa dia tidak? "Apa maksudmu? Jangan katakan kamu tidur dengannya!"Mata Luciana memanas. Perih dan hampir saja cairan bening menetes, saat dia melihat kemarahan dan luka di mata suaminya. Namun bayangan ketika dia melihat suaminya di ranjang bersama adik tirinya, kembali berputar di kepala seakan sedang mengejeknya, dia menguatkan tekad. Mengepalkan tangannya kuat-kuat seolah sedang berusaha mengeraskan hatinya. "Ya, aku melakukannya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status