Share

Bab 2

Author: Richy
Aku tidak tahu harus menjawab apa ketika ditanya seperti ini olehnya.

Aku asal menjawab, "Itu tumor di pahaku. Kamu tahan saja dan fokus mengemudi."

Setelah Liana duduk dengan stabil, aku menggenggam tangannya di setir.

Lalu, mengajarinya dengan sabar.

"Genggam setir dengan erat. Mata lurus ke depan!"

"Kaki kiri di kopling, kaki kanan di rem. Lepaskan kopling perlahan hingga sampai ke posisi setengah gigi."

Liana mengemudi dengan hati-hati. Setelah empat kali mogok, dia tidak berani membuat kesalahan lagi.

Saat kopling sampai di posisi setengah, mobil mulai bergetar hebat.

Tubuh Liana membentur tubuhku dengan keras. Gelombang gesekan itu menyebar ke seluruh tubuhku.

Pantat Liana yang lembut dan lentur bergetar intens di kulitku. Sensasi nikmat pun menyebar ke seluruh tubuhku. Setiap pori-pori seolah-olah terbuka dan menyerap sensasi kelembutan dengan serakah.

Aku meraih dan memegang pinggang Liana dengan erat. Aku pun meniru posisi gitu. Sensasi psikologis yang memuncak membuat adrenalinku meningkat.

Tubuh Liana seolah merespons juga. Suhu tubuhnya naik dengan cepat dan bagian miliknya meleleh seperti genangan air.

Akhirnya, Liana pun tidak tahan lagi. Kakinya tergelincir dan kopling dilepas terlalu cepat. Mobil pun tiba-tiba mogok.

Mobil berguncang keras.

Liana terlempar ke atas dan mendarat dengan keras di atas area sensitifku.

Huh!

Hal itu membuat gelombang panas mengalir di pembuluh darahku. Setiap sel di tubuhku bergetar.

Liana mendesah pelan-pelan dengan suara terengah-engah yang menggoda.

Ini adalah pertama kalinya Liana merasakan sensasi seperti ditekan. Dia begitu semangat dan penasaran, seolah-olah baru menemukan dunia baru.

Namun, Liana tidak berani menunjukan.

Liana hanya bisa memeluk tubuhku erat-erat. Dia duduk di atasku sambil merasakan setiap sensasi.

Liana berkata dengan pelan, "Pak. Aku nggak sengaja buat mobil mogok."

"Aku nggak tahu kenapa bagian bawahku rasanya sangat gatal. Tubuhku nggak bertenaga."

Liana mengira bahwa mengatakan bagian bawah tidak akan menarik perhatianku.

Aku menekan tubuhnya dengan lebih erat lagi. Titik itu menekan erat ke tubuhku.

"Bapak nggak salahkan kamu. Nyalakan mesin dan coba lagi."

Liana bangkit untuk mengeluarkan kunci. Aku tidak bisa menahan diri lagi, membuka risleting celanaku, dan mengeluarkan area sensitifku.

Begitu Liana duduk kembali, sensasinya makin intens.

Melalui celananya yang ketat, aku sudah bisa merasakan suhunya. Rasa hangat yang sangat nyaman.

Liana terdiam sejenak. Wajahnya merona merah. Dia pun berkata dengan malu-malu,

"Pak, tumor di kaki Bapak rasanya cukup hangat."

Aku berkata dengan sangat gembira sambil memegang tangannya, "Kali ini aku akan mengajarimu selangkah demi selangkah. Kamu ikuti instruksiku."

Liana mengangguk.

Aku menyalakan mobil dan memasukkan ke gigi ke posisi setengah.

Kali ini sensasi dari getaran lembut itu lebih terasa. Aku jelas-jelas merasakan tekanan ke dalam cekungan lebih dalam.

Dari celana yang tipis, aku bisa merasakan aliran hangat dan lembut.

Tubuh Liana menegang, ia berusaha menahan sensasi gatal yang muncul di tubuhnya, sambil mencoba menghentikan kaki yang gemetar.

Mobil berjalan dengan lancar. Aku memegang tangannya, memutar setir, dan membimbingnya selangkah demi selangkah.

"Ingat posisi untuk mundur. Lalu, nyalakan lampu tanda untuk berbelok. Lakukan perlahan saat parkir paralel."

Setiap setir berputar, bagianku terasa makin terhisap, sensasi terjerat makin kuat.

Awalnya Liana berhasil menahan sensasi gatal di tubuhnya dan fokus mengemudi.

Namun, tubuhnya perlahan-lahan makin panas dan lembut.

Liana hampir tidak punya tenaga untuk menekan pedal rem. Seluruh tubuhnya terkulai lemah di atas tubuhku. Dia terus mengeluarkan dengusan tersendat dari tenggorokannya.

