“Tu-tuan Muda, apa Anda serius?!” Ariella bertanya sambil melebarkan maniknya. Dia meragukan pendengarannya, sebab Lucas tidak akan semurah hati itu. Namun, ekspresi dingin sang suami, jelas tidak menunjukkan gurauan. “Ada posisi kosong untuk Asisten Kurator. Kau bisa menempatinya,” sahut Lucas tanpa menoleh ke samping. “Aku akan memberitahu Staff di sana, setelah itu kau urus dirimu sendiri!” Ariella bertambah kaget. Dengan terbata, wanita itu kembali memastikan. “Lalu, ba-bagaimana dengan lukisan Ballerina yang saya buat sebagai pembuktian untuk Anda, Tuan Muda?” “Selesaikan lukisan itu, lalu berikan padaku. Jika hasilnya mengecewakan, aku bisa langsung memecatmu!” balas pria tersebut amat tegas. “Terima kasih, saya sungguh berterima kasih, Tuan Muda. Saya janji akan melakukan yang terbaik!” Ariella menyahut penuh semangat. Meski Lucas tak merespon apapun, tapi wanita itu sangat senang. Dia tahu Lucas tidak hanya membual. Sambil melepas pandangan ke luar jendela, Ar
“Tuan Muda meminta saya membawanya ke sini,” tukas Peter menatap lurus Ariella.Dia lantas menyerahkan kanvas yang tertutup kain putih pada wanita itu.Sesuai dugaan Ariella, ternyata memang lukisan ballerina yang dibuatnya saat berada di apartemen Lucas. Sang suami ingin dia menyelesaikan lukisan tersebut, tapi Ariella tak menyangka asistennya sendiri yang langsung mengantarkannya.“Terima kasih,” Ariella berkata canggung saat menerimanya. “Maaf karena harus merepotkan Anda, Tuan Peter.”Lawan bincangnya tidak menimpali apapun selain berdehem.Dia berniat langsung pergi, tapi Ariella tiba-tiba berujar, “tu-tunggu, apakah Tuan Muda Lucas sudah berangkat?”“Tuan Muda sedang bersiap. Beliau akan berangkat lebih pagi untuk rapat penting,” sahut Peter yang lantas mangkir tanpa menunggu balasan Ariella.Ya, Ariella mengerti dirinya bukan benar-benar istrinya. Jadi Lucas tak ada kewajiban menemuinya setiap saat ataupun memperhatikan kegiatannya.Wanita tersebut kembali mengintip kanvasnya se
‘Tanganku licin. Aku harus mengambil sarung tangan karet dulu,’ batin Ariella dalam hati. Ya, dia tak ingin mengambil risiko jika tiba-tiba tongkat pembersih kolam itu terlepas darinya. Ariella tak mungkin masuk ke air karena tidak bisa berenang. Namun, ketika Ariella berbalik, ternyata Chelsea sudah berada tepat di belakangnya. Wanita itu hendak mendorongnya. Tapi sial, pangkal tongkat yang menjulur ke belakang pinggang Ariella, malah tak sengaja menyenggol Chelsea. “Oh? Nona Chelsea?!” tukas Ariella melebarkan irisnya. “Aish, sial!” Keponakan Beatrice itu memaki geram. Tangannya dengan cepat meraih pangkal tongkat pembersih kolam yang masih dipegang Ariella. Dia mati-matian merengkuh tongkat itu, sebab tubuhnya sudah menyerong ke arah kolam renang. Beruntung Ariella masih memegangnya kuat, hingga Chelsea tak sampai jatuh. “Jalang brengsek! Kenapa kau malah berbalik?!” Chelsea mengumpat lebih berang. Dia justru menarik pangkal tongkat tersebut, memicu leher Ariella
