Share

Bab 2 - Berdebar

Penulis: Gumi Gula
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-05 19:36:34

Di atas kasur, Lula meregangkan tubuhnya. Semalaman, dia harus menyelesaikan pekerjaannya. Karena Rey yang terus mendesak, kepalanya semakin pening. Rey meminta pekerjaan diselesaikan malam itu juga. Kepalanya hampir pecah rasanya.

Wanita itu bangkit dan membenahi rambutnya yang berantakan. Dia menjepit rambutnya dengan jepit berwarna putih dan mengarahkannya ke atas. Lalu, wanita itu turun dari kasur, mengenakan sandalnya menuju ke dapur.

Mengingat hari ini adalah hari Minggu, Lula tidak memiliki rencana apa pun selain bersantai di apartemennya. Namun, niat tersebut harus ditunda setelah dia melihat isi kulkas yang kosong, hanya terdapat beberapa botol mineral.

"Ah, sial. Aku belum berbelanja rupanya."

Niat hati untuk bersantai menjadi gagal. Dia harus terpaksa mencari sarapan dan berbelanja bulanan nantinya.

Wanita itu kembali naik ke atas, membersihkan diri sebelum pergi berbelanja. Dia berendam di bath up, membasuh rambutnya yang sudah mulai lepek. Setelah tiga puluh menit, dia selesai dan berganti pakaian, hanya mengenakan cardigan dan celana jeans pendek di atas lutut.

Baru saja dia keluar dari apartemennya, Lula berpapasan dengan Rey, yang kini menjadi tetangga apartemennya.

"Pagi, La."

Lula yang melihat Rey tersenyum tipis menjadi canggung. "Pagi, Pak Rey. Bapak sudah mulai pindah?"

Rey terlihat mengangguk. "Kemarin. Saya kebetulan baru saja jalan-jalan di sekitar. Kamu mau ke mana dengan tas sebesar itu?"

Lula melirik tas yang dia pegang. "Oh ini, saya mau berbelanja kebutuhan bulanan, Pak. Sekalian mau cari sarapan."

"Kebetulan sekali. Saya juga belum sarapan. Bagaimana kalau kita cari sarapan bersama? Saya tadi lihat di ujung sana ada bubur ayam. Kamu suka?"

Lula tersenyum canggung. “Em, suka, Pak.”

"Ya sudah, ayo!"

Lula menahan Rey untuk bergerak dari posisinya. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Pak, sepertinya saya tidak bisa. Saya akan berbelanja terlebih dahulu, baru sarapan."

"Ya sudah. Lagian saya juga berpikiran akan belanja juga tadinya. Saya kan baru pindah ke apartemen. Sekalian saja. Kita naik mobil saya saja. Ayo!"

Rey pergi meninggalkan Lula yang terbengong. "Kok malah jadi begini?"

—--- 

Di dalam mobil, Lula terdiam. Rasa canggung menyelimutinya, meski Rey beberapa kali mencoba mengajak berbincang. Pikirannya masih memikirkan situasi yang menjebaknya seperti ini.

"Saya minta maaf."

Lula menoleh ke sisi kanan, di mana Rey mengemudikan mobil. "Minta maaf kenapa, Pak?"

"Membebani kamu. Semalam saya terus mendesak kamu untuk menyelesaikan proposal."

Lula tersenyum tipis. "Jangan minta maaf, Pak. Itu sudah tugas saya untuk menyelesaikan pekerjaan. Saya dibayar untuk bekerja. Wajar sih, Pak."

Mendengar jawaban Lula, Rey tersenyum. Lula melihat senyuman pria itu sangat manis, terutama lesung pipitnya. Rey, atasannya itu sangat tampan. Lula tidak bisa menipu dirinya sendiri bahwa atasannya sangat menarik, meskipun ada beberapa isu menyebalkan saat bekerja.

"Sudah sampai."

Lula yang masih menatap Rey, tidak menyadari pria itu berbicara. Melihat wanita itu melamun, Rey mendekatkan tangannya di depan wajah Lula, dan menggerakkannya ke atas dan ke bawah seperti melambai.

"Kamu melamun?"

Teguran Rey berhasil membuat Lula tersadar. Dia menggaruk tengkuknya dan memalingkan wajah yang pasti memerah. "Ah, maaf, Pak. Saya sedikit kurang fokus."

