“Aish, Sial! Lihatlah, Ibu. Kita punya tikus kecil yang pandai menguping!” cecar Felix saat keluar kamar.
Ariella sontak buyar dari lamunan. Dia menoleh pada Felix dengan raut wajah buncahnya.
“Mo-mohon maaf, Tuan. Saya tidak sengaja menjatuhkan nampannya saat hendak membuka pintu. Saya akan segera membereskannya,” tutur Ariella sambil mengamati pecahan cangkir dan teh yang tumpah di lantai.
Begitu dia berjongkok, rok pendeknya bergerak ke atas hingga membuat pahanya terkuar. Ariella benar-benar tidak nyaman. Terlebih dia bisa merasakan tatapan Felix kembali lekat padanya. Wanita itu pun berusaha menarik rok seragam hitam putihnya ke bawah lagi, lalu memunguti pecahan cangkir ke nampan.
‘Tumben sekali Ibu memilih Pelayan berdasarkan wajah. Dia cukup cantik untuk ukuran seorang budak,’ geming Felix sambil menyeringai tipis.
“Argh!”
Tiba-tiba Ariella menjerit saat hak sepatu lancip Beatrice menginjak punggung tangannya. Sial sekali di bawah telapak tangan Ariella ada pecahan cangkir yang hendak diambilnya. Namun, Beatrice malah sengaja menghujamkan hak sepatunya lebih kuat, sampai-sampai tangan pelayan itu berdarah.
“Nyonya Besar, to-tolong … tangan saya—”
“Tutup mulutmu, jalang sialan!” Beatrice menyambar sebelum ucapan Ariella tuntas.
Wanita paruh baya itu terus menambah daya pijaknya hingga tangan Ariella gemetaran.
Ariella pun menggigit kuat bibir bawahnya. Dia menahan sensasi menyakitkan dan air mata yang mengancam akan tumpah.
Tanpa diduga, Beatrice tak segan menarik rambut Ariella, sampai membuat pelayan itu mendongak ke atas.
“Argh, Nyonya … mo-mohon lepaskan saya.” Ariella merintih dengan bulu matanya yang bergetar.
Alih-alih iba, Beatrice justru ingin mencakar wajahnya.
“Sialan! Beraninya kau menguping pembicaraan kami. Bukankah telingamu pantas dipotong karena mendengar sesuatu yang tidak pantas kau dengarkan?!” Nyonya Baratheon itu mendecak murka.
Ariella rasanya tak sanggup menjawab karena rasa sakit mendominasi tubuhnya.
Tapi dengan berat dia pun berkata, “mohon ampun, Nyonya. Anda salah paham. Saya tidak mendengar apapun. Saya hanya—”
“Felix! Lepaskan ikat pinggangmu!” Beatrice tiba-tiba menyentak.
Dia menyabit ikat pinggang itu setelah sang putra melepasnya. Bahkan tanpa segan, Beatrice langsung mencambuk punggung Ariella yang berlutut di hadapannya.
“Argh!” Pelayan tersebut menjerit pekik saat tubuhnya seperti dibelah. “Mo-mohon ampun, Nyonya! Saya bersalah, tolong ampuni sa … argh!”
Sialnya erangan itu tak membuat Beatrice iba. Dia terus mengayunkan ikat pinggang tadi lebih keras tanpa peduli Ariella memohon ampunan bercampur tangis.
Sampai malam harinya, Lucas yang baru pulang dari kantor kini melangkah cepat melewati ruang tengah.
Namun, ketika hendak naik ke tangga, perhatiannya seketika terusik oleh gunjingan beberapa pelayan yang tengah membereskan ruang sebelah.
“Aku dengar Nyonya Beatrice sampai marah besar pada pelacur itu!” tukas seorang Pelayan.
Sang rekan yang berada di dekatnya lekas menimpali. “Tentu saja, Tuan Felix kan putra kesayangan Nyonya Besar. Beliau tidak mungkin membiarkan si jalang Ariella mengganggu putranya padahal dia sudah menikahi Tuan Muda Lucas!”
“Kau benar. Ariella memang serakah. Dia tidak puas hanya tidur dengan Tuan Muda Lucas, sekarang malah mengincar adiknya. Benar-benar tidak tahu malu!”
Lucas yang mendengar namanya terseret hanya diam dengan rahang berubah ketat. Meski biasanya dia tak pernah menggubris setiap gosip di mansion, tapi kali ini cukup mengganggunya.
Dia melanjutkan langkah menuju kamarnya di lantai atas. Ketika masuk, Lucas langsung melepas jas dan melemparnya kasar ke ranjang. Rasanya dia ingin mendinginkan kepala di bawah shower karena hari ini cukup memusingkan.