“Tu-tunggu, Nona!” Ariella seketika menghadang saat wanita itu hendak mangkir. “Saya tahu ini kesalahan saya, tapi saya mohon berikan satu kesempatan lagi. Saya rela melakukan apapun untuk menebus kesalahan ini!”Dia tampak tertekad, tapi lawan bincangnya yang kritis malah semakin risih.“Galeri ini tidak menerima kecacatan apapun. Jika di hari pertama kau sudah buruk, bagaimana kau bertahan di sini?!” tukas wanita itu pelan, tapi nadanya penuh tekanan.Dengan sorot manik tegasnya, wanita tersebut langsung berlalu tak peduli bahunya menyenggol Ariella. Namun, Ariella yang sudah sampai sejauh ini, tak ingin mundur lagi. Jika kesempatan satu tertutup, maka dia harus menciptakan peluangnya sendiri.‘Apapun yang terjadi, aku tidak boleh gagal masuk galeri ini!’ batin Ariella mengumpulkan ambisi.Dirinya menggenggam erat selempang tasnya, lalu menyusul wanita tadi.“Nona, saya yakin saya mampu. Jadi tolong berikan tugas apapun. Jika saya gagal, saya akan pergi dari galeri ini!” tukas Ariell
“Tu-tunggu!” Ariella berujar dengan tubuh tegang. “Tolong … to-tolong singkirkan dulu pistolnya.” Lawan bincang di belakangnya malah semakin menekan moncong senjata tajam itu ke pelipis Ariella. Tanpa ragu, dia juga menarik pelatuk atas pistol tadi, sampai-sampai membuat Ariella menahan napasnya. “Tidak ada seorang pun yang boleh masuk ruangan ini, termasuk staff galeri! Apa yang mau kau lakukan?!” Suara pria itu terdengar lebih dingin. Dada Ariella bergemuruh takut. Belum ada tiga puluh menit dia menginjak galeri ini, tapi kesialan sudah menyerangnya beberapa kali. Namun, belum sampai Ariella menimpali, tiba-tiba pria tadi merengkuh sebelah tangannya dan langsung membekuk ke belakang punggung. Bahkan tanpa segan, pria itu mendorong Ariella hingga terhimpit ke dinding. “Ah!” Ariella mengernyit sakit. “Mo-mohon maaf, saya tidak sengaja masuk ke sini. Sa-saya hanya mengikuti arahan staff untuk datang ke ruang pertemuan,” sambung wanita itu menjelaskan dengan buncah. Dia
“Aish, hu-hubungan khusus apa yang kau bicarakan? Mana mungkin aku dan Tuan Muda, hah … sudahlah. Jangan bicara sembarangan lagi. Jika ada orang yang mendengarnya bisa bahaya!” tukas Ariella menarik tangannya dari genggaman Halley.Ya, dia tak mungkin membeberkan bahwa dirinya istri kontrak Lucas Baratheon. Sang suami sudah mewanti-wanti agar merahasiakan status mereka dari publik. Namun, ini justru semakin membuat Halley penasaran.Bodyguard itu malah mencondongkan tubuhnya lebih dekat pada Ariella. Meski wanita tersebut perlahan menarik diri, tapi Halley kian gencar mengikis jaraknya.Saat wajah mereka nyaris bertumbukan, Ariella segera menahan dada pria tersebut. “Halley—”“Kau serius dengan ucapanmu?” sambar Halley tampak menyidik.Leher Ariella menegang. Dia takut ketahuan berdusta sebab Halley mengenal baik dirinya. Pria itu kerap mendesak seperti ini jika curiga dirinya berbohong.“Kau pikir aku apa? A-aku tidak mungkin ‘kan menggoda Tuan Muda Lucas atau semacamnya!” Ariella akh
Lucas yang memicing sinis, tidak disadari kehadirannya oleh Ariella.Wanita itu justru terkejut karena Halley tiba-tiba melepas jas hitamnya, lalu melangkupkan ke bahunya.“Aku tidak perlu ini,” tutur wanita itu berniat melepasnya.“Jangan keras kepala, tubuhmu membutuhkannya. Lihat, kemeja yang kau pakai setipis ini. Kau bisa masuk angin!” sahut Halley menata kembali jas itu di pundak Ariella.Sang wanita menekuk bibirnya lalu mendesis, “cih! Kenapa kau bertingkah seperti ayahku, hah? Aku bukan anak kecil, jadi berhenti mengomel!”Melihat Ariella protes, Halley justru tersenyum miring. Tatapannya berubah nanar, seolah bisa melihat kepedihan Ariella yang tersembunyi.Pria itu memegang lembut lengan Ariella seraya berkata, “Ariella, apa selama ini kau baik-baik saja?”Setelah sekian lama, akhirnya ada yang menanyakan itu pada Ariella. Rasanya seperti menemukan pelipur, tapi juga menggoyahkan Ariella. Tapi alih-alih menumpahkan segala keluhnya, wanita itu malah tersenyum tipis.“Jangan c