Tubuh Liana terkadang bergetar.

"Pak. Aku gatal banget. Tenagaku hampir habis."

Aku menepi dan memindahkan gigi ke posisi netral.

Lalu aku memeluknya dan mencondongkan tubuhnya ke arah setir.

Liana menunduk di atas setir. Pantatnya yang montok dan berkilau mengarah ke arahku. Melalui celana putihnya yang ketat, aku samar-samar bisa melihat bentuk area sensitifnya.

Liana memalingkan kepalanya dan menatapku dengan ketakutan. Antisipasi tersirat dalam tatapannya yang rumit.

"Pak, aku gatal banget. Nggak tahan … "

Aku menatap celana ketatnya yang basah. "Sebagai pelatih, aku pasti akan membantumu lulus ujian kali ini."

"Kalau kamu kesulitan, aku akan membantumu menghadapinya."

Aku menelan ludah saat tanganku menyentuh pinggangnya yang ramping.

Liana melepaskan celana ketatnya dengan lembut. Setiap gerakannya tampak malu-malu.

Dua pantat yang montok tiba-tiba terlihat di hadapanku. Pantatnya putih dan mulus, di bawahnya ada rerumputan merah muda.

"Kenapa kamu tersipu malu?" Jantungku berdebar bagaikan guntur.

Liana berbicara dengan lembut dan pipinya merona merah, "Pak … Aku merasa nggak nyaman di sini. Apa Bapak bisa bantu aku?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat di Depan Kemudi   Bab 7

    Begitu melihatku. Liana langsung marah dan bersiap untuk pergi.Aku segera menghentikannya."Liana. Liana, kamu jangan pergi. Aku perlu bicara sama kamu."Liana berkata dengan lirih, "Kamu jangan datang ganggu aku boleh nggak? Aku sudah cukup sengsara karenamu. Sekarang semua orang di kampus sudah lihat videoku. Gimana aku bisa menghadapi orang-orang?"Aku pun terdiam begitu Liana mengatakan hal itu.Lagi pula, masalah ini bermula dariku.Aku berkata dengan suara pelan, "Aku memang salah atas hal ini. Tapi, aku punya cara untuk menenangkan situasi. Kamu bilang kalau kita ini sepasang kekasih. Di masyarakat sekarang ini, sangat wajar om-om berpacaran dengan mahasiswi.""Selain itu, setelah kamu bilang hal ini, suruh orang-orang yang sebarkan video untuk menghapusnya. Kalau nggak, itu melanggar privasi."Namun Liana tidak bergerak dan menolaknya."Kamu nggak ajari aku ujian tahap ketiga. Aku pasti nggak lolos. Sekarang kamu mau aku bantu kamu? Jangan mimpi!"Usai mengatakan itu, Liana be

  • Hasrat di Depan Kemudi   Bab 6

    Begitu sampai di kampus, aku menurunkan Liana, dan menyuruhnya pulang ke asrama terlebih dahulu.Aku langsung menuju kantor sekolah mengemudi, mencari pimpinan sekolah mengemudi, dan berkata dengan sigap, "Pak. Aku mau melaporkan sesuatu pada Bapak. Tadi di jalan, aku … "Sebelum aku menyelesaikan perkataanku, pimpinan langsung memotongnya. Dia melambaikan tangan dan berkata dengan nada kesal, "Andreas, polisi lalu lintas baru saja memberi tahu tindakanmu.""Kamu biarkan murid cewek di pangkuanmu saat latihan mengemudi. Ini sungguh keterlaluan!"Aku seperti tersedak. Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak bisa mengatakannya."Pak, bapak nggak tahu. Murid itu yang minta duduk di pangkuanku, supaya aku bisa ajari dia selangkah demi selangkah."Pimpinan mengerutkan kening dan menatapku dengan penuh arti."Oh, ya? Benarkah?""Aku dengar kamu melakukan hal yang nggak seharusnya di dalam mobil sama murid itu?"Begitu pimpinan melontarkan kalimat itu, ekspresiku langsung suram. Hatiku pu