"Tidak apa-apa. Ayo, turun. Sudah sampai."

"Iya, Pak."

Keduanya turun dan mulai memasuki mall. Lula mendekati troli dan mencoba menariknya. Namun, dia mengalami kesulitan.

Rey, melihat Lula kesulitan, sigap mendekat. Tangan pria itu dengan cepat mengambil alih troli dan menariknya. Terlihat dari satu sisi, Rey mengelilingi tubuh Lula ketika pria itu membantunya.

Lula tertegun, menyadari posisi mereka yang begitu dekat. Dia meneguk saliva dengan gugup. "Lain kali, bilang kalau merasa kesulitan. Jangan sungkan, La."

Senyuman Rey sangat manis. Bahkan, debaran di dadanya semakin menggelora. Semua ini karena ulah Rey, membuat Lula merasa gugup dan salah tingkah.

Rey, yang masih tersenyum, tertawa tipis melihat Lula yang tegang. Dengan gemas, Rey mengelus rambut Lula pelan. "Jangan terlalu sering melamun. Tidak baik."

Kemudian, pria itu menarik diri dan mengambil trolinya, mendorongnya lebih dahulu meninggalkan Lula.

"Gawat. Kalau Pak Rey manis kaya gini, bisa buat gila!" gumam Lula khawatir.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. Dia harus sadar, tidak seharusnya dia merona hanya karena Rey.

Lula melangkah dan menyusul pria itu dengan trolinya. Terlihat, Rey sedang mengambil beberapa barang dan memasukkannya ke dalam trolinya. Begitu juga dengan Lula, dia melakukan hal yang sama.

Saat Lula sedang melihat harga barang, Rey mendekat. Pria itu menyodorkan dua produk di depan Lula.

"Menurut kamu, yang mana lebih harum, yang kanan atau kiri? Saya ingin mencoba wangi yang berbeda. Parfum yang lama sudah bosan."

"Parfum, Pak? Boleh saya coba aroma aromanya?"

"Tentu."

Rey memberikan salah satu parfum terlebih dahulu kepada Lula. Wanita itu menerimanya dan menyemprotkan ke tangannya, lalu mencium aromanya. Parfum pertama yang Rey berikan harum sekali. Lula menyukainya.

"Bau parfum ini sangat enak. Saya suka, aroma kayu cendanya kuat. Terkesan sangat maskulin jika Bapak menggunakannya. Apalagi, tidak hanya itu. Saya menghirup aroma mint yang tidak membuat pusing ketika digunakan. Pasti Bapak juga akan suka—"

Belum selesai Lula berbicara, tangannya sudah ditarik oleh Rey. Rey mendekatkan tangan wanita itu dua sentimeter di depan hidungnya dan menghirupnya.

"Benar kata kamu. Saya suka."

Lula bisa merasakan sapuan napas pria itu di kulitnya. Sapuan napas Rey membuat Lula menahan napas sejenak.

Rey menarik dirinya, melepaskan tangan Lula. "Saya ambil yang ini saja."

"Tapi yang satunya—"

Rey mengembalikan parfum satunya dan memasukkan parfum yang pertama ke dalam trolinya. "Saya terlanjur suka. Saya tidak akan membandingkan dengan yang lainnya karena percuma. Saya akan kembali ke pilihan pertama."

Lula mengerjapkan matanya. Rey cukup aneh baginya. Jika dia menyuruh wanita itu membandingkan, lalu kenapa hanya satu yang dia coba hirup? Bukankah itu bukan sebuah opsi?

------ 

Sebelum pulang, Rey memaksa Lula untuk makan. Kebetulan mereka berhenti di salah satu restoran Nusantara yang cukup nyaman dan tidak terlalu ramai. Duduk saling berhadapan, hanya terpisah oleh hidangan yang sudah tersaji di antara keduanya.

"Kamu sudah berapa lama bekerja di perusahaan saya?" tanya Rey tiba-tiba.

Lula yang sedang minum, menoleh ke arah Rey. "Bapak tanya berapa lama?"

Rey dengan santai mengangguk. "Iya."

"Serius? Bapak tidak tahu? Saya karyawan Bapak loh. Masa tidak ingat?"

"Pekerja saya kan tidak hanya kamu saja, tapi ribuan. Masa saya harus menghafal berapa lama kalian mengabdi di perusahaan saya? Tidak kan?"