‘Sebelum pergi, lukisannya masih baik-baik saja. Aku juga mengunci pintunya. Ta-tapi siapa yang melakukan ini?’ batin Ariella menatap lemas. Pundaknya merosot saat melihat lukisan ballerina yang harusnya diserahkan pada Lucas, malah robek tak beraturan. Ya, agaknya seseorang menerobos kamar wanita itu, lalu merusak lukisannya dengan senjata tajam. Ariella pun meraih kanvas lukisan itu, lalu membatin, ‘jika harus membuat ulang, pasti akan banyak memakan waktu.’ Memang tidak sulit jika harus melukis ulang, tapi Ariella penasaran dengan dalang yang tiba-tiba merusak lukisan ini. “Selain Tuan Muda Lucas dan Tuan Peter, tidak ada yang tahu tentang lukisan ini. Dan orang yang aku temui saat keluar kamar … Nona Chelsea?!” tukas Ariella menerka. Alis wanita itu merapat seiring tangannya yang kian erat memegang pinggiran kanvas tadi. Jika diingat sejak awal, Chelsea memang selalu berlaku buruk padanya. Ariella pun menghela napas berat seraya bergumam, “apa yang harus aku katakan
‘Tidak ada?!’ batin Lucas saat tak mendapati Ariella di sana.Irisnya memindai sampai ke bangku belakang, tapi sang wanita tak nampak. Hanya ada Giselle yang kini terkulai lemas di kursi kemudi.“Luke? Kaukah itu?” tutur Giselle terdengar lemah.Gelenyar darah mengucur dari keningnya. Dia perlahan mengerjap, coba menjernihkan pandangan saat melihat wajah Lucas di luar jendela.“Luke ….” Wanita itu kembali merintih, berharap Lucas segera meraihnya.Namun, ketika membuka pintu, Lucas malah bertanya, “di mana Ariella?!”Giselle mendengarnya dengan jelas. Dan itu kian membuat emosinya meradang perih.‘Sial! Di saat aku terluka parah, bagaimana bisa kau mencari jalang itu?!’ geming Giselle menelan saliva dengan berat.“Bukankah kau bersama Ariella? Di mana dia?” Lucas terus mendesaknya.Akan tetapi Giselle tetap bungkam. Dengan keadaan ini, dirinya bisa mudah berpura-pura dungu. Bahkan detik selanjutnya dia kembali memejam selaras kesadarannya yang hilang.Lucas yang melihatnya, semakin men
‘Brengsek!’ Giselle memaki geram begitu melihat Peter keluar dari Rolls Royce hitam di sana.Terlebih saat lelaki itu membuka pintu belakang untuk Lucas. Amukan Giselle kian membengkak, menyadari Lucas bergegas meninggalkan kantor demi bertemu Ariella.‘Aku tidak akan membiarkan ini!’ batin Giselle penuh tekad.Dia lekas mengunci pintu saat Ariella hendak keluar. Disertai tatapan geram, Giselle langsung menyalakan mesin mobilnya.“Apa yang Anda lakukan? Biarkan saya keluar!” decak Ariella melirik sinis.Giselle tak menggubris. Dia justru menginjak pesal gas hingga mobilnya melesat pergi sebelum Lucas melihatnya. “Nona Giselle! Sebenarnya apa yang Anda lakukan?!” Ariella memicing geram.Namun, lawan bincangnya tetap bungkam sambil mencengkram kemudi lebih erat. Bahkan Giselle tak segan memacu mobil putihnya lebih kencang.Ariella menghela napas panjang sambil berujar, “apa Anda setakut itu Tuan Lucas memilih saya?!”“Tutup mulutmu, jalang sialan!” Giselle menyambar penuh tekanan. “Kau
