Share

Bab 4

Tidak perlu alasan untuk berbuat baik.

“Makasih banyak atas bantuannya, Dekker,” ucapku kepada asisten yang satu tahun dibawahku secara akademis. Dekker menganggukkan kepalanya.

“Makasih juga lho mas. Dapat 150 ribu lagi dari UI UX. Emang berapa sih bayarannya mas seluruh aplikasi gitu?” tanya Dekker.

“400 ribu. Itu harga khusus,” jawabku datar. Dekker terkejut mendengarnya.

“Seriusan mas!? Biasanya sampean sampe 1 juta per proyek. Makanya anak-anak tekno takut pesan ke sampean kecuali emang mau ngambis,” balas Dekker terkejut. Ya, aku tahu semua aplikasi yang aku kembangkan selalu mendapat juara di teknopreneur, bahkan beberapa dilombakan oleh klien. Ah, yang penting aku dapat share.

“Yang minta kenalan, jadi aku diskon. Aslinya juga 1 koma 6 juta tetap kalau normal,” balasku. Dekker, serta beberapa asisten lainnya di ruangan itu, tersenyum ke arahku. Oke, ini mencurigakan.

“Ciwi kah mas?” tanya asisten paling tinggi di lab, Nicholas.

“Iya. Teman lama di komunitas. Gak akrab,” jawabku sekenanya. Sepertinya itu memantik Siegfried untuk memberikan pertanyaan lanjutan.

“Masa sih mas? Diskonnya lebih dari 50 persen lho mas. Itu gede untuk orang gak akrab,” tanya Siegfried. Dia sepertinya memang penasaran.

“Aku lagi gak terlalu butuh proyekan sekarang, apalagi setelah kemarin proyekan Pak Arrow. Tapi, lumayan cuan tetap cuan,” jawabku santai.

“Tapi ya sampean kan tetap garap proyeknya toh?” tanya Nicholas lagi.

“Sudah banyak komponen dari proyekan lama. Tinggal tancep. Itu makanya belajar Refactoring, Design Patterns, dan tetek bengeknya,” jawabku. Nicholas ber-oh ria.

“Tetap aja sih mas, gak standarnya mas gitu harganya. Sampean tahun kemarin masih 1 koma 1 juta ke atas per proyek,” komentar May. Ini anak-anak junior suka amat keroyokan.

“Iya Fa, lu ga bisa kasih diskon sampe harga dibawah 1 juta kalo soal aplikasi setau gue, sampe satu kampus tau lu anak mahal amat jasanya. Khusus yang serius kalo kata anak tekno,” sambung Yusuf angkatanku. Oke, mereka memang keroyokan.

“Semester ini juga gak ada yang minta kecuali dia. Dan standarnya gak full aku karena sebagian dikerjakan Dekker. Jadi menurutku 400 okelah. Aku juga males jual mahal saat ini,” komentarku. Ayolah, males minta lebih mahal kalau:

  1. Sudah kenal.

  2. Baru kemarin dapat cuan proyek gede sebesar 110 juta.

400 itu kasarnya buat bayar jam tidur aja yang keganggu dikit. Dan berkat komponennya sudah banyak siap dan gak dari nol, gak makan waktu lama. Toh ini garapnya tiga minggu sudah selesai.

“Anak semester ini banyak gak serius tekno kata dosen tekno saya dulu,” komentar May, “sampe orang-orang seperti kelompok saya yang teknonya sekarang lanjut disuruh ikutan kasih kuliah minggu ini.”

“Makanya sepi orderan,” komentarku sekenanya. Aku menyadari kejanggalannya, tapi ya tidak penting sih. Ini kampus biasanya tekno selalu berakhir ajang adu semua tim dari semua kelas, dan itu biasanya yang datang perusahaan-perusahaan besar.

Sebuah notifikasi masuk, dari suara yang aku dengar di ponselku. Aku terpaksa men-silent aplikasi media sosial di laptop supaya tidak berisik. Jadi, karena di ponsel, ini berarti aku langsung di tag atau chat pribadi yang masuk.

Aristy: Seriusan Fa. Itu aplikasi udah bagus banget. Temen-temen sampe tanya ke aku kok ini cuma 400 ribu.

“Ciwinya?” tanya Nicholas.

“Klien,” jawabku datar. Para asisten tertawa.

“Sudah Fa, mending lu coba deh jadiin pacar,” komentar Yusuf.

“Aku malas Suf. Kuliah aja belum kelar,” balasku datar.

“Wadaw, anti banget ternyata ya Mas Affa,” kekeh May.

Ada suara ketukan pintu menghentikan humor kami. Siegfried, yang paling dekat dengan pintu, membukakan pintu.

“Misi! Ada Legendaria kah?” tanya seorang laki-laki yang aku kenal dari angkatanku. Si super supel yang baru lulus praktikum pemograman pada tahun ke-4, Karim Hakim. Aku pun melihat ke arah pintu dan dia pun langsung menyelonong masuk.

“Karim!” tegurku. Dia pun berhenti.

“Ikuti aturan lab. Kalau kami belum persilahkan, jangan nyelonong masuk,” tegurku. Dia pun meminta maaf. Aku menyuruhnya mengisi buku tamu laboratorium, dan namaku sebagai asisten penanggung jawab.

