Ariella berniat meraih penyumbat bak mandi yang baru ditarik Lucas, tapi sialnya pria itu lebih dulu membuangnya ke lantai.
“Tidak!” tukas Ariella disertai iris lebar.
Dia semakin buncah saat air dari bathtub itu mulai surut. Ariella sekejap menyilangkan kedua tangan untuk menutupi dadanya.
“Tuan Muda, saya mohon jangan seperti ini,” tutur wanita itu dengan tatapan gemetar.
Melihat iras muka Ariella yang kacau, entah mengapa memicu Lucas semakin ingin menindasnya. Pria tersebut semakin menjulurkan wajah, lalu berhenti tepat di sebelah telinga wanita itu.
“Apa kau menikmati semua pria di mansion ini?!” tukasnya pelan, tapi mengandung ancaman.
Ariella sontak membelalak. Dia sungguh tak paham maksud suaminya.
“A-apa yang Anda katakan?” tanyanya mengerjap bingung.
Alih-alih menjelaskan, Lucas justru kian memicing tajam begitu melihat luka bekas cambukan di punggung sang istri. Ini seketika mengingatkannya pada gunjingan para pelayan yang menyebut Ariella bermain gila dengan adiknya.
Meski pernikahannya dengan Ariella hanya sebatas kontrak, tapi itu membuat Lucas merasa terhina. Ariella terlalu semena-mena padanya!
“Sial! Ternyata kau menyukai permainan ranjang kasar?!” cecar Lucas penuh sindiran.
Ariella semakin tak mengerti. Dia pun menarik diri, tapi Lucas yang terserang kesal langsung mencengkram lehernya sambil menatap berang.
“Ugh … a-apa yang Anda lakukan, Tuan Muda?” Ariella merintih takut.
Namun, sialnya Ariella tak bisa memberontak, atau tubuh telanjangnya akan terkuar jelas di depan Lucas.
Dia tak tahu kenapa tiba-tiba Lucas menekannya seperti ini, tapi yang pasti situasi ini benar-benar membuatnya tak nyaman. Terlebih air di bathup sudah setengah habis. Ariella terpaksa menyilangkan kaki dan tangan yang masih tertutup busa.
Wanita itu menggigit bibirnya amat kuat seraya membatin, ‘kenapa dia begitu marah hanya karena aku mandi di sini?’
Sorot mata Lucas yang jatuh ke bibir Ariella, kini semakin tajam. Membayangkan adiknya mencumbui wanita ini, sungguh membuatnya muak.
“Setelah menikah denganku, hanya aku yang bisa mengendalikanmu. Ingat itu!” decaknya penuh kuasa.
“A-apa maksud—”
Ariella kembali menahan katanya saat Lucas mendadak bangkit.
Dengan sorot mata angkuhnya, pria itu mendengus, “enyahlah sebelum aku menyeretmu!”
Ariella tertegun beku. Meski Lucas pernah melepas semua pakaiannya, tapi keadaan kali ini berbeda. Ariella sangat berat menunjukkan tubuh polosnya di hadapan Lucas.
Beruntung, detik itu juga ponsel Lucas bergetar, membuat perhatian pria itu teralih.
‘Aish, sial!’ batin Lucas amat geram.
Meski terganggu, Lucas terpaksa merogoh ponselnya dari saku. Agaknya itu telepon penting hingga dirinya keluar kamar mandi untuk menerimanya.
“Hah ….” Ariella akhirnya bisa menarik napas lega.
Dia menyandarkan punggung ke bathup sambil menengadahkan kepalanya sejenak.
‘Ayah, sampai kapan aku harus menghadapi hal seperti ini? Aku sangat merindukan Ayah dan rumah lama kita,’ geming Ariella memejam getir.
Sementara di luar, wajah Lucas tampak mengeras saat menyimak laporan masalah dari proyek yang digarapnya. Sudah beberapa minggu Lucas menghadapi para pendemo yang berunjuk rasa secara brutal di kantornya. Sungguh membuatnya pening.
“Kita adakan rapat besok pagi!” decak Lucas terdengar dingin.
Panggilan pun berakhir usai Lucas mendapat jawaban dari seseorang di seberang. Dia lantas melempar ponselnya ke nakas. Saat itulah tatapan Lucas terpaku pada laci pertama. Dia tau ada obat oles luka di kotak obat. Mungkin itu bisa meringankan perih luka di punggung Ariella.