“Dasar berandal! Kau tidak tau tentang itu?!” Richard mencibir sengit.Terlebih saat Lucas menatap tajam dan terkesan menuntut penjelasan, sungguh menebalkan asumsi Richard.“Katakan, Ayah!” decak Lucas kian mendesak.“Ayah bertemu Pelayan itu di rumah sakit. Dia bersama gadis kecil yang sekilas mirip denganmu!”Sahutan Richard semakin memicu Lucas tertegun.Jika ayahnya menyebut ‘pelayan’, maka jelas itu Ariella Edelred. Dan ini bertepatan dengan suara anak kecil yang Lucas dengar saat menelepon wanita tersebut. Panggilan ‘mommy’ kala itu masih terngiang jelas di telinga Lucas.‘Ariella dan Damien tidak menikah. Jika dia benar-benar punya anak, bisa saja itu darah dagingku!’ batin Lucas menyimpulkan.“Anehnya wanita itu tidak mengenali Ayah. Dia buru-buru pergi saat Ayah bertanya mengenai anak perempuannya!” Richard kembali berujar sambil menuatkan tangan. “Ayah tidak peduli tentang ibunya. Jika benar itu cucuku, dia harus kembali ke ranah keluarga Baratheon. Kau mengerti?!”Ya, sejak
“Secil! Apa yang kau katakan? Kau tidak boleh bicara begitu pada pada Ava!” Nicholas membentak marah.Dia tahu bocah perempuan dengan cardigan pink itu sangat angkuh dan sering menganggu teman-teman lain. Jika Ava menjadi targetnya juga, maka Nicholas jelas tidak terima.“Apa yang salah? Aku hanya bertanya padanya. Ava tinggal menjawab saja, punya Ayah atau tidak!” Secil berujar sambil melipat tangan dengan sombongnya.Saat itula, Laura-teman Secil yang memegang loliop juga berkata, “Secil benar. Ava saja tidak tau Papa Day. Itu aneh. Apa selama ini dia tidak pernah merayakan Papa Day di rumah?”“Ava, jangan-jangan kau memang tidak punya Ayah, ya? Mommy bilang anak yang tidak punya orang tua itu bermasalah. Dan kau sering membolos!” tutur Secil dengan sorot penuh ejekan.Dia menoleh pada temannya sambil tertawa.Ava pun melangkah lebih dekat, lalu menjelaskan, “Ava tidak membolos, tapi—”“Menjauhlah dari Secil!” sentak Laura sambil mendorong Ava.Bocah itu nyaris saja terjungkal ke bel
“Paman Damien!” Ava memanggil riang sambil berlari ke arah pria itu.“Oho! Tuan Putri Ava!” Damien pun menangkap gadis kecil itu dan menggendongnya. “Ava rajin sekali pagi-pagi sudah rapi.”Bukannya menjawab, perhatian anak perempuan itu malah terpaku pada wajah Damien yang lebam.Sambil mengerjap bingung, dia pun bertanya, “apa orang jahat memukuli Paman? Wajah Paman pasti sakit.”“Paman memang habis melawan orang jahat, tapi Paman tetap menang karena berhasil mempertahankan milik Paman,” sahut Damien disertai senyum tipis.“Jadi orang jahat itu mau mencuri barang Paman Damien?” Ava menyahut cemas.Damien melirik Ariella, alih-alih langsung menimpali pertanyaan itu.Dengan ekspresi seriusnya, Damien pun berkata, “bukan barang, tapi hal paling berharga bagi Paman!”Ariella yang sejak tadi bungkam, sungguh tak menyangka Damien akan bicara seperti itu. Bukankah Damien marah padanya?“Ava tau? Paman akan tetap melindungi hal paling berharga itu dengan semua kekuatan Paman. Paman tidak aka
“Uhh … kau sudah bangun, Luke?” Giselle mendesah pelan saat membuka mata.Dirinya menggeliat, merebahkan kepala di dada Lucas selaras dengan tangannya yang memeluk pria itu kian erat.“Aku sangat lelah. Bisakah kita tidur lebih lama?” sambung wanita itu memejamkan mata lagi.Namun, Lucas yang risih seketika bangun. Rahangnya tampak mengetat, tampak menahan amukan.“Apa yang kau lakukan di sini?!” tanyanya tanpa menoleh sedikitpun.Giselle mengerjap heran. Dirinya ikut bangun sambil merengkuh selimut untuk menutupi tubuhnya yang tanpa busana.“A-apa maksudmu, Luke? Kau tidak mungkin lupa kalau selamam kita telah bercinta ‘kan?” sahut Giselle yang lantas meraih lengan pria itu.Lucas sekejap membuang pandangan dengan tangan mengepal geram. Mau dipikir bagaimanapun, dirinya dan Giselle sangat mustahil. Sialnya dia tak bisa membantah karena tidak ingat apapun.Sang wanita menggelayut manja di lengan pria itu sembari berbisik, “apa yang kau pikirkan? Ini bukan masalah besar. Kita memang aka
