“Ada apa?” Lucas bertanya dingin.
Dia tahu itu suara Peter, tapi sengaja tak membuka pintunya.
Asistennya yang berada di luar pun membalas, “Tuan Besar memanggil Anda ke ruang kerjanya. Beliau bilang ada hal penting yang harus dibicarakan, Tuan Muda.”
“Baiklah,” sahut Lucas singkat.
Tanpa melirik Ariella, pria itu pun bergegas pergi.
“Tunggu, Tuan Muda ….” Ariella kembali meredam ucapannya saat Lucas lebih dulu menutup pintu.
Ariella menghela napas panjang. Harusnya dia segera memberitahu Lucas bahwa obat perangsang itu rencana Beatrice. Dengan begitu, setidaknya Ariella bisa berharap sikap Lucas lebih baik padanya.
Dia pun menunggu Lucas kembali ke kamar. Tapi sialnya pria itu tak kunjung kembali.
‘Apa Tuan Muda tidak mau tidur di kamarnya karena aku?’ batin Ariella sesak.
Ariela paham itu. Sang suami sangatlah membencinya.
Sementara di ruang kerja Richard, Lucas sedang duduk di sofa.
Richard yang memunggunginya di dekat meja kerja pun bertanya, “kenapa sampai sekarang proyek Santa Manilla tidak beres?!”
“Kami sedang menanganinya, Ayah!” Lucas berkata penuh tekad.
“Apa itu masih perkara pemilik kedai kopi dan rentenir di gedung Red Bloom? Kenapa kau tidak segera membereskan mereka?!” Richard menyahut dengan nada sengal.
Benar, para penghuni gedung Red Bloom sangat susah bekerja sama. Bahkan menolak keras proyek Santa Manilla itu.
Lucas menduga masalah ini ada campur tangan Felix yang ingin menjatuhkannya. Jadi dia harus berhati-hati.
Detik berikutnya, Richard duduk di sofa seberang putranya.
Dengan tatapan lekat, dia pun bertanya, “kau tahu Frans dari Cosmo Group ‘kan?”
“Ya, Ayah. Saya sudah bertemu beliau. Cosmo Group akan bekerja sama dengan kita,” sahut Lucas tenang, tapi tatapan antusias di matanya tak terbantahkan.
“Baguslah! Aku dengar Frans tidak bekerja sama dengan sembarang perusahaan. Kabarnya hanya keluarga Langford yang berhasil mendekatinya. Jadi ini kesempatan baik untuk kita,” tutur Richard yang lantas tersenyum.
Dia mengangkat tatapan pada putranya, lalu melanjutkan. “Kita harus mengundangnya ke jamuan makan malam dan menunjukan kekuatan keluarga Baratheon!”
“Baiklah, Ayah,” jawab Lucas setuju. “Jika tidak ada lagi yang Ayah bicarakan, saya mohon permisi.”
“Tunggu. Apa kau sudah mendapat kabar mengenai Giselle?” Richard bertanya seiring alisnya yang saling bertaut.
Menyinggung soal Giselle, ekspresi Lucas jadi sulit diterka. Richard sendiri tahu putranya sudah lama berhubungan dengan wanita itu. Pasti cukup sulit karena tiba-tiba harus menikahi wanita lain.
Alih-alih menjawab, Lucas justru berdiri dan memberi salam hormat. Dia sama sekali tak ingin membahas Giselle dengan ayahnya.
Richard yang mengamati punggung sang putra menjauh, hanya membatin sebal. ‘Aish, dasar berandal itu.’
Bukannya kembali ke kamar tidur, Lucas malah beranjak masuk ruang kerja.
“Kau membawanya?” Lucas bertanya setelah melangkah ke ruangan tersebut.
Di dalam sudah ada Peter. Sang asisten memberi hormat, lantas menyodorkan amplop coklat setelah Lucas duduk di kursi kerja.
“Ini hasil penyelidikan Tuan Felix selama di San Pedro, Tuan Muda!” tukas Peter tegas.
Begitu menerima dan melihat isinya, Lucas sontak menyeringai tipis.
‘Si brengsek ini mau menantangku?!’ batin Lucas dengan sorot tajam.
Terpampang jelas adik tirinya sedang berada di club malam bersama para wanita penghibur. Tapi yang paling membuat Lucas kesal, di sana juga ada CEO L-Rudwick Contruction-rival Lucas di dunia kontruksi.
Orang bilang, musuh dari musuhmu adalah teman. Felix yang sejak dulu mengincar posisi pewaris, diam-diam menggandeng pihak Rudwick untuk melawan Lucas.