Namun, saat Lucas membuka pintu kamar mandi, sepasang alis tebalnya langsung mendapuk.
“Hah?! Tu-tuan Muda?!” Ariella yang berada di bak mandi pun membelalak.
Wanita itu mengerjap tegang. Ketika menyadari arah pandang Lucas, dia bergegas menenggelamkan tubuhnya di bathtub yang penuh busa. Reaksinya itu membuat ekspresi Lucas semakin gelap.
Ariella menundukkan pandangan seraya berkata, “mohon maaf, Tuan Muda. Sa-saya tidak tahu Anda akan pulang dan ….”
Kata-kata Ariella kembali tertelan saat mendapati langkah Lucas semakin dekat. Dia pikir sang suami akan pergi, tapi sialnya Lucas malah beranjak ke arahnya.
“Apa Anda ingin mandi? Jika tidak keberatan, mo-mohon tunggu sebentar. Saya akan pergi dulu, Tuan Muda,” tutur Ariella seiring dadanya yang bergemuruh takut.
Alih-alih menurut, Lucas justru menumpukan kedua tangan di pinggiran bak mandi. Dia mencondongkan tubuhnya, hingga membuat Ariella menyilangkan tangan di sekitar dadanya.
Wanita tersebut menelan berat salivanya, lalu berkata, “a-apa yang Anda lakukan, Tuan Muda?”
“Melihatmu telanjang tidak akan membuatku bergairah. Cepat keluar!” tukas Lucas disertai tatapan tajam.
Ariella sekejap mengangkat pandangan. Dia sadar Lucas sama sekali tidak bercanda, tapi mana mungkin dirinya keluar dalam keadaan seperti ini?
“Ta-tapi, … hah?! Jangan, Tuan Muda!” Ariella seketika membelalak saat Lucas menarik penyumbat di bak mandi itu.
*** “Hasil pemeriksaan Ava sangat bagus, tapi Nyonya tetap harus memperhatikan kesehatan dan pola makan Nona Ava,” tutur Dokter usai menyerahkan hasil tes. “Saya mengerti. Terima kasih, Dokter,” balas Ariella sopan. Meski Ava hampir lulus dari sekolah menengah, Ariella tetap menganggap dia putri kecilnya. Setiap hari Ariella selalu memantau menu diet Ava. Dirinya takut hal buruk sekecil apapun menimpanya, bagaimana mungkin dia membiarkan Ava kuliah di luar negeri? Begitu keluar ruang dokter, perhatian Ariella tersita pada sejumlah suster yang mendorong brankar dengan cepat. Agaknya ada wanita yang hendak melahirkan. Tapi tatapan Ariella lebih fokus pada pria rambut pirang yang mengikuti dari belakang. Rupanya sangat familiar, Ariella sangat mengenalnya! ‘Damien?!’ batin Ariella tertegun. Sorot matanya mengikuti Damien sampai berbelok ke koridor. Tanpa sadar Ariella melangkah, hendak menyusul. Tapi dari belakang, Ava tiba-tiba memanggilnya. “Mommy!” Kaki Ariella sontak berhent
***“Kakak, Leah masuk, ya!” tukas bocah kecil berpakaian balet itu.Dia sedari tadi mengetuk kamar Ava, tapi tidak ada jawaban. Bahkan saat diam-diam membuka pintu, Leah juga tak menemukan sang kakak di sana.“Huh? Di mana Kak Ava?” gumamnya memindai sekitar. “Apa sedang mandi?”Senyum nakalnya langsung terkuar. Leah yang sejak kecil tampak riang, semakin berbinar saat melirik meja rias Ava.“Itu dia!” katanya antusias.Dia bergegas duduk di depan meja rias, maniknya membola mengamati koleksi alat rias Ava.“Hebat! Kak Ava punya semuanya!” Leah tersenyum puas. “Yang mana, ya? Aku harus cepat sebelum Kak Ava datang.”Tanpa ragu, dia menyabit salah satu lipstick. Sambil menatap cermin, Leah segera mengoles lipstick semerah cerry itu di bibirnya.Di tengah fokus Leah, tiba-tiba Ava keluar dari kamar mandi.“Adik kecil! Apa yang kau lakukan, hem?” tukas Ava melipat kedua tangan.“Aduh!” Leah yang terkejut, refleks melewatkan lipstick dari garis bibirnya.Ava yang melihatnya dari cermin se
‘Kondisi istri Anda cukup kritis. Kami akan terus memantaunya.’Ucapan Dokter setelah keluar ruang bersalin, masih terngiang di telinga Lucas.Semalaman pria tersebut menjaga Ariella yang tak kunjung sadarkan diri. Hingga pagi ini jari Ariella mulai bergerak. Tatapan Lucas seketika melebar, memeriksa istrinya.