Namun, alih-alih mengambil obat itu, Lucas malah mengabaikannya. Bahkan dia mengunci lacinya seolah tak ingin Ariella menemukan obat tersebut.
Ya, bagi Lucas, luka yang didapat wanita itu tak sebanding dengan nyawa mendiang ibunya. Maka apapun yang terjadi pada Ariella, Lucas akan menganggapnya sebagai karma! “Tu-tuan Muda.” Detik berikutnya fokus Lucas buyar karena panggilan Ariella. Pria itu hanya bungkam sambil melirik sinis, sangat enggan menjawab. Ariella pun mengerjap tegang, jadi ragu melanjutkan ucapan. Tangannya saling bertaut seakan mengumpulkan keberanian. “Mohon maaf, ada sesuatu yang harus saya katakan. Ini tentang orang yang menjebak—” “Tuan Muda!” Seseorang terburu menyambar sambil mengetuk pintu dari luar. “Mohon maaf, Tuan Muda. Apa Anda sudah tidur?”“Astaga!” Ariella buru-buru mendorong Lucas menjauh.Tanpa peduli pria itu nyaris terguling ke lantai, Ariella langsung bangkit dari ranjangnya.“Ava mencari Mommy?” Wanita itu berjalan menuju putrinya di dekat pintu.Benar, yang membuat Lucas gagal mendapat hadiah memang Ava. Pria itu ikut mengekor di belakang Ariella, lalu berjongkok setinggi putrinya.“Tuan Putri Ava, lain kali harus mengetuk pintu dulu ya, saat datang,” tutur Lucas menasihati.“Ava tadi sudah mengetuk pintu, memanggil Mommy dan Daddy. Maaf, Ava masuk sebelum mendapat ijin,” balas anak itu merasa bersalah.Lucas mengerjap. Sejak tadi dia hanya fokus pada Ariella, telinganya pasti tersumbat hasrat yang mendominasi.Pria itu lantas membelai kepala sang putri sambil berujar, “ternyata begitu, ya? Maaf Daddy tidak dengar karena sibuk.”“Sekarang bilang pada Daddy. Kenapa Ava mencari Mommy? Ava tidak bisa tidur?” sambungnya.“Ava mau tidur bareng Daddy, Mommy … dan adik!” sahut Ava beralih menatap perut Ariella.Dia bera
***“Kau mau membawaku ke mana?” Ariella bertanya bingung.“Tentu saja pulang, istriku,” sahut Lucas tanpa menoleh.Ariella kian mengernyit. Mobil yang harusnya lurus menuju komplek apartemen di Bayfresh, kini berbelok di persimpangan Nande.“Ini bukan jalan pulang,” tukas wanita tersebut.Lucas berpaling, sebelah tangannya menjulur dan malah membelai lembut kepala sang istri.“Tunggu saja, kita akan pulang ke rumah,” balasnya.Setelah melaju jauh, Ariella baru ingat bahwa ini jalur ke mansion Diorson. Ya, suaminya itu memang membawa Ariella pulang ke kediaman orang tuanya.Pagar di gerbang utama terbuka. Sepanjang jalan, semua bodyguard yang berjaga langsung memberi hormat, menyambut kedatangan putri asli keluarga tersebut.“Lucas, kenapa kita ke sini?” tanya Ariella mengerutkan kening.“Seorang putri pulang ke rumah orang tuanya bukankah wajar?”“Ya, tapi kita punya rumah. Bagaimana dengan Ava? Putri kita—”“Mommy!”Ariella seketika terkejut mendengar suara Ava. Begitu menoleh, rupan
“Siapa kau sebenarnya?!” tanya Giselle memicing.Ini sungguh mencurigakan, di Linberg tak ada yang tahu nama masa kecilnya. Tapi saat wanita asing itu berbalik dan menunjukkan wajah, Giselle seketika tersentak. “Da-daisy!” ujarnya terbata. Wanita itu tersenyum, tatapannya jadi lekat seiring langkah menuju bangku pertemuan. “Ternyata ingatanmu tidak buruk, Sasha!” tukas Daisy berdiri di seberang. Giselle masih tertegun. Sorot matanya jatuh pada bekas luka di leher Daisy. Kilas balik ingatan muncul. Dulu Giselle kecil hanya membeku saat Daisy menangis, sebab darah mengucur deras dari lehernya. Di ruang bawah tanah panti asuhan Ceko, mereka ditemukan pingsan setelah hampir 20 menit hilang. “Aku sudah baik-baik saja. Kau juga dengar, aku bisa bicara ‘kan?” ujar Daisy yang menyadari arah tatapan Giselle. Lawan bincangnya diam. Dulu orang-orang mengira Daisy akan bisu, karena pita suaranya rusak. Bahkan dia yang dikenal pintar menyanyi, harus merelakan mimpinya membawakan lagu balad d