"Saya sudah lumayan lama. Dari sebelum kenaikan gaji, sampai gajinya akhirnya naik," kata Lula sambil tersenyum.

"Oh iya? Berarti sudah ada dua tahunan, La?"

"Lebih sih, Pak."

"Kamu suka saya?" tanya Rey tiba-tiba.

"Uhuk!"

Lula tersedak mendengar pertanyaan tersebut. "Su— suka?"

Rey tersenyum. "Maksud saya, kamu suka saya sebagai atasan kamu?"

Lula menggigit bibir bawahnya dan tersenyum. Baru saja dia hampir salah paham. Tapi Rey sudah menjelaskan terlebih dahulu.

"Oh, suka-suka saja sih, Pak."

"Terima kasih. Silakan lanjutkan makanan kamu. Maaf jika saya menyela," ujar Rey sambil tersenyum.

Lula yang merasa canggung hanya menunduk dan kembali melanjutkan makannya. "Tidak apa-apa, Pak," ujarnya pelan.

"Pak Rey memang kadang membuat jantung berdebar. Heran," gumamnya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Haniubay
Wah Rey ini dari gelagatnya emang kyknya menyukai Lula, sengaja pindah bersebelahan apartemen ya mungkin niatnya untuk pedekate biar lancar,tapi sayang nanti Lula bakal main hati sama calon tunangan sodara tirinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 43 - Aku milikmu, Kamu milikku

    Jack berdiri diam beberapa saat, menatap balkon tempat sosok itu baru saja melambaikan tangan. Debur ombak di belakangnya seolah sirna, tergantikan oleh detak jantung yang menegang.Ia tidak menunggu lama.Langkah-langkahnya tegas, menyusuri jalur batu yang memisahkan villa mereka dengan unit lainnya.Begitu sampai di depan pintu kaca yang terbuka sebagian, Lula sudah berdiri di sana. Dia berdiri dengan santai. Dengan menggunakan gaun linen putih melekat pada tubuh rampingnya. Angin pantai meniup rambut panjangnya ke belakang, menjadikannya sosok yang terlalu mencolok untuk disebut sebagai ‘kebetulan’.“Bagaimana bisa kau di sini?” suara Jack rendah dan mengeras, mencoba menahan amarah yang mulai mendidih.Lula tersenyum, tenang dan seperti biasa, sedikit menggoda. Ia melangkah pelan ke arah Jack, jarinya menyentuh dada pria itu dengan ringan.“Memangnya kenapa?” katanya lembut. “Aku hanya sedang menghabiskan uangku unt

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 42 - Sebuah Kejutan

    Uap hangat menyembur dari balik pintu kamar mandi yang terbuka perlahan. Jack keluar hanya dengan celana panjang hitam, tubuh bagian atasnya telanjang. Air masih menetes dari ujung rambutnya. Napasnya terdengar berat, seperti seseorang yang memikul sesuatu yang tak kasat mata. Dia berjalan mendekat, menaiki ranjang. Gladys berdiri membelakangi jendela, tubuhnya dibawah siluet cahaya temaram lampu gantung. Dia menatap Jack dengan tersenyum, malam ini adalah puncaknya. Gaun tidur yang tadi dia pakai, kini sudah dia lepas, dan tergantung rapi di kursi. Sekarang, hanya selembar renda putih tipis yang membalut tubuhnya, halus, nyaris menyatu dengan kulitnya.Saat Jack mendongak, pandangannya sempat berhenti sejenak. Hanya menatapnya sekejap, tapi cukup membuatnya gugup.“Jangan menatapku seolah aku akan menculikmu, Jack.”“Tidak ada yang mengatakan hal tersebut.”Gladys semakin mendekat. Bahkan bisa Jack rasakan hembusan n

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 41 - Kau bisa mengakhirinya