“Luke, buka pintunya. Aku tau kau ada di dalam. Cepat buka. Kenapa kau menghindariku?!” tukas Giselle dari luar. Begitu siuman di rumah sakit, Giselle langsung menanyakan Lucas. Meski Belatia marah habis-habisan karena dia bertindak gila, tapi Giselle tetap keras kepala. Apalagi dia telah mengetahui hubungan Lucas dan Ariella. Mana mungkin dirinya diam saja? “Luke, bicaralah sekali saja padaku. Aku mohon temui aku, Luke!” Giselle terus berujar penuh harap. Sementara di dalam, Lucas hanya bungkam dengan keringat yang mengebaki dahi dan tengkuknya. Sensasi panas pun menjalar ke seluruh tubuh, membuatnya tak karuan. ‘Brengsek!’ batin Lucas mengumpat tajam saat kepalanya bertambah pening. Irisnya melayap ke sekitar dan terpaku pada wine yang tadi disesapnya. Saat itulah Lucas bisa menerka bahwa anggur tersebut yang membuatnya kacau seperti ini. ‘Hah, sial! Apa sejak awal ini rencanamu, Ariella?!’ geming Lucas dengan rahang mengeras. Dia semakin kesal sebab meminumnya setelah
‘Apa itu suruhan Lucas?’ batin Damien menerka. Dia meraih belati, lantas melangkah ke ruang depan dengan waspada. ‘Jika bajingan itu yang mengirimnya, aku tidak akan membiarkannya kembali hidup-hidup!’ Damien bertekad geram. Namun, mendadak lampu ruangan tersebut menyala terang. Damien sontak membelalak saat mendapati sosok tinggi besar yang familiar. “Ayah?” tukas pria itu merapatkan alis. Ya, Hessen Rudwick-ayah Damien tersebut melepas mantel dan beranjak menuju sofa. “Ayah tidak tau kau di sini. Kenapa tidak menyalakan lampu? Apa kau minum-minum?” tukas Hessen yang hafal tabiat putranya. Dia merebahkan punggung ke sofa sambil memejamkan mata. “Bawakan Ayah alkohol juga. Ayah akan bergabung denganmu sampai mabuk!” sambung lelaki itu. Damien menarik napas panjang. Biasanya dia melarang Hessen menelan alkohol, tapi entah kenapa kali ini dirinya membiarkan. Tak lama kemudian, Damien kembali membawa dua botol. Dirinya duduk sambil menuangkan alkohol kadar rendah untuk sang aya
“Apa yang kau katakan?!” tukas Damien menuntut penjelasan. Ariella yang berada di sebelah tak langsung menjawab. Meski harusnya menenangkan Damien, tapi entah mengapa mulutnya berat bicara. Sang pria berpaling seraya mendesaknya lagi. “Kau bercanda ‘kan, Ariella? Kau marah karena aku mengikutimu diam-diam, sampai berbohong padaku jika Lucas—” “Maafkan aku, Damien. Harusnya aku memberitahumu lebih awal bahwa—” “Tidak!” sahut Damien memangkas. “Kau sudah bilang padaku kalau Ayah Ava meninggal. Kenapa tiba-tiba Lucas? Hah … tidak. Sebelumnya kau tidak pernah berhubungan dengan si brengsek itu. Mustahil! Ini sangat gila, Ariella!” Ariella paham Damien terus menampik fakta, tapi dia tak bisa menutupi terus. Dengan manik gemetar, wanita tersebut berkata, “aku bersalah, Damien. Aku tau kau marah dan kecewa padaku. Tapi aku tidak menyesal menemui Lucas karena aku sangat membutuhkannya!” “Meski aku sangat membenci Lucas dan berulang kali ingin membunuhnya dalam pikiranku, tapi aku tidak