“Ariella?” Dia memanggil lembut.Sampai detik berikutnya sang istri mulai membuka mata. Sungguh, beton yang menghimpit dada Lucas seolah sirna.Dia bergegas bangkit dari kursinya sembari berkata, “istriku, kau bangun?”“Lucas ….”“Ya, apa kau merasa sakit?” sahut Lucas memeriksa. “Katakan padaku. Aku akan memanggil Dokter. ““Ba-bayi, bayi kita ….”Pria itu menggenggam tangan Ariella sambil menjawab, “tenang saja, Leah kita sangat sehat. Dia cantik sepertimu, istriku.”“Kau tahu? Ava sangat senang mendengar adiknya lahir,” tambahnya.“Lucas, aku mau melihat putri kita,” tutur Ariella.Ya, usai diperiksa oleh dokter, Lucas pun membawa Ariella ke kamar bayi. Pria itu menghentikan k
“Nick, kau datang?” tukas Ava tersenyum. Bocah lelaki itu berhenti tepat di hadapannya. Sambil mengatur napas yang terengah-engah, dia menyodorkan kotak kaca pada Ava. Ava menilik hewan kecil di dalamnya seraya berujar antuasias. “Wah … imutnya!” Tatapannya terpaku pada kura-kura kecil yang sudah lama ditunggunya. “Namanya Lily. Lihat, dia sangat menggemaskan. Sama sepertimu,” ujar Nicholas membuka tutupnya. Lucas yang mendengarnya seketika mengernyitkan kening. Dia tahu putrinya sangat cantik dan manis, tapi melihat anak laki-laki menggodanya terang-terangan, ini sungguh di luar dugaan. Begitu Ava fokus pada kura-kuranya, Lucas langsung memberi isyarat pada Nicholas agar mendekatinya.“Kenapa, Paman?” tanya bocah itu polos. Lucas melipat kedua tangan sembari bertanya tegas, “bocah kecil, dari mana kau belajar ucapan tadi?”“U-ucapan apa maksud Paman?” Nicholas tak paham.Sampai Lucas menaikkan sebelah alis, Nicholas baru menyadarinya. “Ah … soal Ava menggemaskan, ya?” Dia men
***“Bagaimana kondisi istri saya, Dokter?” Richard bertanya datar.Ya, tadi malam Beatrice dilarikan ke rumah sakit. Tubuhnya yang ambruk dari tangga, berguling hingga kepalanya membentur lantai dasar. Begitu ditilik ke bawah, dia sudah tak sadarkan diri. Gelenyar merah mengalir dari tengkuk dan sekitar keningnya.“Pasien mengalami cedera cukup fatal. Benturan yang keras memicu pendarahan di otak, Tuan,” tukas Dokter menjelaskan. “Kemungkinan pasien akan mengamali stroke, bahkan kesulitan bicara.”Richard mengembuskan napas panjang. Ekspresinya memendam kecewa.“Apa pasien bisa sembuh, Dokter? Bagaimana dengan terapi?”“Mungkin bisa dicoba, tapi mengingat kondisi pasien, pasti membutuhkan waktu lama,” sahut Dokter tadi.Begitu keluar dari ruang dokter, Richard sudah disambut sang putra. Lucas sengaja menunggu di luar, sebab dirinya tak mau berurusan dengan Beatrice.“Biarkan ayah melihatnya sebentar,” tutur Richard.Lucas hanya mengangguk. Dia paham, bagaimana pun juga ayahnya pernah
“Kau mencurigaiku?!” decak Beatrice mengerutkan kening. Dia berpaling pada Richard dan lantas melanjutkan, “Sayang, kau tahu sendiri, aku tidak pernah mencelakaimu. Bagaimana bisa Luke meragukanku?”Richard hanya mengangguk, sebab dia memang memercayai istrinya. “Ibumu benar, Lucas!” tukas Richard beralih menatap putranya. “Ayah sudah lama menunggumu. Sekarang keluarga kita sudah berkumpul, jadi jangan membuat masalah. Apalagi di depan putrimu!”“Jika benar itu obat, harusnya dia tidak cemas. Minum saja agar aku percaya!” sahut Lucas bersikeras. Beatrice diam-diam mengepalkan tangannya. Dia tak menyangka malam ini Lucas datang dan mengacaukan rencananya. ‘Brengsek! Dia sengaja menantangku!’ batin Beatrice penuh geram. ‘Jika aku terus menolak, Richard pasti curiga padaku!’Irisnya melirik ramuan obat tadi. Sungguh konyol karena racun itu jadi boomerang untuknya. ‘Aish, sial! Tidak ada cara lain. Jika harus mati, aku juga akan menyeretmu bocah bajingan!’ sambung Beatrice dalam hatin