Share

Bab 3

“Kamu yakin pesan ke anak tekkom itu?” tanya temanku saat kelompok mata kuliahku berkumpul. Aku menganggukkan kepala. Setidaknya, meskipun aku jarang berinteraksi dengan laki-laki yang aku kenal awalnya dari sebuah komunitas kepenulisan.

“Kenapa yakin sih, Aristy?” tanya temanku yang lain. Bukan apa, cuma semenjak dua tahun lalu dia jadi satu dari dua orang yang sering aku rujukkan. Aku tersenyum.

“Sebenarnya sudah kenal sama Affa semenjak dulu sih. Gak akrab, cuma dia tipikal yang pasti selesai,” jawabku sekenanya, “lagipula, dia kasih kompensasi juga. Padahal dia sendiri bilang itu harga aslinya satu juta,” lanjutku.

“Heh. Kamu gak bilang apa-apa lho Aristy!” balas teman-temanku terkejut. Mungkin fakta bahwasanya Affa ternyata salah satu orang yang sering terlibat proyek kampus sudah terdengar di kalangan mahasiswa yang mengambil teknopreneur, dan kualitas kerjanya sudah pasti. Tapi, juga rahasia umum kalau dia letakkan harga tinggi.

“Ya kan yang penting beres. Lagipula kita juga sudah selesai sama BMS nya dan siap presentasi,” komentarku lagi seraya menunjuk ke kertas yang ada di meja. Kertas yang berisi rancangan bisnis kelompok ini.

“Ya pas situ bilang pembuat aplikasinya minta BMS nya beres ya gupuh semua. Kan situ sendiri yang paling ribut,” komentar salah satu anggota yang lain. Ya, aku juga yang akhirnya garap sebagian besarnya. Dasar nyebelin kalian.

“Kalau lamban dia bisa kerjain milik orang malah. Dia kasih slot satu soalnya dia kenal aku,” komentarku sekenanya. Teman-temanku hanya diam, tidak terlalu membicarakannya lebih lanjut.

“Ini sudah beres kan buat presentasi selasa?” tanyaku. Semua menganggukkan kepala.

“Kalau begitu, aku pulang dulu,” ucapku seraya berdiri dan pamit.

Saat aku berjalan ke motor milikku, ada pesan yang masuk.

Affa: Aplikasinya bisa siap besok. Kira-kira mau diambil lebih cepat atau tetap senin? Aku takutnya senin ada urusan sama dosen.

Aristy: Besok deh kalau begitu Fa.

Affa: Aku kirim saja lewat sini ya, biar situ gak perlu ribet keluar.

Aristy: Tau amat kalau aku gak suka ketemuan.

Affa: Iya iya. Jangan lupa pembayarannya. Aku tunggu maksimal besok.

Aristy: Oke. Siang ini aku transfer.

Ya, pembayaran 400 ribu yang disepakati. Aku masih heran kenapa dia mau memotong sampai 60 persen. Yang aku tahu, bikin aplikasi seperti yang dibuat kelompokku ini tidaklah mudah.

Aku beranjak pergi menuju ATM terdekat. Memang, kuliahku lebih mudah karena beasiswa, tapi pengeluaran diluar uang kuliah seperti ini mengganggu keuanganku. Aku memasukkan kartuku ke ATM. Pin keamanan aku ketikkan.

Aku membuka ponselku, mengetikkan nomor rekening yang Affa berikan. Setelah itu, aku masukkan angka 400 ribu ke jumlah uang yang dikirimkan dan aku konfirmasi. Sebuah struk keluar dari mesin ATM. Aku foto struk itu.

Aristy: [Foto] Ini struknya. Aku tunggu ya.

Affa: Iya. Makasih.

Bicara soal Affa, dia bukan penulis novel seperti Shadox. Dia hanyalah penulis biasa, yang seenggaknya dia bilang sendiri pemula, dan mencoba meluangkan sebagian waktu luangnya untuk menuliskan sebaris kata setiap harinya. Di komunitas sendiri, dia termasuk cukup aktif, tapi lebih kepada mendengarkan keluh kesah anggota lainnya dengan drama kehidupan.

Dan tentu saja, mendengarkan keluh kesah bisa menjadi masalah berkepanjangan. Aku tidak tahu, tapi seenggaknya beberapa anggota lainnya yang aku kenal di grup itu sudah suka dengan dia. Aku tidak terlalu peduli, dan aku juga tidak tertarik untuk akrab dengan dia.