  • Hasrat di Depan Kemudi   Bab 5

    Namun, ujian tahap ketiga jelas-jelas berbeda dengan ujian tahap kedua. Ujian tahap ketiga harus benar-benar di jalanan.Jangankan kena kecelakaan, apabila sampai ketahuan sedang melakukan itu oleh polisi lalu lintas, hukumannya tidak sesederhana membayar denda, lebih parah lagi, mungkin bisa masuk penjara.Jadi, ketika Liana meminta duduk di pangkuanku lagi, aku tanpa ragu menolaknya.Liana merengek dan berkata dengan manja, "Huh. Bapak pasti nggak suka aku, jadi nggak biarkan aku duduk di pangkuan Bapak."Aku segera menjelaskan, "Aku mana mungkin nggak suka kamu. Aku juga ingin memintamu duduk di pangkuanku, mana mungkin aku menolaknya?""Hanya saja, ujian tahap kedua berbeda dengan ujian tahap ketiga. Ujian tahap kedua bisa latihan di lahan kecil, nggak akan ada orang yang memperhatikan. Tapi, ujian tahap ketiga harus di jalan. Ada polisi yang mengawasi."Liana meletakkan kedua tangannya di pahaku dan terus memelas."Pak. Aku sudah gagal pada ujian tahap kedua sebanyak empat kali. U

  • Hasrat di Depan Kemudi   Bab 4

    Aku mendarat di atas tubuhnya dan mendorong masuk dengan sekuat tenaga.Kali ini cairannya sangat banyak. Masuk dengan mudah dan lancar.Mobil mulai berguncang hebat, kali ini tidak ada seorang pun di sekitar yang mengganggu.Aku segera mengakhiri pertarungan itu dan terkulai lemas di kursi pengemudi.Liana juga berbaring dengan puas. Kedua kakinya menggantung ke samping.Liana berkata dengan nada manja, "Pak, nggak disangka, kamu hebat juga. Kamu bisa membuatku merasa nyaman. Waktu di rumah dulu, aku belum pernah merasa senikmat ini."Begitu mendengar perkataan Liana, aku pun merasa penasaran."Di rumah kamu gimana melakukannya?"Liana memalingkan kepala dan mengingat."Dulu di rumah, aku pakai tangan kalau gatal. Lalu, aku merasa tanganku terlalu pendek, jadi aku pakai timun.""Tapi, nggak pernah sampai puncak. Selalu mau coba sama cowok. Tapi, orang tuaku sangat ketat. Aku nggak berani pacaran.""Sekarang sudah masuk kuliah. Aku mau bersenang-senang sedikit. Kebetulan ketemu sama Ba

  • Hasrat di Depan Kemudi   Bab 3

    Liana mengangguk dan menundukkan kepalanya ke arah setir. Pinggulnya sudah siap.Aku menggeser kursi ke belakang. Kebetulan menyisakan ruang untuk aku bergerak.Aku membuka pantatnya yang lembut, menjulurkan lidah, dan menelusuri celah itu dengan lembut.Liana tidak bisa menahan diri. Suara erangannya naik turun.Suara itu membuat tulangku bergetar. Bagian sensitifku juga mengembang.Lalu, Liana mengerang kesakitan."Pak. Kenapa rasanya semakin gatal? Nggak nyaman banget.""Pak, cepat kasih aku. Tolong penuhi diriku. Oke?"Melihat Liana memohon dengan putus asa, aku menurunkan celanaku hingga pergelangan kaki dan duduk kembali di kursi.Bagian itu berdiri tegak dan kaku.Aku menggenggam tangannya dan berkata, "Duduklah. Aku janji akan bantu kamu menghilangkan rasa gatalmu."Liana duduk dengan gugup. Aku memegang pantatnya dan mengarahkan ke posisi sensitifnya.Suara gemercik pun terdengar bagaikan aliran air.Liana sudah duduk di atas bagianku. Dia mendesah nikmat."Ah … "Aku merasa s

  • Hasrat di Depan Kemudi   Bab 2

    Aku tidak tahu harus menjawab apa ketika ditanya seperti ini olehnya.Aku asal menjawab, "Itu tumor di pahaku. Kamu tahan saja dan fokus mengemudi."Setelah Liana duduk dengan stabil, aku menggenggam tangannya di setir.Lalu, mengajarinya dengan sabar."Genggam setir dengan erat. Mata lurus ke depan!""Kaki kiri di kopling, kaki kanan di rem. Lepaskan kopling perlahan hingga sampai ke posisi setengah gigi."Liana mengemudi dengan hati-hati. Setelah empat kali mogok, dia tidak berani membuat kesalahan lagi.Saat kopling sampai di posisi setengah, mobil mulai bergetar hebat.Tubuh Liana membentur tubuhku dengan keras. Gelombang gesekan itu menyebar ke seluruh tubuhku.Pantat Liana yang lembut dan lentur bergetar intens di kulitku. Sensasi nikmat pun menyebar ke seluruh tubuhku. Setiap pori-pori seolah-olah terbuka dan menyerap sensasi kelembutan dengan serakah.Aku meraih dan memegang pinggang Liana dengan erat. Aku pun meniru posisi gitu. Sensasi psikologis yang memuncak membuat adrenal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status