“Sialan! Ternyata kau tidak bisu atau tuli. Kenapa malah mengabaikanku, hah?!” Narapidana keriting itu menyeringai sinis.Giselle mengernyit dengan tangan mengepal geram. Terlebih rambutnya basah dan lengket, membuatnya semakin ingin menghajar wanita keriting tadi.Namun, belum sampai mengangkat tangan, narapidana itu malah menjambak rambut Giselle.“Argh! Lepaskan a—”Alih-alih melepas, wanita keriting tadi malah kian menariknya hingga Giselle mendongak kesakitan.Disertai mata yang memicing, Giselle langsung meludahi wajah si keriting.“Aish, brengsek!” Narapidana itu langsung mengumpat tajam.Bahkan semua orang yang ada di tempat makan itu membelalak was-was. Apalagi si keriting adalah bos para narapidana di sana.“Jalang itu cari mati!” tukas perempuan berbibir tebal.Temannya yang gemuk pun menyahut, “matilah, wanita sialan! Bos tidak akan mengampunimu!”Benar saja, detik berikutnya sang bos langsung menggampar wajah Giselle dengan berang.“Hah?!” Giselle tertegun, tubuhnya pun te
“Benar, Tuan. Saat ini usia kandungan istri Anda menginjak minggu ke empat,” tukas Dokter menjelaskan. Lucas langsung berbinar. Ini memang kabar yang dia nantikan bersama Ariella. Entah sebahagia apa saat istrinya tahu. “Masa di awal kehamilan sangat rentan, pasien harus lebih berhati-hati.” Dokter tadi menambahkan. “Ya, saya mengerti, Dokter. Terima kasih,” sahut Lucas antusias. “Kami akan memindahkan pasien ke ruang perawatan. Anda dan keluarga bisa membesuknya secara bergantian,” tukas Dokter, lalu mangkir dari area IGD.Begitu para medis pergi, Belatia langsung menghampiri menantunya. “Luke, Ariella benar-benar hamil?” tanya Nyonya Diorson itu. “Benar, Ibu mertua. Dia sudah lama menantikan anak kedua kami,” balas Lucas menjelaskan. Mendengar itu, Belatia dan Bjorn malah mengernyit.Dengan ragu, Bjorn pun memastikan. “Anak kedua? Sebelumnya kalian sudah punya anak?”“Ya, Ayah. Ava, usianya lima tahun. Cucu kalian sangat cantik seperti Ariella.”Bjorn menatap istrinya. Sambil
‘Sial!’ Ariella membatin tegang saat orang itu berbalik. Meski wajahnya tertutup topi dan masker, tapi dia sangat mengenali sepasang matanya. Ya, Giselle! “Apa yang kau lakukan?!” tukas Ariella memicing. Tatapannya tertuju pada botol air yang dipegang wanita tersebut. Dalam situasi ini, Giselle tak mungkin membawanya untuk minum. ‘Brengsek! Apa itu air keras?!’ batin Ariella menerka. Mengingat tindakan Giselle yang semakin gila, mungkin tebakannya benar. Giselle sengaja membawa air keras untuk melukainya. “Mengapa? Kau takut, jalang sialan?!” cecar Giselle berjalan mendekat. Ariella diam-diam merogoh pepper spray dari tasnya, berjaga-jaga jika Giselle tiba-tiba menyerang lebih dulu. Sialnya gelagat Ariella bisa dibaca Giselle. Wanita itu tertawa, bahkan semakin terbahak-bahak saat Ariella mulai tertekan. “Giselle—” “Berisik!” Giselle langsung menggampar wajah Ariella. Dengan kasar dia menyambit tas Ariella hingga barang-barang di dalamnya jatuh berhamburan, termasuk pon