Ayolah, aku tidak paham mengapa mereka tertarik dengan si dingin yang responnya lebih lambat daripada panda bangun kalau gak ada uang terlibat. Dia hanya berbicara singkat dan sangat irit kalau tidak ada kepentingan.

Selesai dengan semua urusan kuliah bisnis ini, aku memutuskas untuk kembali ke kos aku tinggal. Tidak ada juga yang ingin bertemu toh. Selain itu, tugas arsitektur tidak akan diam sendirinya, kan?

Sisa siang itu aku gunakan sepenuhnya untuk mengerjakan pembuatan desain arsitektur. Jika berbicara soal ibadah, aku sedang berhalangan. Bahkan, sore pun ku pakai untuk mengerjakan desain, sebegitu banyaknya tugas dari kampus.

Sebuah notifikasi masuk di ponselku. Isinya adalah beberapa anggota komunitas ribut di grup lagi. Bukan hal baru untuk terjadi lagi, dan konyolnya, ini tentang Affa lagi. Menyebalkan memang, apalagi kala orang-orang yang masih belum dewasa meributkan hal-hal seperti cinta.

Affa: Bisa gak kurangin ributnya!?

Oke. Aku melihat pesan itu lewat di ponselku. Baru pertama kalinya Affa sampai berkomentar demikian.

Affa: Aku gak tahu kenapa kalian suka banget sih ribut soal aku. Tapi tolong ya, jangan spam. SATU MINGGU SAJA KEK ATAU SAMPAI BUG SOUND LAPTOP BERES. Kalau ini aplikasi gak ngebug patch nya kemarin di laptop, tenang idupku kek biasa.

Lele: Tombol mute aja bang. Biar gak ke spam.

Affa: Bugnya di tombol mute Lele. Gak bisa dipake. Ke silent semua chatku di laptop.

Lele: Baru tau ada bug gitu.

Affa: Gak paham dah kerjaan vendor. Mentang-mentang ini aplikasi dalam negeri, seenak udel bikin bug. Sudah aku kirim beberapa jam lalu laporan bugnya.

Aku hanya membaca semua pesan itu.

“Tumben,” komentarku. Tidak biasanya Affa sampai seperti itu. Si dingin itu tidak akan berkomentar umumnya, dan sepertinya melakukan mute terhadap grup kepenulisan. Dia datang hanya kala dia punya waktu.

Affa: Kalau gak aku keluar dulu deh sampai ini bug beres.

Dan beberapa pesan berikutnya seperti pintaan supaya dia tidak keluar. Aku memutar bola mataku malas. Gak kehidupan nyata, gak grup, semuanya drama. Aku memutuskan untuk mandi sore dulu. Terlalu melelahkan berurusan berjam-jam dengan desain arsitektur.

Selesai mandi dan mengganti pakaian, sebuah notifikasi masuk.

Affa: [Mengirim File] Ini APK nya. Bisa dicoba dulu. Kalau ada kendala tolong dikabarin. Kalau bisa besok sudah masuk apa aja isunya. Aku perlu waktu soalnya kalau ngebenerin biar senin sudah siap.

Aku membuka seluruh percakapanku dan Affa, yang isinya hanyalah tentang beberapa pertanyaan terkait tugas waktu SMA dulu.

Aristy: Aku dan tim coba dulu. Makasih Fa.

Aku mengunduh file yang dikirimkan oleh Affa. Tidak berat untungnya. Setelah dua menitan, unduhan selesai. Aku pun meneruskan file itu ke anggota lainnya.

Aristy: [Mengirim File] Dicek dulu.

Aristy: Kalau ada masalah, segera bilang. Ditunggu sama orangnya.

Aku yakin mereka akan perlu waktu untuk memeriksanya. Aku sendiri masih perlu menyelesaikan sisa dari tugas arsitekturku.

Aini: Kak Aristy!!!!

Aini: Kak Aristy on gak kak?

Aini: Aini mau curhat dong kak

Notifikasi itu muncul di ponselku. Aku menghela nafas berat. Ini sepertinya akan menjadi hari yang panjang. Dan aku berharap aku tidak makan hati karena kesal dengan panjangnya hari ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status