“Setelah saya selidiki, mereka juga sering mengunjungi Miracle Night di Linberg. Kemungkinan Tuan Felix dan CEO L-Rudwick sudah bekerja sama cukup lama,” tutur Peter di tengah senyap.
Lucas mengepalkan tangannya geram. Tujuan awalnya yang ingin mengorek hilangnya Giselle, malah menemukan fakta baru tentang sang adik.
“Awasi Felix. Segera laporkan padaku jika kau menemukan sesuatu yang mencurigakan!” titah Lucas saat menatap Peter tegas.
Dengan sigap, sang asisten pun menjawab, “saya mengerti, Tuan Muda.”
“Tentang Giselle, apa kau menemukan petunjuk?” Lucas kembali menyidik.
Belum sampai Peter menjawab, tiba-tiba terdengar ketukan pintu.
“Tuan Muda, saya membawakan kopi Anda,” tutur Ariella yang lantas masuk.
Benar, Ariella ingin segera bicara pada suaminya. Dia tak banyak kesempatan bertemu Lucas, sebab pria itu sengaja menghindarinya.
Lucas pun melirik Peter, memberi kode agar keluar.
“Saya permisi, Tuan Muda!” tukas Peter yang lantas mangkir dari sana.
Begitu tinggal berdua, Ariella merasa situasi kian mencekam. Apalagi saat Lucas memicing padanya.
Wanita itu pun mendekat sambil meletakkan kopi ke meja.
“Silakan diminum, Tuan … hah?!”
Sialnya cangkir itu malah meluncur dari cekalan Ariella hingga menumpahi suaminya.
“Aish!” Lucas sontak bangkit saat merasakan kulitnya terbakar.
“Astaga!” Ariella buru-buru mendorong Lucas menjauh.Tanpa peduli pria itu nyaris terguling ke lantai, Ariella langsung bangkit dari ranjangnya.“Ava mencari Mommy?” Wanita itu berjalan menuju putrinya di dekat pintu.Benar, yang membuat Lucas gagal mendapat hadiah memang Ava. Pria itu ikut mengekor di belakang Ariella, lalu berjongkok setinggi putrinya.“Tuan Putri Ava, lain kali harus mengetuk pintu dulu ya, saat datang,” tutur Lucas menasihati.“Ava tadi sudah mengetuk pintu, memanggil Mommy dan Daddy. Maaf, Ava masuk sebelum mendapat ijin,” balas anak itu merasa bersalah.Lucas mengerjap. Sejak tadi dia hanya fokus pada Ariella, telinganya pasti tersumbat hasrat yang mendominasi.Pria itu lantas membelai kepala sang putri sambil berujar, “ternyata begitu, ya? Maaf Daddy tidak dengar karena sibuk.”“Sekarang bilang pada Daddy. Kenapa Ava mencari Mommy? Ava tidak bisa tidur?” sambungnya.“Ava mau tidur bareng Daddy, Mommy … dan adik!” sahut Ava beralih menatap perut Ariella.Dia bera
***“Kau mau membawaku ke mana?” Ariella bertanya bingung.“Tentu saja pulang, istriku,” sahut Lucas tanpa menoleh.Ariella kian mengernyit. Mobil yang harusnya lurus menuju komplek apartemen di Bayfresh, kini berbelok di persimpangan Nande.“Ini bukan jalan pulang,” tukas wanita tersebut.Lucas berpaling, sebelah tangannya menjulur dan malah membelai lembut kepala sang istri.“Tunggu saja, kita akan pulang ke rumah,” balasnya.Setelah melaju jauh, Ariella baru ingat bahwa ini jalur ke mansion Diorson. Ya, suaminya itu memang membawa Ariella pulang ke kediaman orang tuanya.Pagar di gerbang utama terbuka. Sepanjang jalan, semua bodyguard yang berjaga langsung memberi hormat, menyambut kedatangan putri asli keluarga tersebut.“Lucas, kenapa kita ke sini?” tanya Ariella mengerutkan kening.“Seorang putri pulang ke rumah orang tuanya bukankah wajar?”