“Damien!” Ariella memekik dengan tatapan lebar, saat peluru menembus punggung pria itu. Ya, Damien Rudwick yang baru masuk area kolam renang, sontak membelalak karena melihat pria gondrong di lantai atas, mengarahkan pistol pada Lucas dan Ariella. Sialnya, Damien tidak membawa senjata api untuk menghentikannya. Tanpa pikir panjang, Damien bergegas lari menghadang, hingga anak timah itu serasa mengoyak punggung kirinya.“TIdak, Damien!” Ariella berniat bangkit untuk meraihnya.Tapi Lucas dengan erat memeluk wanita itu, saat lelaki gondrong di lantai atas kembali melepaskan peluru tepat ke bahu Damien lagi. “Argh!” Damien mengerang dengan tatapan gemetar. Lucas yang masih berjongkok sambil mendekap Ariella, langsung memicing berang pada lelaki gondrong di sana. Tangannya bergerak cepat meraih pistol dari selipan pinggangnya, lantas melesatkan peluru sebelum pria gondrong tadi menembak lagi.‘Dasar brengsek!’ Umpatan tedas terkuar di benak Lucas, kala anak timahnya tepat mengenai tang
Cukup lama mengemudi, Lucas dan sejumlah antek-anteknya telah menyusuri daerah De Forte.“Ketua, setelah lima ratus meter ke depan, kita akan melewati persimpangan,” tukas J9 yang mengemudi mobil bersama Peter.Lawan bincangnya yang duduk di bangku samping pun menimpali, “baiklah. Aku akan memberitahu Tuan Lucas!”Dirinya lekas menghubungi sang tuan. Dalam hitungan detik telepon mereka langsung terhubung.“Tuan, saya dan tim J akan berbelok ke kanan persimpangan. Pabrik tua yang terduga menjadi tempat penyekapan Nyonya Ariella ada di sana,” katanya.“Lakukan!” sahut Lucas memerintah dari seberang.Satu titah itu pun membuat mobil Peter dan antek-antek dari tim J, langsung berbelok ke kanan persimpangan. Sedangkan Lucas serta beberapa bodyguard lainnya, masih lurus menuju gedung olahraga terbengkalai.Namun, perhatian Lucas terusik saat mengamati Bentley hitam yang mengikutinya. Mulanya dia pikir itu hanya kendaraan lewat, tapi mobil tersebut menjaga jarak dan terus mengikuti kecepatan
‘Celaka!’ Ariella membatin tegang saat air di kolam renang itu terus naik ke betis.Maniknya pelayapan ke sekitar, tapi tidak ada satu pun orang di ruangan sebesar itu.“Brengsek! Mereka sengaja ingin membuatku tenggelem!” tukas Ariella dengan napas tak beraturan.Tangannya yang terikat di belakang, berusaha saling menggesek agar lilitan tali itu longgar. Alih-alih berhasil, justru kulitnya mulai memerah. Percuma!“Aish!” desisnya buntu.Dia mendongak, lantas memekik kencang. “Lepaskan aku! Cepat lepaskan, sebelum kalian menyesal!”Suara Ariella menggema ke seantero ruangan. Akan tetapi tidak seorang pun yang menyahut.Meski tidak melihat langsung, tapi dirinya yakin para lelaki yang menghajarnya di atap rumah sakit tadi, tengah bersembunyi di sekitar sini.“Apa kalian tuli? Aku bilang, lepaskan! Lepaskan aku sekarang!” Ariella tetap menjerit sambil memicing ke sekitar.Tanpa Ariella duga, ternyata ada kamera yang merekamnya dari berbagai sudut. Ya, lelaki botak dan rekannya itu sengaj
“Anda tidak akan menjawab? Atau Anda memang komplotan—”“Di mana istriku?!” Lucas segera menyambar ucapan lelaki dari seberang telepon.Suaranya yang mendominasi, membuat lawan bincangnya bungkam. Dan itu memicu kecurigaan Lucas kian tebal. Ariella memang dalam bahaya!“Tunggu, siapa yang Anda maksud … istri? Apa Anda salah sambung?!” sahut lelaki tadi terdengar heran.Lucas tidak sebodoh itu sampai salah menelepon seseorang. Apalagi dia menempatkan nomor Ariella di daftar panggilan cepat.Dia berjalan menjauh dari Ava, berjaga-jaga agar putrinya tidak mendengar dan penasaran dengan pembicaraan yang berbau negative itu.Lucas pun beralih ke dekat jendela.Sambil menggertakkan giginya penuh kesumat, dia kembali bicara pelan. “cepat katakan di mana istriku, sebelum aku menghancurkan hidupmu!”“A-apa maksudnya? Tunggu, tunggu!” sambar lelaki dari seberang tadi. “Sepertinya ada kesalahpahaman. Saya hanya menemukan ponsel yang ditinggalkan pria misterius itu. Sungguh, saya tidak tahu apapun
“Apa Anda mengenalnya, Tuan?” tanya sang Perawat gadungan, membuyarkan fokus Lucas. Lawan bincangnya malah mengernyit. Dia tak menyangka, orang yang duduk di kursi roda nyatanya seorang perempuan muda yang sedang terlelap. Lucas tak mengenali wajah asing yang pucat itu. Jika perawat bilang, pasien itu terkena virus, maka siapapun akan percaya. “Apa Anda keluarga pasien ini?” Perawat tadi kembali berujar. Lucas yang kecurigaannya tidak luntur, tak langsung menjawab. Tatapannya masih terpaku pada perempuan muda tadi, seolah menyimpan kejanggalan. Dia lantas menyerahkan topi hitam pada si perawat, lantas berkata, “maaf menyita waktu Anda.” “Tidak masalah, Tuan,” sahut Perawat palsu itu meraih topi hitam pasiennya. Usai memakaikan topi pada pasiennya, dia pun menunduk hormat dan mangkir keluar rumah sakit. Lucas masih mengamati punggung perawat gadungan itu menjauh. Sorot tegasnya masih yakin bahwa ada yang tidak beres. ‘Dia menyembunyikan sesuatu!’ decaknya dalam benak. Memang be
‘Aish, bagaimana ini?’ batin Ariella mengernyit kesakitan.Ya, ujung belati tadi merobek kulit Ariella, hingga gelenyar darah mengalir dari beberapa titik sayatan di kedua kakinya.Namun, lelaki bermasker hitam itu malah kembali menghampirinya dengan tatapan garang.“Menyerah dan bersiaplah mati, wanita sialan!” tukasnya terdengar keras.Dada Ariella bergemuruh penuh was-was. Jika pasrah, tentu tubuhnya akan remuk di tangan lelaki ini.‘Walau mati pun, aku tidak akan diam saja! Ava membutuhkanku. Aku harus bisa kabur dan menemui putriku!’ batin Ariella penuh tekad.Dirinya lantas merangkak untuk menjauhi si masker hitam tadi. Tanpa Ariella duga, dari depan ada sepasang kaki bersepatu hitam menghadang.Gelegar tawa seorang pria terdengar, sesaat sebelum dia mendengus penuh umpatan. “Brengsek! Hebat juga kau bisa membuat jalang ini merangkak!”Ariella mendongakkan pandangan. Manik wanita itu sontak berubah seluas piring, mendapati laki-laki botak yang menyerangnya di bengkel Nsimsun, kin