    Hotel Brington, Kamar 2905 Langit malam menggantung kelabu, mengintip lewat tirai tipis kamar hotel yang mewah dan remang. Satu-satunya cahaya berasal dari lampu gantung kristal di sudut ruangan, memantulkan bayangan emas pucat ke lantai marmer. Jack Adderson berdiri di dekat minibar, menuang dua gelas wine merah ke dalam kristal bening. Tangannya gemetar halus, nyaris tak terlihat oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri. Wajahnya lelah, bukan karena hari yang panjang, tapi karena keputusan yang menggantung di kerongkongan. Pintu kamar diketuk satu kali. Lalu dua kali. Ia menoleh, menarik napas dalam, dan berjalan membuka pintu. Di sana berdiri Lula. Angin dari lorong luar mengibarkan sedikit ujung mantel panjangnya, memperlihatkan siluet dress hitam dengan belahan samar di sisi pahanya. Rambutnya tergerai sempurna, dan bibir merahnya terlihat mencolok di antara pencahayaan yang lembut. Ia tak berkata apa pun, hanya menatap Jack seolah seluruh dunia tidak ada di antara mereka,

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 40 - Pernikahan

    Lula duduk di ruang tamu apartemennya, televisi menyala tanpa suara. Pancaran cahaya dari layar memantul di permukaan meja kaca, menari di dinding putih yang tenang. Di layar itu, terpampang wajah-wajah bahagia, Gladys Pramono dan Jack Adderson, berdiri berdampingan di altar yang megah, dikelilingi taman bunga yang dibuat seperti negeri dongeng.Serangkaian gambar bergerak cepat. Senyum Jack yang khas, tangan Gladys yang digenggam erat, sorakan para tamu penting, dan kalimat penutup dari pembawa berita. "Hari ini, pernikahan antara pewaris Pramono Corporation, Gladys Pramono, dan miliarder muda Jack Adderson resmi digelar. Selamat kepada Tuan dan Nyonya Adderson atas pernikahan mereka."Lula menyandarkan tubuhnya ke sofa. Rambutnya sedikit berantakan, satu tangan menopang dagunya, sementara jemarinya yang lain mengetuk perlahan lengan kursi. Tak ada air mata. Tak ada teriakan. Yang ada hanya satu senyum kecil—halus, menghina, seperti duri manis di pinggir bibir.“Akhirnya mereka meni

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 39 - Kabar Burung

    Lula duduk sendirian di tepi ranjang, selimut tipis melingkari tubuhnya. Punggungnya tegak, tetapi matanya kosong menatap lampu gantung yang berayun perlahan di langit-langit kamar. Bayangan tubuh Jack masih terasa di kulitnya—sentuhannya, erangannya, bisikannya yang meresap sampai ke relung yang terdalam.Namun sekarang, hening. Dan hampa.Jack sudah pergi sejak satu jam lalu. Katanya ada rapat mendadak, tapi Lula tahu, itu hanya alasan yang mudah diucapkan oleh seorang pria yang terlalu pandai bersembunyi. Tidak ada ciuman perpisahan. Tidak ada pelukan. Hanya pintu yang tertutup pelan dan langkah yang menjauh.Pikirannya tidak berkutat di sana. Ia mengingat kembali bagaimana semuanya bermula—bukan dari tawaran pekerjaan sebagai sekretaris Jack, tapi jauh sebelum itu. Dari saat dunia seolah berhenti mengakuinya sebagai seorang anak.Ia anak dari Edhi Pramono. Anak kandungnya.Tapi setelah ibunya meninggal, pria itu menikah lagi, dan melupakannya. Dan sejak saat itu, Lula tak punya te

  • Hasrat Wanita Kedua   Bab 38 - Persiapan Pernikahan

    Pagi itu, Gladys sudah sibuk dengan berbagai persiapan. Ia tidak ingin membuang waktu. Jika ini harus terjadi, maka semuanya harus sempurna. Di sebuah butik eksklusif, ia berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih dengan desain klasik yang elegan. Sofia duduk di sofa, mengamati putrinya dengan kritis. “Gaun ini bagus, tapi aku rasa kita bisa mencari yang lebih istimewa,” katanya akhirnya. “Sesuatu yang lebih… berkelas.” Gladys hanya tersenyum kecil. Ia tidak terlalu peduli gaun seperti apa yang akan ia kenakan, karena pikirannya jauh dari sini. Jack. Ia memikirkan pria itu—reaksinya saat ia setuju untuk menikah lebih cepat. Ada sesuatu dalam tatapannya yang tidak bisa ia artikan. Keraguan? Atau rasa bersalah? Gladys mengalihkan pandangannya ke cermin. Tidak, ia tidak bisa membiarkan pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang tidak perlu. Ia percaya bahwa Jack mencintainya. Salah satu pegawai butik mendekat, membawa beberapa pilihan gaun lain. “Nona Gladys, kami

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status