“Fa! Fa! Bantuin dong!” ucapnya setelah selesai mengisi buku tamu.

“Apa lagi?” komentarku dengan nada sedikit kesal.

“Proyek besar. Pak Zaharian bilang kalau menurut bapaknya proyek kelompoknya kurang progressnya bakal dihangusin. Ini kelompokku kurang bagian aplikasinya. Plis bantuin dong,” pintanya panik. Oh, ini episode Pak Zaharian kalau sudah kesal di mata kuliah Proyek Besar. Semester kemarin, dan kemarinnya lagi, juga terjadi sih.

“Oke oke. Aku bisa setelah hari senin setidaknya. Kelas PB hari kamis kan?” tanyaku. Karim menganggukkan kepala.

“Makasih banyak lho Fa!” ucapnya senang. Jujur, meskipun sikapnya menjengkelkan, aku tidak sampai hati menolak anak ini. Entah, mungkin karena usahanya meski dia sangat tidak kompatibel.

“Aku balik dulu deh kalau gitu, maaf udah ganggu,” ucapnya lagi sebelum izin berpamitan. Setidaknya, dia tidak memaksakanku membantu dengan menampilkan laptopnya di depanku untuk meminta arahan sekarang.

Setelah Karim pergi, Yusuf menatapku heran.

“Kamu mau aja bantu kek dia,” komentar Yusuf. Aku hanya menghela nafas.

“Seenggaknya dia gak musuhin aku kek kalian waktu masih regenerasi. Aku tahu kok kalian dulu ngehina aku sama Rahima di belakang,” komentarku tajam. Yusuf terlihat bersalah mendengar kalimat itu, tapi memang perlu diingatkan kembali. Karim adalah anak yang berulang kali mencoba akrab denganku, meski aku dan Rahima risih dengan sikapnya kala itu. Dia yang berusaha sampai akhirnya angkatan terpaksa bermain keras pada hari itu. Taruhannya adalah satu angkatan tidak diakui oleh himpunan jika aku dan Rahima tidak datang hari itu.

Karena itu pula, hubungan kami berdua dengan angkatan sendiri menjadi sangat retak. Karim mungkin satu-satunya mediator yang membuat relasi itu pulih perlahan. Mungkin secara perlahan, Karim pula yang membuat anak-anak FTEI lainnya di angkatanku mengerti tentang diriku dan Rahima. Mungkin aku memang terlalu egois, ingin dimengerti, tapi enggan mengerti.

“Sudah, gak perlu dibahas, sudah berlalu toh?” tanya Zul mencoba memotong topik itu. Aku menganggukkan kepala. Ya. Sudah berlalu. Hanya sebagai kenangan buruk saja.

Sebuah pesan masuk ponselku. Aku melihat tulisan Arrow di sana.

Arrow: Kalau ada di tempatmu mau kerja praktik akhir semester nanti, aku buka slot kali ini. Khusus buat kampusmu aja dulu slotnya. Cabangnya Mixed Reality, Kecerdasan Buatan, Sistem Tertanam, Teknologi Game, dan Keamanan Sistem. Ini info detailnya [Foto]

Aku segera membalas pesan itu.

Affa: Apa harus secerdas Rahima, Mas?

Arrow: Tidak.

“Siapa?” tanya Yusuf lagi. Apakah ini kembali ke topik Aristy?

“Mas Arrow,” jawabku sekenanya.

“Jujur aja, dengar Mas Affa manggil Pak Arrow yang terkenal pakai ‘mas’ itu aneh ditelingaku,” komentar May. Aku justru heran kalian panggil mereka Pak. Mungkin wajar, mengingat aku kenal Mas Arrow dari lama.

Arrow: Ini sifatnya bukan seperti Rahima yang langsung proyek major. Aku bakal assign mereka ke hal-hal yang lebih sederhana. Oh ya, nanti Rahima yang arahin mereka, meski yang supervisor untuk administrasi bukan dia.

Affa: Saya rasa saya ada beberapa nama di benak. Akan saya informasikan.

“Tentang apa Mas?” tanya May lagi.

“KP di X Solutions kah?” tanya Dekker, berharap.

“Benar. Mas Arrow buka KP lagi,” jawabku kepada mereka. Mungkin ini caraku berkontribusi kepada teman-temanku sendiri, yang sebagian masih belum melaksanakan kewajiban ini. Aku membuka grup lintas angkatan.

Affa: Pengumuman kepada Mas, Mba, dan Adik semua. Ini informasi dari Pak Arrow. Untuk kerja praktik dibuka di Arrow X Solutions. Persyaratannya ada di gambar berikut. Jika ada yang berminat, harap diperhatikan bahwa untuk pembimbing disyaratkan Prof Murfid atau Prof Hari. Topik yang tersedia meliputi Mixed Reality, Kecerdasan Buatan, Sistem Tertanam, Teknologi Game, dan Keamanan Sistem. Persyaratannya tidak seberat waktu saudari Rahima melakukan KP pertama di sana, jadi silahkan Mas Mba dan Adik-Adik mengambil KP.

Affa: [Mengirim Foto]

Mungkin aku tidak perlu sebutkan bahwa pembimbing lapangannya adalah Rahima.

Makasih, Karim, Mas Arrow, mereka lupa soal 400 ribu dan Aristy.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status