“Ya, tapi kita punya rumah. Bagaimana dengan Ava? Putri kita—”“Mommy!”Ariella seketika terkejut mendengar suara Ava. Begitu menoleh, rupan
“Siapa kau sebenarnya?!” tanya Giselle memicing.Ini sungguh mencurigakan, di Linberg tak ada yang tahu nama masa kecilnya. Tapi saat wanita asing itu berbalik dan menunjukkan wajah, Giselle seketika tersentak. “Da-daisy!” ujarnya terbata. Wanita itu tersenyum, tatapannya jadi lekat seiring langkah menuju bangku pertemuan. “Ternyata ingatanmu tidak buruk, Sasha!” tukas Daisy berdiri di seberang. Giselle masih tertegun. Sorot matanya jatuh pada bekas luka di leher Daisy. Kilas balik ingatan muncul. Dulu Giselle kecil hanya membeku saat Daisy menangis, sebab darah mengucur deras dari lehernya. Di ruang bawah tanah panti asuhan Ceko, mereka ditemukan pingsan setelah hampir 20 menit hilang. “Aku sudah baik-baik saja. Kau juga dengar, aku bisa bicara ‘kan?” ujar Daisy yang menyadari arah tatapan Giselle. Lawan bincangnya diam. Dulu orang-orang mengira Daisy akan bisu, karena pita suaranya rusak. Bahkan dia yang dikenal pintar menyanyi, harus merelakan mimpinya membawakan lagu balad d
“Sialan! Ternyata kau tidak bisu atau tuli. Kenapa malah mengabaikanku, hah?!” Narapidana keriting itu menyeringai sinis.Giselle mengernyit dengan tangan mengepal geram. Terlebih rambutnya basah dan lengket, membuatnya semakin ingin menghajar wanita keriting tadi.Namun, belum sampai mengangkat tangan, narapidana itu malah menjambak rambut Giselle.“Argh! Lepaskan a—”Alih-alih melepas, wanita keriting tadi malah kian menariknya hingga Giselle mendongak kesakitan.Disertai mata yang memicing, Giselle langsung meludahi wajah si keriting.“Aish, brengsek!” Narapidana itu langsung mengumpat tajam.Bahkan semua orang yang ada di tempat makan itu membelalak was-was. Apalagi si keriting adalah bos para narapidana di sana.“Jalang itu cari mati!” tukas perempuan berbibir tebal.Temannya yang gemuk pun menyahut, “matilah, wanita sialan! Bos tidak akan mengampunimu!”Benar saja, detik berikutnya sang bos langsung menggampar wajah Giselle dengan berang.“Hah?!” Giselle tertegun, tubuhnya pun te
“Benar, Tuan. Saat ini usia kandungan istri Anda menginjak minggu ke empat,” tukas Dokter menjelaskan. Lucas langsung berbinar. Ini memang kabar yang dia nantikan bersama Ariella. Entah sebahagia apa saat istrinya tahu. “Masa di awal kehamilan sangat rentan, pasien harus lebih berhati-hati.” Dokter tadi menambahkan. “Ya, saya mengerti, Dokter. Terima kasih,” sahut Lucas antusias. “Kami akan memindahkan pasien ke ruang perawatan. Anda dan keluarga bisa membesuknya secara bergantian,” tukas Dokter, lalu mangkir dari area IGD.Begitu para medis pergi, Belatia langsung menghampiri menantunya. “Luke, Ariella benar-benar hamil?” tanya Nyonya Diorson itu. “Benar, Ibu mertua. Dia sudah lama menantikan anak kedua kami,” balas Lucas menjelaskan. Mendengar itu, Belatia dan Bjorn malah mengernyit.Dengan ragu, Bjorn pun memastikan. “Anak kedua? Sebelumnya kalian sudah punya anak?”“Ya, Ayah. Ava, usianya lima tahun. Cucu kalian sangat cantik seperti Ariella.”Bjorn menatap istrinya. Sambil
‘Sial!’ Ariella membatin tegang saat orang itu berbalik. Meski wajahnya tertutup topi dan masker, tapi dia sangat mengenali sepasang matanya. Ya, Giselle! “Apa yang kau lakukan?!” tukas Ariella memicing. Tatapannya tertuju pada botol air yang dipegang wanita tersebut. Dalam situasi ini, Giselle tak mungkin membawanya untuk minum. ‘Brengsek! Apa itu air keras?!’ batin Ariella menerka. Mengingat tindakan Giselle yang semakin gila, mungkin tebakannya benar. Giselle sengaja membawa air keras untuk melukainya. “Mengapa? Kau takut, jalang sialan?!” cecar Giselle berjalan mendekat. Ariella diam-diam merogoh pepper spray dari tasnya, berjaga-jaga jika Giselle tiba-tiba menyerang lebih dulu. Sialnya gelagat Ariella bisa dibaca Giselle. Wanita itu tertawa, bahkan semakin terbahak-bahak saat Ariella mulai tertekan. “Giselle—” “Berisik!” Giselle langsung menggampar wajah Ariella. Dengan kasar dia menyambit tas Ariella hingga barang-barang di dalamnya jatuh berhamburan, termasuk pon